Monday, April 23, 2007

Transforming The Past

Tragedi Virginia Tech, sebuah berita menyedihkan yang “ berhasil “ menembusi setiap lapisan media komunikasi dari internet, berita televisi, media cetak maupun media elektronik lainnya. Banyak pemirsa menyimak dengan penasaran akan kisah nyata yang tragis tersebut sehingga rating pemirsa maupun pembaca semakin tinggi. NBC menjadi salah satu sumber informasi paling penting dalam perjalanan kisah tragis ini karena anda dapat memperoleh biografi akurat, foto-foto maupun orasi dari Cho Seung Hui, seorang pemuda “ South Korean “ berumur 23 tahun.

Tidak sedikit, profesor maupun muda-mudi Virginia Tech berusaha mengingat kembali identitas Cho Seung Hui yang kesepian, aneh, sering diketawai oleh teman sekelasnya, menulis karya tulis yang menegangkan seperti mimpi buruk, ditertawakan oleh teman dekatnya saat ia mengatakan andai aku adalah school shooter. Hasil dari tragedi tragis tersebut menjatuhkan 2 korban di West Ambler Johnston Hall dan 30 korban di Norris Hall, akhirnya ia membunuh dirinya sendiri.

Melihat kisah hidup Cho Seung Hui, ia bergumul dalam depresi, ketakutan, kemiskinan, kematian, ketidakadilan, kesepian, kasih sayang maupun kehormatan. Setiap statement yang anda saksikan di NBC beralasan dengan realita yang ada. Ia dianggap aneh karena menentang gaya hidup “ party style “ maupun hidup hedonisme dari teman-temannya, pendiam yang misterius sehingga suka diisengin oleh teman-temannya “ Yo man, go back to china ! “.

Entah apa yang terlintas dalam benak Cho Seung Hui ? melalui keterbatasan saya sebagai seorang awam, saya melihat apa yang dikerjakan oleh Cho Seung Hui adalah sebuah usaha transformasi budaya. Setiap kalimat yang terekam dalam video player-nya memuat nuansa ketidakpuasan gaya hidup yang dapat merusak generasi penerus ( vocabulary dari Cho : This is for my children ! ). Dalam hal ini, saya respek terhadap pemuda yang tidak memikirkan kepentingan dirinya sendiri tetapi juga memikirkan untuk orang lain dan kepentingan generasi penerus. Hanya orang dewasa memiliki lapang dada untuk rela memeras pikiran peroleh solusi terbaik bagi generasi berikutnya. Sayang, tindakan transformasi Cho Seung Hui bukanlah cara seorang konservative seperti Presiden Bush, cara seorang pacifism seperti ( Alm ) Martin Luther King tetapi ia memakai cara seorang “ cowboy “.

Setelah mengikuti setiap berita-berita yang melelahkan mata fisik, mata pikiran dan mata hati saya … saya berdoa kepada Tuhan, bagaimana mata iman saya membaca berita-berita tersebut ?

Pertama, saya menyadari betapa rentannya manusia sebagai seorang “ Sinner “. Tidak peduli apakah manusia itu sehat mental atau cacat mental, mereka hanyalah manusia yang telah jatuh ke dalam dosa sehingga kecenderungan berbuat dosa tetaplah ada dalam diri mereka. Inilah kecacatan semua manusia yaitu DOSA. Dosalah yang telah menkontaminasi iman, pikiran, hati, aplikasi hidup manusia sehingga dosa menghancurkan konsistensi seluruh totalitas kehidupan manusia menjadi kacau dan liar. Seorang boleh mengatakan dirinya orang kristen tetapi bukan berarti ia memiliki iman kristen, cara pandang kristen, hati seorang kristen, aplikasi hidup orang kristen. Inilah realita paradigma manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Pertanyaan yang timbul yaitu apakah manusia menyadari keberdosaan dirinya ?

