Tuesday, October 06, 2009

Examine Your Worship VI

Yesaya pasal 6 dikenal sebagai liturgi ibadah yang banyak memberkati setiap anak-anak Tuhan untuk memahami bagaimana seharusnya mereka beribadah kepada Tuhan. Jika kita melihat pada context setting dari Yesaya, Raja Uzia dikenal sebagai raja yang populer yang membangun bangsa Yehuda makmur secara ekonomi selama 40 tahun ia memerintah dan rakyat sangat menyukai kepemimpinan raja Uzia. Pertanyaannya adalah apakah Tuhan suka? Justru Uzia dimatikan oleh Allah karena moralitas dan spiritualitas bangsa tersebut menjijikan bagi Allah. Yesaya pasal pertama memuat apa yang diucapkan Allah sendiri bahwa mereka dibesarkan tapi justru memberontak (2), lupa akar karena udah makmur (3), sarat kesalahan, jahat, berlaku buruk, meninggalkan Allah, menista Allah, berpaling membelakangi Allah (4), murtad (5), sakit (6), layak dibuang seperti Sodom dan Gomora (7-9), Allah juga mengkritik pemimpin yang tidak memperhatikan pengajaran Allah apalagi menjalankannya (10), Allah tidak suka worship mereka (11-12) karena semua itu hanya penipuan (13-15) yang bikin Allah sakit hati. Inilah Firman Tuhan yang memberikan kritik kepada para worshipper yang “murtad”. Apakah ada pengharapan bagi mereka untuk berbalik kepada Tuhan? YOU MUST TO REPENT … Basuh, Bersihkan Dirimu, Berhenti lakukan hal yang jahat … Belajarlah, Usahakanlah, Kendalikanlah, Bela dan Perjuangkanlah (16-20) Sebenarnya Allah layak membuang kita seperti Sodom dan Gomora, tapi Ia memberikan jalan untuk setiap kita dapat kembali kepada-Nya hanya melalui pertobatan dari Allah melalui Kristus

Dari Yesaya pasal 6 kita dapat belajar melihat:

1. Allah adalah Transenden dan Imanen (2-3). Allah yang Maha Kudus dan Allah yang Maha hadir. Pengertian ini menentukan bagaimana kita berespon terhadap setiap ibadah yang kita jalani setiap hari. Jika kita sadar bahwa Allah ada disana dan Allah ada disini maka kita tidak mungkin dapat hidup dengan sembarangan karena konsep worship kita jelas tentang Allah.
2. Manusia telah jatuh ke dalam dosa maka di hadapan Tuhan, seharusnya mereka merasa dirinya celaka dan binasa. Di hadapan Tuhan yang Kudus, manusia tidak layak dapat beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu bagaimana setiap worshippers harus sadar diri alias tahu diri kepada siapa mereka sedang beribadah atau mereka sedang melayani siapa. Bukan sembarangan bos yang dapat kita lawan karena Allah adalah Allah dan Ia tahu apa yang terbaik dalam setiap worship. Jadi seharusnya kita belajar menyadari keterbatasan diri dan posisi manusia berdosa yang membutuhkan belas kasihan Tuhan.
3. Saat bara api disentuhkan ke bibir Yesaya, disitulah kita belajar melihat Tuhan memberikan pengampunan dosa kepada manusia agar mereka dapat dilayakkan memberikan worship kepada Allah, tetapi bukan menurut selera manusia tetapi ikut selera Tuhan. Ironisnya, banyak orang dalam ibadah masih belum bisa membedakan mana yang selera Tuhan dan yang mana selera manusia sehingga mereka perlu spiritual discerment untuk membedakan selera Tuhan dengan selera manusia melalui Firman Tuhan.
4. Siapakah yang akan kuutus? Yesaya jawab “Ini Aku, Utus Aku”. Ibadah yang sejati mengutus kita melayani dengan hati yang gentar di hadapan Allah. Setelah kita dilayakkan Allah untuk dapat memberikan worship kepada Allah, kita diutus oleh Allah untuk doing God’s will. We are doing mission impossible but in God’s hand, everthing is possible!

In Christ Alone
Daniel Santoso
Guangzhou, China

Examine Your Worship V

Dalam Reformed Theology, Pertama, Definisi Worship harus bersumber pada Allah sebagai sumber ibadah karena manusia dapat worshipping God, bukan karena full inisiatif manusia tapi karena Allah menganugerahkannya kepada kita sehingga manusia dapat melakukan aksi ibadah kepada Tuhan, problemnya adalah sejak manusia jatuh ke dalam dosa, manusia punya kecenderungan untuk jatuh ke dalam kesalahan dalam menginterpretasi konsep worship. Hari ini kita melihat perbedaan kualitas antara worship dari Kain dengan worship dari Habel. (Kejadian 4:1-16). Secara umum, kita mengetahui bahwa Kain memberikan worship dengan setengah hati, persembahan dia kepada Allah ditolak. Sedangkan, Habel memberikan worship dengan full hearted, persembahannya diterima oleh Allah. Pertanyaan yang muncul dalam benak saya adalah bukankah mereka dididik dalam keluarga yang ‘takut akan Allah’? sama-sama hidup 24 jam dan hidup dalam dididikan Adam dan Hawa, namun pikiran, ucapan, tindakan dan akibat yang menjadi respon Kain dan Habel berbeda.

Mengapa persembahan Kain ditolak oleh Allah?

Pertama, Kain memberikan persembahan kepada Allah dengan konsep setengah hati. Tentu saja konsep setengah hati bukanlah konsep Firman Tuhan, melainkan konsep dosa. Manusia jatuh ke dalam dosa karena self glory yang dipancing oleh Iblis melalui iklan “superman” alias jadi tuhan. Bukankah ini gambaran saudara dan saya dalam worship pribadi kita masing-masing? Seringkali kita tahu ibadah adalah sakral maka setiap konsep ibadah harus ikut konsep sakral Allah. Akan tetapi, kita suka membawa “iklan-iklan” dunia yang mampu mempengaruhi massa dengan cepat baik melalui musik sekuler maupun bahasa buku self improvement alias self help sehingga akhirnya ibadah yang sakral diterjemahkan dalam perspektif musik sekuler maupun bahasa self improvement yang populer agar banyak jiwa terjangkau mendengar Injil. Dimanakah kepekaan anak Tuhan hari ini? Banyak mereka berbicara “pokoknya hati yang paling penting”, cara apapun terserah karena Tuhan berkenan atas semua cara. Permasalahan saya menolak konsep diatas yaitu banyak orang punya hati yang baik tetapi saat caranya salah, terkadang hal tersebut justru bukan semakin membangun orang lain, melainkan dapat merusak hidup orang lain. Dalam hal ini, kita harus berdoa kepada Tuhan memohon kepekaan untuk menekuni ibadah dengan mempersembahkan persembahan yang terbaik kepada Tuhan dengan konsentrik terhadap prinsip Firman Tuhan.

