Monday, November 19, 2007

Love or Hatred ?

Dalam perjalanan kembali dari guangzhou – hongkong – taipei, saya dikagetkan dengan sebuah berita violence yang terjadi pada tanggal 7 November kemarin, Tragedi penembakan tujuh murid and satu guru oleh seorang anak berumur 18 tahun bernama Eric yang menganggap dirinya “ terrorist “. Kenapa Eric bisa melakukan hal ini ? Kebencian kepada teman2 dan guru menyebabkan dirinya mengambil keputusan sebagai “ school shouter “ dan akhirnya after bunuh mereka, Eric membunuh dirinya sendiri di kamar mandi. Jika saudara mengikuti perkembangan berita news akhir-akhir ini maka sebenarnya apa yang terjadi di Jokela High School hanyalah pengulangan tragedi virginia tech dimana choo seung hui melakukan penembakan terhadap tiga puluh orang karena alasan “ this is for my generations “.

Kebencian banyak telah mengambil tempat paling penting di dalam hidup manusia khususnya di dalam merusak relasi satu manusia dengan manusia yang lain. Sebenarnya apakah hidup manusia selalu menawarkan kebencian kepada manusia lainnya ? Jika kita lihat di dalam Alkitab, Matius 5:43-48 disitu justru Kasih menjadi poros paling penting di dalam kehidupan manusia yang sesungguhnya. Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu – inilah ajaran Yesus Kristus. Mungkin kita akan berkata “ lho kok aneh ? “. Frederich Nietzche memberikan penilaian bahwa ajaran Yesus itu ajaran pengecut karena musuh itu ada untuk dikalahkan bukan untuk dikasihi. Hanya orang “ sempel “ aja mengadopsi paradigma seperti itu. Nietzche mengatakan itu bahwa itulah hidup manusia, dipenuhi kebencian dan permusuhan , jadi teror-teror yang terjadi pada manusia itu adalah hal biasa saja. Tetapi justru Yesus membawa setiap kita untuk melihat kasih sebagai fokus hidup yang perlu kerelaan untuk “ radix “ dan “ kaku “ di dalam mengasihi musuh. Yesus justru mengajarkan setiap orang kristen untuk belajar mengampuni dari atas dasar kasih. Kedua, belajar melihat kebaikan orang lain ketimbang kejahatan orang lain terhadap kita. Meskipun terkesan “ injustice “ tetapi kita harus menilai segala sesuatu didalam cara pandang yang “ fair “ secara christianly baik di dalam theology maupun di dalam application. Ketiga, belajar bukan mengalahkan musuh sebagai goal tetapi justru musuh yang menjadi sahabat.

Bagaimana saudara membaca hal ini ? mungkin saudara akan mengatakan bahwa kenapa Yesus kok mengajarkan prinsip-prinsip hidup yang “ aneh “ ? Jika kita membalas kebencian dengan kebencian maka kita sedang “ menularkan “ kebencian kepada orang lain. Tanpa sadar, kita sudah mengembangbiakkan “ evil to others “. Ini side effect ! Kedua, natur dari kebencian itu sendiri bersifat menyiksa dan menghancurkan. Bukti nyata hadir di dalam tragedi virginia tech maupun jokela high school di south finland. Ketiga, kasih memiliki power lebih besar atas kebencian. Sebagai penutup, sebelum menjadi presiden USA, Abraham Lincoln pernah dibenci oleh seorang rekan bernama Stanton tapi Lincoln hanya diam. After Lincoln jadi presiden USA, Lincoln justru mengangkat Stanton ( rekan yang benci Lincoln ) sebagai menteri penerangan. Banyak orang kaget dengan pemilihan calon menteri penerangan dari Lincoln, kenapa lincoln melakukan hal ini ? bukankah cari orang yang tepat adalah orang yang sesuai dengan selera kita ? Lincoln mengatakan bahwa saya memang tidak menyukai Stanton, tetapi demi negara saya harus pilih dia karena dialah yang terbaik. Ini contoh orang yang memiliki hati lapang dada yang besar. Disinilah kasih bekerja dan menang. Akhirnya Stanton menyadari bahwa Lincoln adalah instrumen kasih Allah yang hadir bagi dirinya. Adakah mental “ Lincoln “ di zaman ini ?

Dalam Kasih-Nya

Daniel Santoso

Taipei, Taiwan, ROC

Peran Gereja dalam Dunia  Yoh 8:21-29, 30-32 Bagaimanakah seharusnya gereja berperan di dalam dunia ini? Khususnya Hamba Tuhan, jemaat, dan ...