Kedua, Respon manusia terhadap kesadaran dirinya berdosa bisa dua macam ; satu macam lebih bersifat pesimistik – tenggelam di dalam “ depresi “ maupun lebih bersifat optimistik – bangun dari tidur dan berjuang untuk menikmati hari yang baru di dalam Tuhan Yesus Kristus. Respon manusia yang pesimis menyebabkan depresi yang laten, tidak segera tampak atau disadari. Penderita depresi dapat nampak ceria walau sebenarnya ia sedih. Prof Daniel Goleman, Psikolog dari Harvard University, USA dalam bukunya “ Emotional Intelligence “ mengatakan bahwa di zaman modern ini kemungkinan orang depresi lebih banyak karena berbagai tekanan hidup yang selalu muncul dalam setiap berbagai konteks dan situasi. Manusia yang depresi biasanya memfokuskan dirinya kepada kepesimisan hidup yang ia alami, sulit konsentrasi ( painful thinking ), konsep diri yang negatif karena kesalahan masa lalu, rasa kuatir yang berlebihan, emosional yang labil, delusional thinking, psychotic depression dan sebagainya. Seorang murid SMU bunuh diri karena merasa berdosa kepada pacar yang dihamilinya dan mati. Merasa berdosa kepada keluarga pacarnya, merasa berdosa kepada keluarganya sendiri. Lalu tulis surat minta maaf lalu gantung diri, tiada jalan keluar kecuali bunuh diri, itulah yang dilakukan oleh manusia berdosa. Respon manusia yang optimis meskipun tetap mengalami depresi tetapi mengalami pertobatan di dalam karya keselamatan dan penebusan melalui satu-satunya juruselamat dunia yaitu Tuhan Yesus Kristus yang memberikan kekuatan untuk tekun belajar menjalani “ sinkronisasi “ hidup seperti Kristus sampai kedatangan Kristus kedua kalinya.

Ketiga, sejak manusia jatuh ke dalam dosa maka manusia kehilangan Kemuliaan Allah ( TOTAL DEPRAVITY ). Disini manusia telah jatuh ke dalam cara pandang yang “ complicated “ tapi kelihatannya manusia menyukai keputusannya untuk jatuh ke dalam dosa. Dilematisnya, manusia menganggap keputusannya yang “ tidak beretika “ itu sebagai keputusan yang benar. Itulah yang dilakukan oleh Cho Seung Hui. Ia ambil keputusan untuk menjadi “ School Shooter “ demi generasi penerusnya yang inspirasinya mengutip Yesus Kristus yang telah mati untuk menyelamatkan mereka yang tidak terlindungi. Apa maksudnya disini ? Cho Seung Hui, seorang kristen yang seharusnya bisa membaca “ qualitative difference “ antara Yesus Kristus dan dirinya. Disini konsep messiah telah mengalami “ ketidakadilan “ karena apa yang dikerjakan oleh Yesus adalah divine, sedangkan Cho Seung Hui lebih cocok dinobatkan sebagai “ cowboy “. Inilah realita cara pandang manusia berdosa yang belum mengalami sinkronisasi dengan cara pandang Allah ( God’s perspective ). Hanya melalui Firman Tuhan ( God Himself Speaking ) kita dapat dibawa untuk menyelami cara pandang Allah yang beresiko tinggi untuk mengalami “ suffering, injustice maupun violence “ tetapi cara pandang Allah pasti memberikan kekuatan untuk tekun menjalani kehidupan yang penuh penderitaan, ketidakadilan maupun kejahatan sampai waktu-Nya tiba bagaimana Tuhan dimuliakan dalam kehidupan yang “ complicated “ ini. Seringkali kita mengikut Tuhan hanya dengan keuntungan profit yang disediakan-Nya tetapi kita tidak mau mengalami kerugian dalam proses pengikutan kita kepada Tuhan. Saat kita tidak menikmati profit dari pengikutan kita kepada Tuhan akhirnya kita berjiwa pemberontak dan selalu memiliki keraguan radikal yang secara terus menerus mempertanyakan segala yang kita yakini, untuk sebagian orang hal itu mengakibatkan kekecewaan, realisme berlebihan yang semakin memberatkan langkah kita, membebani bahu kita dan akhirnya membuat kita berhenti dengan penuh kepahitan. Sekali lagi, semua karena dosa. Masalah dunia bukan hanya disebabkan oleh sistem sosial, keluarga, pemerintahan yang salah melainkan kelemahan radikal yang ada di dalam diri kita sendiri, sifat jahat hati kita.