Kedua, Worship Kain hanya dipahami sebagai ritual yang rutinitas. Rutinitas seringkali membuat para worshipper kurang sungguh-sungguh melayani Tuhan karena anggapan mereka telah “fasih” dalam keseharian mereka dalam pelayanan. Ketergantungan diri kepada Tuhan sudah bukan menjadi pengertian awal mereka dalam melayani Tuhan. Jika kita terjebak dalam rutinitas, kita cenderung jatuh ke dalam “ I AM SOMETHING” syndrome. Padahal, Alkitab mengajarkan bahwa YOU ARE NOT SOMETHING, YOU ARE NOTHING, BUT GOD IS EVERTHING, ALL YOU NEED IS GOD HIMSELF.Kedua, Rutinitas yang mekanis seperti mesin membuat para worshipper sudah terbiasa dengan kebiasaan melayani dengan mapan sehingga hati dan pikiran telah kehilangan daya kreatif yang reflektif alias tumpul. Hal ini tentu saja menyalakan sebuah alarm “WARNING” kepada kita bahwa jika rutinitas menumpulkan hati dan pikiran kita dalam melayani maka sebenarnya pertanyaannya adalah bagaimana seharusnya saya menghadapi rutinitas saya dalam pelayanan? Allah adalah Sang Pencipta dan kita adalah ciptaannya dan rutinitas adalah alat kita untuk melayani Tuhan. Disaat kita menjalani setiap rutinitas kita, selayaknya kita mengkaitkan setiap rutinitas kita kepada Tuhan dan memohon Tuhan memberikan anugerah untuk dapat memahami Firman Tuhan yang memimpin setiap hari manusia menjalani rutinitasnya dalam melayani. Seharusnya semakin melayani Tuhan, semakin takluk kepada apa yang Firman Tuhan ajarkan. Jadi kita mempertanggungjawabkan rutinitas kita dalam pelayanan sebagai tuan atas rutinitas yang bertanggungjawab kepada Allah, bukan budak dari rutinitas.

Ketiga, Seringkali kita terikat dengan “comfort zone” atau “menara gading” kita sehingga pelayanan kita menjadi redup karena kita tidak mampu melihat hidup lebih luas, dalam, menyeluruh dan lebih indah. Tentu saja dalam hal ini, kedinamisan dalam pelayanan menjadi penting tetapi bukan liar seperti apa yang dipahami oleh emerging church. Justru prinsip Firman Tuhan yang orthodoks harus menjadi pegangan bagaimana kita melayani dengan dinamis. Hanya kembali kepada prinsip Firman Tuhan dan penyertaan Roh Kudus memberikan sinkronisasi kepada setiap worshipper untuk melayani dengan hati yang kembali kepada Allah.

Persembahan Habel diterima oleh Allah karena:

1. Konsep Worship Habel bukan dinyatakan dengan separuh hati tetapi totally to God. Ia memberikan semua yang terbaik buat Tuhan. Fullhearted. Habel bukan memberikan persembahan tanpa pembelajaran maupun pergumulan memberi persembahan yang terbaik. Ia belajar menemukan persembahan apa yang paling baik pada domba-dombanya. Ia tahu mana yang terbaik dan ia berikan kepada Allah yaitu lemak. Analisa lemak didapat dari mana? Ia melelahkan diri belajar mencari persembahan yang hanya dapat ia berikan kepada Allah. Bagaimana dengan saudara dan saya? Kita telah bertahun-tahun melayani Tuhan bahkan katanya reformed tapi kita seringkali menjadi orang reformed yang tidak peka bagaimana kita harus memberikan worship yang terbaik kepada Tuhan. Mari kita berusaha merenungkan sesungguh-sungguhnya makna worship kita hari ini. Dalam hal ini belajar saja gak cukup, perlu implementasi lebih konkret dalam hidup kita yaitu integritas hidup membedakan mana benar dan mana salah. Tanpa integritas hidup maka semuanya failed.
2. learning how to be a true worshipper (gak cukup hanya mau jadi good worshipper). Prinsip Firman Tuhan harus menjadi utama dalam worship kita. Ingatlah bahwa kita adalah ciptaan Allah yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (imago dei) maka prinsip Tuhan harus di” copy n paste” dalam hidup kita sebagai worshipper. Problemnya adalah seringkali kita bukan “copy n paste” apa yang Tuhan mau tetapi kita seringkali “copy n paste” dosa. Adam Malik pernah berkata “Indonesia jago copy otoriter dari komunis, demokrasi dari negara Barat tetapi sayangnya yang Indonesia copy adalah sampahnya sehingga apa yang di “copy n paste” mempengaruhi mental Indonesia jadi mental sampah. Luar biasa! Kalo J.E Sahetappy mengatakan bahwa Indonesia mental tempe, Dawam Rahadjo mengatakan bahwa tempe itu enak hanya lunak. Menurut saya, Adam Malik lebih tajam! Apakah jangan-jangan kita adalah para worshipper yang menyembah Tuhan tetapi prinsip worship kita adalah sampah, sehingga mental kita sebagai worshipper juga mental sampah?
3. Rela berubah sesuai Firman Tuhan dan pimpinan Roh Kudus. Jika worship kita salah, kita harus rela berubah dan mensinkronkan diri sesuai dengan Firman Tuhan dan pimpinan Roh Kudus karena hanya melalui Firman Tuhan dan pimpinan Roh Kudus, disitulah ada sinkronisasi prinsip Firman Tuhan.. Ikuti perintah-perintah-Nya dan jauhi larangan-Nya
4. Berani serahkan SEMUA buat Tuhan. Habel tahu yg terbaik dan Ia belajar memberikan SEMUA buat Tuhan. Ada gak keberanian itu dalam worship saudara dan saya? Kalo kita melihat orang sekuler, mereka berani memberikan semua waktunya untuk target mereka. Misalnya Jimmy Cho, seorang designer sepatu asal Malaysia yang terkenal dewasa ini, dia memakai seluruh waktunya untuk mendesign sepatu-sepatu dagangannya dari jam 7 pagi sampe jam 4 pagi, everyday. Hampir setiap hari, makanan yang dia konsumsi hanyalah mie instant! Ia berani memberikan seluruh waktunya hanya untuk kesuksesan. Alkitab mencatat bahwa popularitas bukan utama tapi hidup signifikan sesuai dengan rencana kekal Allah, itu gol kita sebagai para worshippers. Apakah saudara berani memberikan SEMUA kepada Tuhan?

Sebagai penutup, dalam sebuah kongres misionaris sedunia di Inggris 200 tahun yang lalu, ada penggalangan persembahan untuk mendukung pelayanan para misionaris. Saat itu cara yang dipakai adalah para majelis memegang nampan yang besar dan jemaat yang mau mendukung dalam dana, dipersilakan menaruh amplop persembahan atau apapun yang menjadi persembahan mereka di atas nampan tersebut. Tiba-tiba ada seorang anak, berbisik kepada seorang majelis yang bawa nampan “Om, tolong saya sebentar saja. Taruh nampannya dibawah.” Pertama-tama majelis tersebut ragu dengan anak tersebut tetapi karena dipaksa oleh anak tersebut itu akhirnya majelis itu menaruh nampan di lantai. Seketika, anak itu naik ke atas nampan dan berseru sambil menangis “ Saya gak punya apa-apa yang saya bisa berikan buat merekaL, tapi saya hanya bisa serahkan diri saya kepada Tuhan”. Suasana haru langsung mewarnai kongres tersebut dan akhirnya ia menjadi misionaris besar di Afrika. Namanya Moffad. Ia rela memberikan SEMUA kepada Tuhan, bagaimana dengan saudara?

In Christ
Daniel Santoso
Fuzhou, China

Examine Your Worship IV

John Stott dalam bukunya “The Living Churches” menuliskan sebuah statement bahwa worship tidak bisa lepas dari gereja. Gereja memiliki posisi krusial dalam worship karena gereja berada dalam pusat rencana kekal Allah untuk membawa manusia kembali kepada Allah untuk memuliakan Tuhan, Kedua, Gereja memiliki misi inkarnatoris untuk masuk ke dalam realitas sosial, masuk ke dalam kultural orang lain untuk bergumul memahami kesalahpahaman mereka tentang Injil dan menyatakan Injil sebagai kebutuhan utama dalam hidup manusia. Ketiga, Gereja bukan mengerjakan misi inkarnatorisnya lalu puas dengan pertumbuhan kuantitas tetapi kedalaman Injil dalam kualitas, bukan kedangkalan.

Dewasa ini, Postmodernisme telah mewarnai kehidupan dunia dalam mendefinisikan definisi kebenaran seturut dengan konteks relativisme setiap tempat sehingga definisi tidak dapat dinyatakan hanya dalam satu definisi yang absolut, melainkan definisi dari every differences sebagai kebenaran. Fenomena postmodernisme sudah merasuki bukan hanya dunia sekuler tetapi sudah merasuki kehidupan gerejawi. Jika saudara melihat gereja yang postmodern, mereka menawarkan seeker churches, emerging churches, etc. Pertanyaannya apa yang menjadi panggilan gereja bagi zamannya. Apakah gereja dipanggil untuk dikuasai oleh dunia atau justru gereja mendidik dunia dengan counter-culture. Sekilas, ciri gereja postmodern menekankan “reading the times” dengan berkompromi dengan dunia. Kedua, mereka menekankan otentik tapi bukan absolut. Ketiga, mereka mengajarkan sounding untuk respek terhadap setiap keunikan gereja-gereja dimana pun mereka berada dan bagaimana mengabarkan injil kepada outsiders dengan link memakai budaya yang lagi ngetrend untuk kemuliaan nama Tuhan.

Maka John Stott mempercayai peranan gereja sangat penting di dalam Worship. Ia memberikan 3 interior penting dalam gereja yang dapat dikatakan sebagai gereja yang hidup, menurut Kisah Para Rasul 2:42-47:

1. Gereja yang mau learning (42). Jika saudara melihat pelayanan Petrus, 3000 orang bertobat tetapi mereka bukan hanya bertobat dalam pengalaman mistik tetapi mereka rutin berkumpul untuk mendengar para rasul mengajar. Gereja berada dibawah Alkitab, bukan Alkitab dibawah gereja. Maka gereja tetap harus mengajarkan kebenaran Injil Tuhan sebagai kekuatan dinamit yang membakar jemaat Tuhan untuk mengerjakan pemberitaan Injil ke seluruh dunia.
2. Gereja yang mau loving (44-45). Koinonia adalah berasal dari kata koinos yaitu bersekutu. Konsep bersekutu ini ditujukan untuk ke dalam dan ke luar. Membantu orang yang kesusahan di dalam gereja maupun di luar gereja. Ini seharusnya panggilan hidup yang semestinya gereja Tuhan kerjakan dengan setia. Justru banyak orang termasuk gereja acuh tak acuh dengan persoalan sosial seperti ini sehingga gereja hanya memikirkan apa yang dibutuhkan oleh menara gading mereka. Koinonia dapat dibagi menjadi 2 macam: pertama, kemiskinan total (Markus 10:21) seperti panggilan Francis Asisi atau Mother Theresa. Kedua, kaya dengan konsep yang benar. Di dalam Kisah Para Rasul pasal 5 ayat 4, Ananias dan Safira dihukum mati karena menipu Petrus yang sekaligus menipu Roh Kudus. Padahal Ananias dan Safira diperbolehkan kok hidup kaya tetapi juga harus mengingat tanggungjawabnya untuk mengasihi saudara mereka yang miskin dan membutuhkan. Juli 2009 saya kehilangan kamera saya di perbatasan Lowu-Shenzen, saya marah karena data foto2 yang ada di kamera tersebut sangat penting buat saya. Saya sharingkan perasaan ini kepada Ev. Claudia. Ia mengatakan ya sudah, mungkin mereka lebih membutuhkan duit daripada kamu, ya sudah relakan saja! Melalui statement beliau, Saya belajar bahwa kadang gereja selama ini hanya memperhatikan menara gadingnya sehingga lupa bahwa diluar sana banyak orang-orang yang sangat membutuhkan pertolongan sehingga mereka memilih jalur kriminalitas untuk bertahan hidup. Ketika bencana alam Tsunami melanda Aceh, ada seorang religius yang mengatakan bahwa Allah sedang menghukum umatnya agar bertobat. Lucunya, mereka memberikan komentar, dihukum ama Allah kok ditolong oleh orang beragama seperti yayasan SuZhi Foundation dari Taiwan dan World Vision. Menurut saya, justru ini panggilan gereja untuk menyatakan “loving” dengan aksi yang real, bukan omong kosong. Dalam hal ini, gereja masih harus banyak belajar mengasihi.
3. Gereja yang worshipping. Worship dalam gereja dibedakan menjadi dua macam yaitu formal dan informal. Keduanya semestinya berjalan secara seimbang dan disesuaikan menurut posisi masing-masing. Misalnya, setiap hari minggu kita pergi ke gereja, tetapi akhirnya kita mengambil keputusan tidak ke gereja karena kita melihat di TV ada khotbah mimbar agama kristen, ataupun kita download khotbah di internet dan kita mendengar khotbah tanpa harus pergi ke gereja. Justru Alkitab menyatakan bahwa kita harus concern dalam pertemuan-pertemuan ibadah karena ibadah bukanlah sebuah aktivitas individual saja, tetapi juga bersama saudara seiman. Ibadah formal perlu kita jalankan untuk mendidik kita menjalankan ibadah bersama rekan seiman. Kalo informal, saudara saat teduh, saudara mendengar khotbah di mp3 player dan sebagainya … itu baik, tetapi porsinya informal. Jadi informal tidak boleh menggantikan kehidupan formal. Ibadah formal tidak boleh meniadakan ibadah informal. Kedua, gereja harus seimbang dalam menekankan ibadah yang khusuk penuh khitmad dan sukacita (46). Hari ini banyak gereja timpang dalam menjalankan ibadah mereka karena mereka menilai worship dari perspektif yang berbeda. Pada dasarnya, mereka tidak lari dari poros utamanya, hanya realisasi ibadah mereka ditafsir bukan menurut pimpinan Roh Kudus tetapi menurut bakal maupun talenta yang ada pada mereka. Sukacita ditafsir seperti senangnya kita berada di dalam diskotik (rohani) maupun khusuk yang ekstreem seperti kita berada di dalam pemakaman. Harus ada keseimbangan yang tidak keluar jalur Firman Tuhan. Dalam hal ini, kita harus synchronize our self sesuai dengan apa yang Allah mau, bukan yang kita mau.
4. Gereja yang mau evangelizing. Jika kita melihat Kristus mendidik jemaat di dalam gereja dan Kristus juga memberitakan Injil di kapal, pinggir pantai, diatas bukit, rumah, dsb. Dalam hal ini gereja juga seharusnya mengerjakan panggilan penginjilan untuk jadikan semua bangsa murid Kristus dalam pengajaran dan pelayanan yang disertai oleh pimpinan Roh Kudus.