Keempat, Seringkali kita terlalu cepat mengambil keputusan menjadi “ school shouter “ dari pemikiran filosofis kita yang sempit untuk melakukan sebuah transformasi budaya dan kita kurang beriman di dalam menunggu waktu Tuhan untuk kita belajar melakukan apa yang seharusnya kita kerjakan untuk mendoakan dan mengampuni mereka yang telah bersalah kepada kita. sebuah buku “ Transforming Society - by Melba Padilla Maggay “ mengajak saya sebagai pembaca tuk menempatkan diri sebagai Yehezkiel di padang belantara ( Yehezkiel 27:1-14 ). Di hadapan padang belantara ini Yehezkiel diuji dengan pertanyaan “ Dapatkah tulang-tulang ini dihidupkan kembali ? “. Karena tidak mampu membayangkan bagaimana hal itu bisa terjadi, Yehezkiel menggumam “ Ya Tuhan Allah, Engkau yang tahu “. Yehezkiel tahu bahwa Allah tahu apa jawaban atas pertanyaan itu dan dapat melakukannya jika ia mau. Tetapi pemandangan di hadapannya sedemikian mencengangkannya sehingga membangkitkan keraguannya untuk mengusahakan sebuah jawaban. Bagaimana perasaan Yehezkiel saat menutup tumpukan tulang-tulang kering itu, sama seperti keraguan kita. Tuhan memerintahkan Yehezkiel untuk bernubuat kepada tulang-tulang tersebut dan tulang-tulang tersebut bergerak dan hidup. Kemudian Tuhan menjelaskan kepada Yehezkiel bahwa tulang-tulang itu adalah seluruh kaum Israel. Saat itu mereka yang hidup dalam pembuangan di Babel sudah tidak punya pengharapan untuk dapat pulang kembali ke tanah mereka. Keputusasaan mereka sama dengan yang dirasakan oleh orang masa kini, tenggelam dalam depresi tanpa harapan. “ Tulang-tulang kami menjadi kering dan pengharapan kami sudah hilang “. Saya belajar menyelami orang-orang yang mengusahakan transformasi budaya dan masyarakat dengan kesadaran bahwa keputusasaan terjadi pada tempat yang hanya satu-satunya Tuhan yang dapat masuk yaitu Yesus Kristus.

Fakta bahwa Kristus sendiri dibunuh, mengingatkan kita bahwa kekuatan kejahatan sangatlah besar sehingga kita mengalami keputusasaan sampai tulang-tulang kita menjadi kering dan usaha terbaik kitapun gagal. Walau demikian, fakta lain bahwa Kristus sudah bangkit, mengingatkan kita bahwa pada pusat kekuasaan di dunia ini ada satu kekuatan yang mendobrak kubur dan menyatakan hidup “ Lihatlah, Aku akan membuka kubur-kuburmu dan membangkitkan engkau dari kuburmu, Oh umat-Ku dan Aku akan membawa kamu pulang ke tanah kaum Israel … dan Aku akan menaruh Roh-Ku dalam dirimu, dan engkau akan hidup, dan Aku akan menempatkan engkau di tanahmu sendiri. Maka engkau akan tahu bahwa Aku, Tuhanmu telah mengatakannya dan melakukannya, begitulah firman Tuhan. “ Membaca makalah tersebut saya merasa tertegur sedalam-dalamnya, Jika kita berada di dalam kebimbangan dan ditanya “ Dapatkah tulang-tulang ini dihidupkan kembali ? “. Jawaban kita adalah Ya, seperti Yehezkiel, sebab Kristus sudah mati, Kristus sudah bangkit dan Kristus akan datang kembali. Inilah Janji Tuhan yang PASTI TERJADI !

Dalam Kasih-Nya
Ev. Daniel Santoso
Taipei, Taiwan, R.O.C

Tuesday, April 17, 2007

Yesus atau Barabas ?