Dalam Kasih-Nya
Daniel Santoso
Xiamen, China

Examine Your Worship III

Worship yang biblical tidak bisa lepas dari sebuah panggilan Allah yang signifikan di dalam rencana kekal Allah yang berdaulat untuk mengasihi dan melayani Allah yang telah menciptakan mereka dengan takut kepada Tuhan dan berpegang pada perintah-perintah-Nya (Pengkhotbah 12:13) bagi kemuliaan Allah, bagi generasi penerus dan bagi pengaruh masa depan lebih setia kepada Sang Pencipta. Oleh karena itu, worship tidak lepas dari apa yang namanya worldview (cara pandang manusia melihat dunia dengan prinsip fondasional). Worldview mempertanyakan berbagai pertanyaan basic yang penting dalam hidup kita sebagai manusia:
a. Is there a God?
b. who am i?
c. why I am here?
d. what is meaning of my life?
e. where did we come from?
f. what is wrong with the world?
g. how can we fix it?

Bagaimana orang kristen harus berperan dalam hal ini? Richard Neibuhr dalam bukunya “Christ and Culture” membagi ke dalam 5 relasi Kristus dan Kultur.

a. Relasi Oposisi – melawan kebudayaan
b. Relasi Persetujuan – memiliki hubungan dengan kebudayaan
c. Relasi Kristus diatas Kebudayaan – dalam setiap kultur masih ada beauty of Christ
d. Relasi Tension – ada paradoxical condition
e. Relasi Transformasi – adanya pembaharuan budaya.

Mana konsep yang biblical?

Alkitab mengajarkan Relasi Menebus – ada penebusan kebudayaan. Dalam hal ini penebusan harus didasarkan diatas nama Yesus Kristus sebagai:

a. Raja – kita harus taat akan Kristus sebagai “the ultimate king” yang memiliki otoritas atas natural dan spiritual (1 Petrus 5:2, 1 Timotius 3).
b. Imam – Kristus mempresentasikan dirinya sebagai persembahan yang sempurna dan kudus untuk menebus dosa manusia sekali tuk selamanya (1 Korintus 10:16, 1 Timotius 2).
c. Nabi – Kristus adalah The Incarnate Word maka melalui-Nya, gereja menerima otoritas untuk memberitakan Injil (Roma 10:4, 1 Timotius 1).

Di China, ada organisasi kristen Protestan (Protestant Chinese Organization) yang memberikan data dari China Christian Council bahwa 15 juta orang kristen baru dibaptis pada tahun 1980. Tetapi angka tersebut tidak akurat karena gereja bawah tanah yang tidak established justru telah membaptis lebih dari 80 juta orang kristen. Begitu juga saat Catholic Patriotic Asscociation di tahun yang sama telah membaptis 6 juta orang kristen baru. Angka tersebut juga tidak akurat karena gereja bawah tanah katolik justru telah membaptis lebih dari 21 juta orang kristen baru. Inilah kebangunan rohani di China setelah revolusi kebudayaan tahun 1960 sampe tahun 1979 kebangunan rohani dimulai. Sekarang jika kita lihat, banyak orang kristen ada di embassy-embassy luar negeri maupun para bisnisman seperti Zhang Jian, CEO Haier. Yang paling membuat saya kagum adalah Desember 2002, Beijing Forbidden City Concert Hall mementaskan konser musik Handel yaitu Messiah yang dipimpin oleh conductor lokal yaitu Su Wen Xing, beliau adalah konduktor kristen yang berusaha keras agar Messiah dapat didenggungkan di Beijing. Ini luar biasa! Saat manusia berdosa ditebus oleh Kristus, mereka menebus kultur yang salah dan membangun kultur yang benar untuk memuliakan nama Tuhan. Puji Tuhan!

Sebagai orang kristen, Kita percaya bahwa cara pandang kekristenan haruslah berpusat kepada Alkitab sebagai Firman Tuhan yang menyatakan identitas satu-satunya Allah yang benar yang menjadi creator dan sustainer dari seluruh aspek kehidupan manusia baik sejarah, matematika, science, bahasa, logika, musik, termasuk ibadah. Seluruh aspek kehidupan manusia ada kebenaran Tuhan asal semuanya didasari dari konsep worldview yang benar. Misalnya, matematika mengajarkan bahwa kita dapat belajar melihat Allah mengatur segala sesuatunya dengan baik dan teratur sehingga tidak berkontradiksi satu dengan lainnya. Sejarah mengajarkan kita bahwa Allah hidup di dalam sejarah dan ia menyertai manusia di dalam sejarah sampai hari ini.. Bahasa mengajarkan kita bahwa Allah memberikan komunikasi agar manusia dapat berelasi dengan Allah dan sesamanya. Science justru membawa kita lebih mengenal Allah yang berkuasa mengatur segala sesuatu di alam semesta dengan makna-makna ciptaan yang limpah dengan segala maknanya. Ironisnya, sejak manusia jatuh ke dalam dosa, manusia cenderung mempertanyakan akurasi definisi Allah yang dianggap kurang “relevan” dengan fakta-fakta zaman yang terus berubah. Misalnya, Dan Brown menulis novel “Angel and Demon” yang mengisahkan ada pertentangan antara faith dengan science, apakah benar demikian? Justru pertentangan muncul karena asumsi manusia yang telah dikuasai dosa menyebabkan hadirnya pertentangan tersebut, jadi penyebab utama karena manusia tidak kembali kepada standar Allah dalam melihat relasi tersebut. Itulah humanistic worship.