Matius 27 : 11-26
“ Apakah Engkau adalah raja orang Yahudi ? “. Sebuah pertanyaan yang muncul dari mulut seorang wali negeri Romawi yang ditujukan kepada Yesus. Situasi saat itu tidak mendukung Yesus sebagai Raja Orang Yahudi tetapi massa mendukung Yesus sebagai kriminal, pemberontak, bidat. Apakah Yesus menanggapi pertanyaan tersebut ? Apakah Yesus bungkam ? Yesus tetap mengatakan bahwa “ Engkau telah mengatakannya “. Siapakah Pemerintah ? Siapakah Yesus ? Mereka bisa dikatakan sebagai raja tetapi terdapat beda kualitas yaitu Yesus adalah Raja yang rela turun untuk melayani berbeda dengan Pilatus sebagai raja yang berbuat apa saja untuk menguasai. Inilah “ Divine Point “ Yesus adalah Allah yang justru rela turun untuk melayani untuk kepentingan orang lain sedangkan manusia berusaha naik tahta demi kepentingan sendiri untuk menguasai orang lain. Jika elit politik, penegak hukum, ekonom tidak rela turun untuk melayani maka mereka gagal melakukan aplikasi sebagai elit politik, penegak hukum maupun ekonom sejati. Saat para imam dan tua-tua menuduh Yesus sebagai kriminal sampai Pilatus heran karena respon Yesus bukannya marah histeris seperti kerasukan setan tetapi Yesus hanya berdiam diri tanpa menanggapi mereka. Setiap gosip dan rumor yang berkembang tidak bakal mengoncangkan identitas Yesus sebagai Mesias dan Raja Orang Yahudi. Gosip maupun rumor boleh beredar tapi bukan berarti kita harus menanggapi karena gosip maupun rumor yang salah tidak layak ditanggapi. Pada saat saya menulis sebuah artikel mengenai refleksi Reformed terhadap Da Vinci Code di internet, ada seorang rekan memberikan respon “ da vinci code hanyalah fiksi, buat apa tulis berlembar-lembar, semestinya mereka tahu itu hanyalah novel fiksi “. Satu sisi, ada kebenaran untuk tidak mengubris hal tersebut tetapi sisi lain, tidak sedikit orang menyukai fiksi sehingga tidak bisa membedakan mana yang fiksi maupun realita akhirnya kita dibutakan oleh kepalsuan ketimbang oleh kebenaran. Kita tahu itu gosip tidak benar tapi kita lebih suka “ memakan “ gosip tersebut. Kita suka entertaiment yang membutakan kita ketimbang pendidikan yang memberikan pertumbuhan kepada kita. Yesus berdiam diri tetapi bukan berarti setuju dengan gosip-gosip tersebut, Ia tetap menyatakan Kebenaran “ Engkau sendiri yang mengatakannya “. Istilah “ No Comment “ seringkali kita pakai dalam vocabulary kita. No Comment seringkali kita pakai untuk menyembunyikan sesuatu padahal No Comment, sebuah statement yang menyatakan bahwa tidak perlu dikomentari lagi. Yesus tidak memberikan komentar terhadap gosip tetapi Yesus hanya memberikan komentar terhadap Kebenaran.

Saat pemimpin agama dan tua-tua Yahudi menganggap Yesus sebagai kriminal, Pilatus memberikan kesempatan kepada rakyat untuk bersuara dan apa yang harus saya lakukan terhadap Yesus ? Apakah suara rakyat pasti benar ? Dalam Filsafat Romawi Kuno, ada sebuah kalimat “ VOX POPULI VOX DEI “ yaitu “ SUARA RAKYAT ADALAH SUARA ALLAH “. Benarkah ? suara rakyat pasti adalah suara Allah ? Justru suara masyarakat banyak tidak menyelesaikan masalah malah menghancurkan pemerintahan maupun rakyat. Pilatus mengadopsi filsafat Romawi maka ia melegalkan suara masyarakat mengambil keputusan buat Yesus. Suara rakyat justru liar karena rakyat adalah manusia yang memiliki kecatatan dalam keberdosaan mereka, kecatatan dalam beretika, cara pikir, moral. Maka suara rakyat adalah suara Allah ? Itu tidak benar ! Justru realita menunjukkan betapa suara rakyat telah memperkosa kebenaran itu sendiri.

Pilatus sebenarnya mau membebaskan Yesus karena Ia tidak menemukan kesalahan apapun dalam diri-Nya tetapi bagaimana caranya ? Maka Pilatus memakai sebuah tradisi hari raya untuk membebaskan salah seorang kriminal dan rakyat yang memilihnya. Bukankah Yesus punya etika dan moral baik sedangkan Yesus Barabas punya etika moral yang buruk ? Dalam benak Pilatus, Yesus pasti dibebaskan. Tetapi realita, suara rakyat justru mengagetkan Pilatus yaitu Bebaskan Barabas. Bagaimana dengan kita jika kita berada disana ? Orang yang tidak mau belajar dan tidak tahu konteks pasti maunya ikutan-ikutan, kata “ Salibkan Dia “ keluar dari mulut seorang pemimpin agama yang bidat. Hanya orang mau belajar dan tahu konteks barulah orang yang mengetahui benar bahwa Barabaslah yang semestinya dihukum. Mengikuti trend tidak salah tetapi bagaimana kita mengklarifikasi trend itu sendiri. Jangan-jangan kita mengikuti trend seperti suara rakyat yang mendengar sebuah order “ salibkan dia “ maka mereka berespon dengan satu suara seperti sebuah orkestra dan paduan suara yang dipimpin oleh pemimpin agama sebagai konduktornya. Inilah suara rakyat yang tercatat di dalam sejarah. Suara rakyat jika tidak takut kepada Tuhan maka suara rakyat jadi suara Setan ! Itulah realita. Setan bukan dari keluar mempengaruhi ke dalam tapi dari dalam keluar !