Humanistic worship mendasarkan setiap konsep kedaulatannya di tangan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa sehingga semuanya dapat “berevolusi” dalam kebodohan manusia menggunakan kekreatifan dosa mereka dalam menentukan worship mereka sehingga gol mereka bukanlah melakukan apa yang Tuhan mau melainkan apa yang mereka mau yaitu popularitas, bukan signifikan dalam rencana Tuhan Allah.Saya banyak bertanya kepada para mahasiswa, setelah lulus, what is next? Mereka dengan antusias mengatakan “now it is time to get a good job and success”. Sebenarnya saya juga memikirkan hal yang sama 20 tahun yang lalu. Saya ingin menjadi seorang seniman yang populer. Tetapi saya sadar, itu bukan panggilan hidup saya. Popularitas bukanlah esensi dari panggilan hidup orang kristen. Justru, to be a man of significance, itulah gol yang Tuhan mau. Adakah kalian menyadari pentingnya to be a man of significance daripada popularitas?

Pentingnya to be a man of signicance is to be a true worshipper! Dalam hal ini, kita harus menyadari worldview kita sebagai orang kristen yang menyembah kepada satu-satunya Allah yang benar.

a. CREATION. Allah adalah Sang Pencipta dan manusia adalah ciptaan Allah yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Manusia didesign oleh Allah untuk memerintah alam semesta dan bersekutu dengan Allah (Kejadian 1:27-28, 2:15).
b. FALL. Ironis, manusia jatuh ke dalam dosa karena iklan dosa dan keputusan bodoh manusia melakukan aksi pemberontakan kepada Allah dan mengasihi dunia dengan konsep kemandirian yang created, limited, polluted (Stephen Tong) sehingga tindakan dosa menyebabkan evil yang merusak hubungan manusia dengan Allah, sesamanya dan seluruh alam semesta. (Kejadian 3).
c. REDEMPTION. Tidak ada pengharapan bagi manusia untuk dapat kembali kepada originalitas Allah karena seluruh konsep worship manusia telah berdosa dan inisiatif manusia tidak dapat membawa manusia kembali kepada Allah. Satu-satunya jalan yaitu kerelaan Allah turun ke dalam dunia untuk menebus dosa manusia melalui karunia penebusan Yesus Kristus sebagai satu-satunya jalan,kebenaran dan hidup yang membawa manusia kembali kepada Allah Bapa. (Kejadian 3:15, Lukas 19:10, Yesaya 5:17-25).

Jadi, bagaimana kita sebagai orang kristen hidup di dalam dunia ini? Semua hanya karena Anugerah allah yang menjadi foundation of reformed worldview dan menjadi power of reformed worship of life bagi setiap kita untuk memuliakan Tuhan dan menikmati Tuhan, hanya di dalam Kristus sebagai satu-satunya jalan, kebenaran dan hidup. Tanpa Kristus, saudara dan saya tidak akan pernah dapat membuktikan apapun (Cornelius Van Til), termasuk Worship.

In Christ
Daniel Santoso
Guangzhou, China

Monday, July 27, 2009

Examine Your Worship 2

Diskusi “Worship” masih terus berlanjut sehingga materi pembicaraan pun semakin meluas. Tidak sedikit para scholars tidak henti-hentinya memberikan argumentasi akademis untuk menginterpretasi tema populer yang klasik ini. Ketika saya masih studi di Reformed Institue, saya berkesempatan membaca buku dari John Macarthur tentang Worship, Pembahasan Worship dari Macarthur sungguh memberikan spiritual insight kepada saya untuk melihat betapa krusialnya ibadah yang benar di hadapan Allah dan betapa kasihannya manusia memberikan ibadah yang tidak diperkenan oleh Allah. Melalui refleksi ini, saya hendak menuangkan spiritual insight tersebut.

Saya mempercayai bahwa worship harus dipahami oleh manusia di dalam totalitas seluruh dimensi kehidupan manusia. Kita tidak dapat mengkotak-kotakan worship hanya di dalam konteks ibadah saja, meskipun included. Pemahaman ini membekas dalam filsafat hidup saya sejak tulisan Nicholas Wolterstroff mengukir statement terbaiknya dalam perenungan pribadi saya mengenai worship yaitu presenting one life to God. Statement Wolterstroff ini kelihatannya sederhana sehingga kita terjebak dalam menganggap statement ini mudah diketahui oleh setiap orang kristen, tetapi realita justru membuktikan bahwa banyak orang kristen justru tidak mengerti dan melaksanakan sebuah aplikasi atas kesederhanaan worship tersebut. Jika demikian, apakah orang kristen dapat menganggap definisi worship dengan mudah? I don't think so. Mungkin respon yang benar adalah kita masuk ke dalam pergumulan spiritual yang kontemplatif dalam mengerti prinsip Firman Tuhan plus kenikmatan penuh sukacita menerima prinsip Firman Tuhan serta melaksanakan Firman Tuhan dengan “full confidience”. Jika demikian, bagaimana saya dapat mengerti worship yang salah dan worship yang benar?

Macarthur memaparkan bahwa ada empat macam konsep worship yang tidak dapat diterima Allah yaitu:

1. Penyembahan kepada Allah palsu. (Keluaran 34:14). Dalam Hukum Taurat Musa, Perintah 1 tertulis “Jangan ada padamu allah lain dihadapan-Ku”. Di luar Allah, semua adalah allah-allah palsu. Bagi Tuhan, itu kekejian, kejijikan! Dalam seri khotbah saya mengenai “Sepuluh Perintah Allah”, saya mengatakan bahwa “Jika kita menyembah allah-allah lain maka kita sedang melakukan sebuah “ rebellious plan” guna melepaskan diri kita dari pengaruh Allah dan tentu saja saat kita telah menyusun “rebelious plan” tersebut maka kita telah mengambil sebuah “decission” untuk tidak mau bergantung kepada Allah sehingga kita melanggar perintah Tuhan dan melakukan pelanggaran berdasarkan “rebelious plan” yang menurut saya itu baik, yaitu melegalkan penyembahan terhadap allah-allah lain”. Dalam Surat Roma, Paulus mengajarkan bahwa manusia telah menggantikan Allah dengan allah yang fana (Roma 1:21-23) dan Allah menyerahkan mereka kepada “kecemaran” (Roma 1:24), hawa nafsu yang memalukan (Roma 1:26), pikiran yang terkutuk (Roma 1:28) dan menerima penghakiman tanpa ampun ( Roma 1:32-2:1). Mungkin terlintas di dalam benak kita untuk mempertanyakan “kenapa Allah tega menyerahkan manusia kepada kecemaran, hawa nafsu yang memalukan, pikiran terkutuk dan menerima penghakiman tanpa ampun?”. Bagaimana kita menjawabnya? Seharusnya kita balik bertanya kepada diri kita sendiri “kenapa manusia tega melawan Allah?”. Trouble maker ada disini! Manusia, engkaulah trouble makernya! Allah senantiasa memberikan edukasi kepada manusia agar mereka menyadari betapa terbatas limitasi manusia di hadapan Allah yang unlimited.

2. Penyembahan kepada Allah yang benar dalam bentuk yang salah. (Keluaran 32:7-8). Bangsa Israel telah tahu Allah Yahweh tetapi ibadah mereka bukannya kepada direct kepada Allah Yahweh, tetapi mereka justru menyembah anak lembu emas. Kenapa mereka bisa memilih anak lembu emas? Apa signifikansi anak lembu emas dalam kehidupan bangsa Israel? Mereka memiliki kepercayaan kepada Allah tetapi mereka justru masuk ke dalam bentuk kekafiran. Kenapa anak lembu emas tersebut kafir? Itu bukan konsep Firman Tuhan! Itu adalah penyembahan orang Mesir terhadap Apis atau Serapis alias dewa kesuburan bangsa Mesir. Kenapa mereka bisa menyembah Serapis? Mereka resah. Rupanya keresahan mereka menunjang perubahan paradigma mereka menyembah Yahweh dengan anak lembu emas. Bukankah hal ini terjadi dalam kehidupan gerejawi hari ini? Gereja resah karena generasi muda lebih suka MTV style. Keresahan gereja menyebabkan gereja merubah paradigma untuk “me-deformasikan” diri menjadi “budak”. Gereja menyembah Allah dalam bentuk “pop-culture” dan membentuk gaya hidup kristen yang sekuler dan instan. Pernahkah mereka merenungkan bahwa pop culture dan secularism adalah “anak lembu emas” modern? Gereja seharusnya mereformasi diri menjadi representative Allah untuk mendidik jemaat bagaimana memuliakan Allah dengan benar dan berkenan di hadapan Allah dalam bentuk yang benar yaitu menaati apa yang Firman Tuhan ajarkan. Gaya hidup sekuler dari orang kristen sangat dirasakan oleh “the drunken priest” dari dunia maya yaitu Mangucup. Ia mengatakan bahwa hari ini handphone dan komputer menjadi anak lembu “digital” kita. Semestinya kita menjadi tuan atas handphone dan komputer, ironisnya kita justru jadi budak dari handphone dan komputer sampai-sampai suami, istri, anak, jemaat, gereja dilalaikan.

3. Penyembahan kepada Allah yang benar tetapi dengan cara “sendiri”. (Matius 15:3). Orang Farisi mencoba menyembah Allah Yahweh dengan sistem hukum mereka sendiri. Sebagai contoh: hukum Taurat menetapkan bahwa hari Sabat harus dikuduskan, dan pada hari itu tidak ada pekerjaan yang boleh dilakukan. Orang Farisi memberikan hukum-hukum kecil atas hukum Taurat dengan definisi-definisi legalisme yang kurang signifikan. Misalnya, membawa beban di hari sabat adalah bekerja, menolong seseorang jatuh ke parit di hari sabat adalah bekerja, menolong orang sakit di hari sabat adalah bekerja. Jadi bekerja di hari Sabat adalah melawan hukum Taurat. Inilah hukum-hukum legalisme Farisi yang ada isinya ribuan tafsiran hukum yang disebut Talmud. Inilah hukum taurat yang dikecam oleh Yesus, bukan 10 Hukum Taurat. Melihat fenomenal Talmud, bagaimana dengan worship dewasa ini? Bukankah hari ini banyak orang mengatakan bahwa kami sedang worshipping God tetapi cara kita masih memakai interpretasi self-centered. Kita tidak rela mengikuti cara Tuhan. Fenomena musik hymne atau musik kontemporer dimengerti bukan sesuai dengan cara Tuhan, tetapi mereka bersitegang menurut asumsi keras mereka masing-masing. Cara sendiri tidak menyelesaikan masalah. Kita harus kembali kepada cara Tuhan melihat Worship. Setiap kali travelling ke berbagai kota, Kathedral menjadi salah satu tempat favorit saya. Semakin saya merenung ,saya semakin meyakini bahwa musik paling indah bukan dari produksi sekuler. Musik paling indah adalah musik gerejawi. Musik yang sakral dan ada pengajaran didalam lagu tersebut. Mereka mengerti musik, mengerti doktrin dibalik musik tersebut, mengajarkan doktrin melalui musik tersebut. Saya bersyukur bisa melihat Andrew Johnston, runner up dari Britain Got Talents 2008. Seorang solois gereja yang membawa musik gereja kepada penonton talent show tersebut. Meskipun saya berbeda keyakinan dengan Johnston, tetapi saya belajar melihat sebuah refleksi bahwa itulah sebenarnya tugas gereja – mengarami dunia dan menjadi terang dunia. Identitas musik gerejawi jelas dalam cara gerejawi yang tunduk kepada Firman. Itulah worship yang sejati.

4. Penyembahan kepada Allah yang benar, dengan cara yang benar, bentuk yang benar tapi dalam sikap yang tidak benar. (Maleakhi 1). Di dalam kitab Maleakhi, Allah mencela bangsa Israel karena mereka mengenal Allah Yahweh tetapi mereka meremehkan ibadah mereka dengan ucapan yang sembrono serta memberikan korban yang “kurang berkenan di hadapan Tuhan”. Korban yang sakit, timpang, cacat dipersembahkan kepada Allah. Dari bagian ini, bagaimana gereja merefleksikannya dalam konteks hari ini? Gereja harus menyadari bahwa gereja harus tahu bentuk, cara dan sikap yang benar dalam worship kepada Allah. Meskipun bentuk dan cara udah benar tetapi sikap tidak benar, Allah tetap tidak terima sikap worship mereka. Bagaimana saudara memandang worshipmu pribadi kepada Allah? Seringkali kita memberikan “excuse” kepada diri sendiri untuk melegalkan sebuah spirit “pokoknya” apa yang ada di dalam diri kita, kita berikan semuanya untuk kemuliaan Tuhan. Bukankah Tuhan melihat hati kita? Memang, Tuhan melihat hati kita tetapi setiap apa yang ada dalam worship kita juga adalah cerminan dari hati kita juga. Seringkali kita gak mau belajar untuk memberikan yang terbaik buat Tuhan, kita hanya melihat apa yang ada padaku yang terbaik, itulah yang kuberikan kepada Allah.