Pilatus tahu Yesus orang benar dan Barabas orang jahat tetapi ia terjebak oleh filsafatnya sendiri “ VOX POPULI VOX DEI “. Mana yang mesti diperjuangkan ? Kebenaran atau Filsafat Manusia ? Pilatus dipermainkan oleh filsafatnya sendiri dan menghancurkan dirinya sendiri dan mengoncangkan dirinya sendiri. Orang yang beragama, pintar, berkuasa jangan-jangan orang yang dipermainkan oleh sistemnya sendiri, kekreatifan sendiri, filsafatnya sendiri ! Akhirnya, Pilatus membiarkan Kebenaran disalibkan dan Kejahatan dibebaskan ! Apa gunanya engkau berkuasa tetapi engkau tidak memakai kuasa untuk menyatakan Kebenaran ? Apakah orang beragama berani memperjuangkan kebenaran ? Justru orang beragama berani bakar gereja dengan alasan katanya memperjuangkan kebenaran dan keadilan ! suara rakyat adalah suara Allah atau suara Allah yang mempengaruhi masyarakat ? Suara Allah yang semestinya mempengaruhi masyarakat, itu posisi benar ! Sebagai orang beragama, kita harus punya iman, kebenaran dan keberanian. Iman diberikan oleh Tuhan kepada manusia untuk memimpin hidup kita baik pikiran , hati dan sikap sebagai orang beriman. Martin Luther mengatakan Iman adalah Tuan, Rasio adalah Pelacur yang bisa tidur dengan siapa saja maka rasio harus setia kepada Iman. Mungkin kita bertanya iman yang bagaimana jadi tuan ? Tuan yang rela turun melayani ke bawah dan mengajarkan kebenaran yang membangunkan hidup manusia dan bangkit dari kematian untuk memberikan Pengharapan kepada saudara dan saya yaitu Sorga, tempat mulia dan baka. Setiakah engkau kepada Kebenaran atau menyukai Kepalsuan ?

Dalam Kasih-Nya
Ev. Daniel Santoso
Shanghai, China, PRC

Katakanlah ...

Lukas 23:33-43
Golgota, sebuah bukit Tengkorak yang tragis karena disanalah tempat para kriminal dihukum oleh tradisi Yahudi maupun hukum Romawi dan disanalah tempat Yesus disalibkan. Siapakah Yesus sebenarnya ? Mesias atau Kriminal ? Bagaimana mungkin kedua gelar yang kontradiksi ini dapat melekat pada Yesus Kristus ? Yesus datang ke dalam dunia sebagai Mesias untuk menyatakan Pengharapan kepada manusia yang letih lesu dan berbeban berat. Tetapi sayangnya, manusia tidak mengenal Diri-Nya sehingga mereka menganggap Yesus sebagai kriminal, bidat, jelmaan iblis. Saat Yesus menerima perlakuan sadis seperti ini, Apa respon dari Yesus Kristus ?

“ Ya Bapa, Ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat “. Doa dan Pengampunan menjadi respon Yesus ketika ketidakadilan ditimpakan kepada Diri-Nya. Seringkali doa dan pengampunan kita anggap sebagai respon orang tolol. Tetapi bagian ini memberikan cara pandang yang berbeda bahwa justru doa dan pengampunan memiliki kuasa yang besar dan bahkan ganas untuk mengasihi musuh meski tindakan mereka mempertanyakan validitas Kristus sebagai Mesias.