Sebuah intermezzo, Hari ini saya sedang merenungkan sebuah risalah dari pemikir Indonesia yang telah dikenal naik nasional maupun internasional, Goenawan Mohamad. Dalam bukunya, Tuhan & Hal-Hal yang Tak Selesai, Goenawan Mohamed menuliskan di hal 71 … di lorong yang berliku di sekitar kanal-kanal di Rosse Buurt, orang lewat setiap hari, sebagian acuh tak acuh, sebagian menatap, hampir semuanya tidak terkejut, melihat para pelacur duduk atau berdiri seperti boneka toko pakaian dengan kutang terus terang dan rok minimal … Amsterdam tak mengutuk. Mungkin kota ini tak hendak mengutuk dan mengusir mereka sejak 500 tahun yang lalu, ketika para kelasi dari pelbagai bangsa mulai datang memenuhi nafsu syahwatnya di bandar ini. Kini wilayah yang terletak tak sampai satu kilometer dari Istana Ratu itu tampak lumrah … sebuah tanda bahwa pada akhirnya dosa bukanlah urusan kantor walikota. Dari jembatan yang menyeberangi salah satu kanal disisi lama kota itu tampak sosok Oude Kerk, “Gereja Tua” seperti hantu Gothis. Dibangun abad 13, ia bukan lagi tempat ibadah, tapi ruang konser dan pameran tahunan World Press Photo- juga saksi, dengan agama maupun tanpa agama, tak dapat memusnahkan perselingkuhan dan percabulan ….

Bagaimana saudara merenungkan tulisan diatas? Realistis! Jika gereja tidak mengajarkan kebenaran yang benar untuk menyembah Allah yang benar, dengan bentuk yang benar, dengan cara yang benar, dengan sikap yang benar, cepat atau lambat …gereja bukan lagi tempat ibadah, tetapi tempat pertunjukan badut-badut “rohani” yang menjadi saksi kerusakan worship manusia kepada Allah. Kiranya Tuhan menolong kita semua … be a good worshipper.

Bersambung …

Dalam Kasih-Nya
Daniel Santoso
Beijing, China

Examine Your Worship 1

Tema “Worship” tidak pernah habis-habisnya dibicarakan oleh jemaat kristen baik dari gereja konservatif sampai gereja “emerging”. Seakan-akan “Worship” tidak pernah menjadi tema yang memuaskan semua orang dari berbagai denominasi, khususnya kristen. Sayangnya, perbincangan “Worship” yang kelihatan menarik itu hanyalah membicarakan sebuah permasalahan aplikatif yaitu boleh atau tidak, khususnya dalam pemakaian lagu-lagu kontemporer dan alat musik kontemporer dalam gereja. Worship bukanlah sebuah aktivitas rohani yang kita kerjakan di gereja dalam temporal waktu 1-2 jam saja. Dalam Markus 12:28-33, Tuhan Yesus memberikan perintah untuk: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan segenap akal budimu dan dengan segala kekuatanmu … Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama daripada kedua hukum ini”.Pernahkah setiap kita mengutamakan definisi dari kebenaran ini lebih daripada urusan musik?

Dalam Bahasa Ibrani, istilah “Worship” memakai istilah “Shachah” artinya to bow down. Dalam bahasa Yunani, istilah “Worship” memakai istilah “'προσκυνέω- Proskuneo”. Menurut New American Standard Bible, “Proskuneo” diterjemahkan menjadi “to bow down, bow down before and bowing before” atau secara literal “to blow a kiss.” Dalam Injil Matius 28:9 “memeluk kaki-Nya” dan Markus 15:19 “sujud menyembah-Nya”, bagian ini bukan dipahami secara literal tetapi menunjukkan respon anak-anak Tuhan di hadapan Allah untuk “giving honor and respect to God” (Kejadian 19:1,Keluaran 18:7). Berbicara tentang respek, banyak kebudayaan yang menekankan “giving honor and respect” seperti orang Tiongkok dan orang Jepang. Dalam kebudayan Tiongkok dan Jepang, saat mereka menjalani hidup sesuai tradisi adalah kehormatan tertinggi bagi mereka. Jika ada tradisi asing masuk ke dalam kehidupan mereka, kewaspadaan penuh disiagakan demi kelestarian tradisi yang mereka hormati. Hari ini, bagaimana orang kristen memandang “Worship” mereka? Apakah mereka betul-betul tersungkur di hadapan Tuhan dan memberikan penghormatan dan respek kepada Allah dengan penuh kewaspadaan terhadap dunia? Atau mereka menjalankan ibadah dengan “pokoknya” beribadah kepada Allah?

Dalam Keluaran 30:34, Allah berfirman kepada Musa “Ambillah wangi-wangian, yakni getah damar, kulit lokan dan getah rasamala, wangi wangian itu serta kemenyan yang tulen, masing-masing sama banyaknya. Semuanya ini haruslah kaubuat menjadi ukupan, suatu campuran rempah-rempah, seperti buatan tukang campur rempah-rempah, digarami, murni dan kudus …”

Pertama, Worship adalah mengenai apa yang Tuhan mau, bukan yang manusia suka. Hari ini banyak dari kita suka datang ke gereja bukan mengutamakan apa yang Tuhan mau, tetapi mereka hanya mencari apa yang mereka mau. Ketika saya melihat mendengar sebuah kabar bahwa saat rekan pelayanan kami di beijing mau masuk ke apartemen sekretariat MRII Beijing untuk beribadah, ia melihat sekumpulan anak-anak Indonesia berada di lokasi dekat sekretariat, Saat mereka melihat apartemen kami, penilaian mereka adalah tempatnya jelek banget maka mereka pulang meninggalkan lokasi. Saat salah satu rekan kami memberitahukan hal tersebut kepada saya, ada sebuah perasaan sedih … bukan karena supaya ada yang bisa dengar khotbah yang saya sampaikan, tetapi mereka datang bukan untuk mencari Tuhan dan Kebenaran-Nya, mereka mencari fasilitas gereja yang baik untuk mereka, mereka mencari suasana ibadah yang baik buat mereka, mereka mencari program gereja yang bagus dan menarik untuk diikuti, mereka mencari kenikmatan kursi empuk dalam kebaktian. Pertanyaannya adalah apakah Tuhan berkenan atas motivasi seperti itu?

Kedua, Worship tanpa kekudusan adalah tidak diperkenan Allah. (Keluaran 30:38).34-38) Wewangian hanya ada di ruang tabernakel karena itulah tempat kudus Tuhan. Wewangian menjadi simbol worship yang membedakan tabernakel dengan dunia. dimanakah kekudusan dalam worship kita semua hari ini? Kita terlalu santai dan longgar dalam menjalankan worship kepada Allah yang kudus. Ada yang mengatakan, Tidak ada standar mutlak yang kita tanamkan dalam Worship kita kepada Tuhan, pokoknya Tuhan lihat hati dan motivasi kita, itu cukup? Tidak! Ikut standar Tuhan maka kita baru dapat melayani dengan hati dan motivasi benar. Kekudusan Allah dimengerti oleh setiap kita di dalam confession, mengakui dosa cemar,

Ketiga, Ibadah dimulai dari hati yang hancur dan hati penuh penyesalan di hadapan Allah. Kesadaran diri berdosa adalah seruan pembongkaran diri kita di hadapan Allah bahwa kita manusia berdosa yang datang kepada Tuhan, bukan karena manusia dapat menemukan Allah, justru Allah telah datang terlebih dahulu dan menemukan kita. Kenapa kita harus melakukan pengakuan dosa setiap kita beribadah di dalam gereja? Justru kita harus mengenal Allah dan diri kita secara seiring maka kita akan mengingat perbedaan kualitatif antara Allah dan manusia, sehingga kita belajar untuk rendah hati menyembah Allah.

Keempat, Worship leader dan Musician harus memiliki roh yang sama melayani Tuhan, hikmat, pengertian, pengetahuan dan skill untuk mengerjakan pelayanan. Allah layak menerima pelayanan yang terbaik., termasuk musik. Mereka harus tahu pelayanan musik yang terbaik dan instrumen musik yang terbaik, bukan yang menurut mereka baik. Terkadang mereka menganggap mereka dapat melayani melalui apa yang mereka suka, Itu tidak cukup! Segala sesuatu memang baik tetapi apakah setiap hal yang baik dalam hidup kita adalah benar diperkenan oleh Tuhan? Kita terlalu banyak mengeraskan hati di saat Tuhan menolak apa yang kita sukai sehingga kita mengambil jalan pintas bahwa Allah khan transforming culture, jadi semua culture khan bisa dipakai untuk kemuliaan Tuhan? Itulah excuse yang selalu kita dengungkan pada saat kita sudah sampai pada jalan buntu dalam melegalitaskan kesukaan kita. Apalagi kalo kita gembar gembor mengatakan bahwa kita harus merobohkan dan membangun kembali culture. Pertanyaan saya sederhana saja, kita bangun apa? Dengan apa? Bagaimana kita membangunnya? Jangan-jangan kita banyak gembar gembor tapi sendirinya tidak tahu lagi gembar gemborin apa! Kalau musik dangdut kita mau robohkan dan bangun kembali, tapi hasilkan dangdut rohani, itu bukan merobohkan dan membangun kembali tetapi merenovasi dangdut jadi rohani. Kalo demikian, apanya yang dirobohkan? Worship leader dan Musician harus tahu jelas kenapa mereka harus melayani dengan musik gereja yang benar karena mereka adalah pelayan Tuhan yang mengerjakan apa yang diperkenan oleh Tuhan, bukan diri mereka. Jika tidak, celakalah mereka! Bukan melayani dengan apa yang mereka bisa saja, tetapi belajar menyangkal diri tuk belajar memberikan yang lebih baik kepada Tuhan.


Kelima, Worship tidak dipakai untuk entertaiment ataupun bisnis. Entertaiment maupun bisnis memiliki potensi besar menjadi allah lain di dalam kehidupan kita sebagai manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Justru dalam hukum Taurat, Perintah 1 berbunyi “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku”. Salah satu bagian dalam worship yang memiliki potensi menjadi allah dalam hidup kita adalah musik. Suatu hari saya mengunjungi Campus Bookstore, Taipei, Taiwan, banyak dvd-dvd rohani yang memakai “praise and worship” hanya dalam konser musik akbar, saya perhatikan satu persatu baik dari Singapore, Indonesia, Taiwan, Amerika Serikat, Australia. Inilah tersentak dengan sebuah kalimat dalam hati “inilah semangat emerging church” … mereka menekankan worship kepada Allah, itu baik tetapi mereka tidak menekankan Firman Tuhan lebih utama, itu tidak benar! Alkitab mengajarkan setiap nabi dan rasul bukan untuk “praise and worship” tetapi mengajarkan Firman Tuhan, memberitakan Firman Tuhan, mengembalakan dengan Firman Tuhan. Inilah substansi “Worship” yang sebenarnya. Kesedihan saya adalah banyak anak muda tidak rela menerima konsep substansi yang kaku ini. Mereka lebih suka “Worship” dihubungkan dengan style “spirit of sharing the Word of God” dengan pengalaman pribadi dan perasaan mereka sebagai pemuda kristen. Dalam hal ini, musik menjadi sarana mereka untuk mengekpresikan “Worship” menurut pengalaman dan emosional mereka. Ini salah kaprah! Justru Yesus mengajarkan bagaimana penyembah yang benar harus menyembah dengan Roh dan Kebenaran (Yohanes 4:23). Dalam hal ini, “Worship” harus selaras dengan “The Word of God”. Jika saudara melihat ke dalam sejarah musik gerejawi, saudara akan menemukan bahwa komponis-komponis hymnes adalah formal pastor (Charles Wesley, John Newton, Horatius Bonar, Issac Watts,etc) dan kaum awam yang memiliki “theological learning” (Fanny Crosby, Kenneth Morris, Albert Osborn,etc). Jika saudara lihat hasil komposisi musik mereka bukan untuk bisnis maupun memperoleh profit. Justru musik yang mereka hasilkan didasarkan dari Roh Tuhan yang memberitakan Firman kepada mereka sehingga mereka berespon melalui theological learning and music. Jadi, musik bukan hanya dihasilkan dari melodi melankolik dan rythmn kita tetapi bagaimana Roh Kudus memimpin pikiran dan emosi saya memimpin saya untuk menulis komposisi musik untuk kemuliaan nama Tuhan melalui Alkitab. Puji Tuhan! Belajarlah dari sejarah maka kita akan banyak menemukan musik hymnes lebih doktrinal daripada sebagian musik kontemporer hari ini. Jadi, mau jadi musikus gereja, belajar teologi baik-baik untuk memuliakan Tuhan dengan lebih benar di hadapan Allah.

Bersambung …

Dalam Kristus
Daniel Santoso
Beijing, China

Peran Gereja dalam Dunia  Yoh 8:21-29, 30-32 Bagaimanakah seharusnya gereja berperan di dalam dunia ini? Khususnya Hamba Tuhan, jemaat, dan ...