Para pemimpin agama dan ahli-ahli Taurat yang tidak mempercayai Yesus sebagai Anak Allah, Raja Yahudi maupun Mesias terus mencaci maki dan memaksa Yesus untuk membuktikan Diri-Nya di hadapan massa bahwa Diri-Nya adalah Anak Allah, Raja Yahudi maupun Mesias. Kalimat pedas diluncurkan bertubi tubi kepada Yesus “ orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan Diri-Nya Sendiri jika Ia adalah Mesias, Orang yang dipilih Tuhan “. Jika saudara membaca kalimat diatas, ada terdengar nada mencobai Allah dengan hukum logika “ selamatkan dirimu “ yang kemudian dipertegas oleh seorang penjahat “ Bukankah engkau adalah Kristus ? Selamatkanlah diri-Mu dan selamatkan kami juga “. Jelas sekali, kalimat di atas merupakan kalimat penghujatan melalui keterbatasan hukum logika mereka. Mereka menganggap hukum logika mampu menampung dan memenjarakan “ Siapakah Kristus “ dalam aplikasi yang tidak direalisasikan oleh Diri-Nya. Mereka lupa bahwa hukum logika mereka sangatlah terbatas karena keberdosaan mereka . Jika saudara lihat hari ini, bukankah banyak orang berani mempertanyakan secara gencar dan sadis mengenai keilahian Kristus ? Tidak sedikit yang mengatakan Kristus itu hanyalah manusia tolol yang mengalami depresi karena kehilangan makna hidup sehingga Ia mengorbankan Diri-Nya untuk menutupi kehilangan makna hidup-Nya. Ada juga yang mengatakan bahwa Allah Kristen itu mengajarkan etika yang bobrok dan tidak pantas untuk ditiru oleh manusia … Bagaimana mungkin Allah kristen mengajarkan seorang ayah untuk membunuh anaknya sendiri ( Abraham dan Ishak ) dan Allah yang merelakan Anak-Nya yang Tunggal mati bagi saudara saya, itu kebodohan etika. Seringkali kita membaca semuanya ini hanya dengan kesempitan hukum logika kita sehingga kita gagal menemukan pengertian di balik setiap pekerjaan yang Tuhan kerjakan melalui Yesus Kristus yang memiliki keluasan logika Allah yang melampaui hukum logika manusia. Qualitative Difference !

Saat penjahat tersebut mempertegas pertanyaan dari pemimpin agama maupun ahli Taurat, sebuah respon muncul dari penjahat satunya yang mengatakan “ Tidakkah engkau takut ….. “. Saya percaya penjahat ini merenungkan dengan seksama “ Siapakah Kristus “ sebenarnya … Jika ia adalah Allah, tidak seharusnya ia dihukum seperti kami, penjahat …. Jika ia adalah Manusia, tidak seharusnya juga ia dihukum seperti kami karena ia tidak melakukan kesalahan apapun “. Penjahat tersebut menyadari benar dirinya bersalah dan berdosa maka ia tidak bicara sembarangan. Speaking with understanding is meaningfull. Speaking without understanding is meaningless. Konsep Positioning seperti inilah yang membawa mata kita terbuka melihat Kebenaran yang melampaui konsep logika manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Hari ini banyak penjahat tidak menyadari bahwa dirinya jahat sehingga kepekaan mereka terhadap dosa telah luntur dan meng-excuse diri tuk melegalkan diri masuk ke dalam dosa. Banyak juga penjahat yang sudah tahu dirinya jahat tetapi menipu dirinya sendiri untuk membaca segala sesuatu dengan memutlakan kesempitan pikirannya sebagai sensor zone untuk menentukan benar dan salah. Mungkin saudara bertanya, kok bisa ya penjahat tadi mengenal positioning yang tepat bagi dirinya sendiri ? Kita percaya bahwa Roh Kudus bekerja dalam dirinya dan Ia berespon untuk merenungkan pekerjaan Roh Kudus dalam benaknya.

Setelah itu ia berkata kepada Yesus “ Ingatlah Aku ( penjahat ini ), apabila Engkau datang sebagai Raja. “ Dari manakah penjahat tersebut memiliki konsep demikian ? Padahal ia tidak masuk ke dalam sinagoge untuk mengambil intensive course apalagi membaca gulungan kitab-kitab Perjanjian Lama. Penjahat tersebut menikmati “ Guidance by Holy Spirit “, “ Hear His Voice “, “ Trust and Obey in His Promise “. Orang yang demikianlah orang yang layak menerima kalimat respon Yesus “ Aku berkata kepadamu, hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di Firdaus “. Dimanakah penjahat-penjahat yang mendambakan “ Guidance by Holy Spirit “, “ Hear His Voice “, “ Trust and Obey in His Promise “ hari ini ? maukah engkau menerima-Nya ? Engkau bukan menjawab saya tetapi Engkau menjawab kepada Ia yang telah bangkit dari kematian dan menyatakan Pengharapan kekal kepada manusia. Puji Tuhan !

Dalam Kasih-Nya
Ev. Daniel Santoso
Shanghai, China, PRC

Peran Gereja dalam Dunia  Yoh 8:21-29, 30-32 Bagaimanakah seharusnya gereja berperan di dalam dunia ini? Khususnya Hamba Tuhan, jemaat, dan ...