Monday, July 27, 2009

Examine Your Worship 2

Diskusi “Worship” masih terus berlanjut sehingga materi pembicaraan pun semakin meluas. Tidak sedikit para scholars tidak henti-hentinya memberikan argumentasi akademis untuk menginterpretasi tema populer yang klasik ini. Ketika saya masih studi di Reformed Institue, saya berkesempatan membaca buku dari John Macarthur tentang Worship, Pembahasan Worship dari Macarthur sungguh memberikan spiritual insight kepada saya untuk melihat betapa krusialnya ibadah yang benar di hadapan Allah dan betapa kasihannya manusia memberikan ibadah yang tidak diperkenan oleh Allah. Melalui refleksi ini, saya hendak menuangkan spiritual insight tersebut.

Saya mempercayai bahwa worship harus dipahami oleh manusia di dalam totalitas seluruh dimensi kehidupan manusia. Kita tidak dapat mengkotak-kotakan worship hanya di dalam konteks ibadah saja, meskipun included. Pemahaman ini membekas dalam filsafat hidup saya sejak tulisan Nicholas Wolterstroff mengukir statement terbaiknya dalam perenungan pribadi saya mengenai worship yaitu presenting one life to God. Statement Wolterstroff ini kelihatannya sederhana sehingga kita terjebak dalam menganggap statement ini mudah diketahui oleh setiap orang kristen, tetapi realita justru membuktikan bahwa banyak orang kristen justru tidak mengerti dan melaksanakan sebuah aplikasi atas kesederhanaan worship tersebut. Jika demikian, apakah orang kristen dapat menganggap definisi worship dengan mudah? I don't think so. Mungkin respon yang benar adalah kita masuk ke dalam pergumulan spiritual yang kontemplatif dalam mengerti prinsip Firman Tuhan plus kenikmatan penuh sukacita menerima prinsip Firman Tuhan serta melaksanakan Firman Tuhan dengan “full confidience”. Jika demikian, bagaimana saya dapat mengerti worship yang salah dan worship yang benar?

Macarthur memaparkan bahwa ada empat macam konsep worship yang tidak dapat diterima Allah yaitu:

1. Penyembahan kepada Allah palsu. (Keluaran 34:14). Dalam Hukum Taurat Musa, Perintah 1 tertulis “Jangan ada padamu allah lain dihadapan-Ku”. Di luar Allah, semua adalah allah-allah palsu. Bagi Tuhan, itu kekejian, kejijikan! Dalam seri khotbah saya mengenai “Sepuluh Perintah Allah”, saya mengatakan bahwa “Jika kita menyembah allah-allah lain maka kita sedang melakukan sebuah “ rebellious plan” guna melepaskan diri kita dari pengaruh Allah dan tentu saja saat kita telah menyusun “rebelious plan” tersebut maka kita telah mengambil sebuah “decission” untuk tidak mau bergantung kepada Allah sehingga kita melanggar perintah Tuhan dan melakukan pelanggaran berdasarkan “rebelious plan” yang menurut saya itu baik, yaitu melegalkan penyembahan terhadap allah-allah lain”. Dalam Surat Roma, Paulus mengajarkan bahwa manusia telah menggantikan Allah dengan allah yang fana (Roma 1:21-23) dan Allah menyerahkan mereka kepada “kecemaran” (Roma 1:24), hawa nafsu yang memalukan (Roma 1:26), pikiran yang terkutuk (Roma 1:28) dan menerima penghakiman tanpa ampun ( Roma 1:32-2:1). Mungkin terlintas di dalam benak kita untuk mempertanyakan “kenapa Allah tega menyerahkan manusia kepada kecemaran, hawa nafsu yang memalukan, pikiran terkutuk dan menerima penghakiman tanpa ampun?”. Bagaimana kita menjawabnya? Seharusnya kita balik bertanya kepada diri kita sendiri “kenapa manusia tega melawan Allah?”. Trouble maker ada disini! Manusia, engkaulah trouble makernya! Allah senantiasa memberikan edukasi kepada manusia agar mereka menyadari betapa terbatas limitasi manusia di hadapan Allah yang unlimited.

2. Penyembahan kepada Allah yang benar dalam bentuk yang salah. (Keluaran 32:7-8). Bangsa Israel telah tahu Allah Yahweh tetapi ibadah mereka bukannya kepada direct kepada Allah Yahweh, tetapi mereka justru menyembah anak lembu emas. Kenapa mereka bisa memilih anak lembu emas? Apa signifikansi anak lembu emas dalam kehidupan bangsa Israel? Mereka memiliki kepercayaan kepada Allah tetapi mereka justru masuk ke dalam bentuk kekafiran. Kenapa anak lembu emas tersebut kafir? Itu bukan konsep Firman Tuhan! Itu adalah penyembahan orang Mesir terhadap Apis atau Serapis alias dewa kesuburan bangsa Mesir. Kenapa mereka bisa menyembah Serapis? Mereka resah. Rupanya keresahan mereka menunjang perubahan paradigma mereka menyembah Yahweh dengan anak lembu emas. Bukankah hal ini terjadi dalam kehidupan gerejawi hari ini? Gereja resah karena generasi muda lebih suka MTV style. Keresahan gereja menyebabkan gereja merubah paradigma untuk “me-deformasikan” diri menjadi “budak”. Gereja menyembah Allah dalam bentuk “pop-culture” dan membentuk gaya hidup kristen yang sekuler dan instan. Pernahkah mereka merenungkan bahwa pop culture dan secularism adalah “anak lembu emas” modern? Gereja seharusnya mereformasi diri menjadi representative Allah untuk mendidik jemaat bagaimana memuliakan Allah dengan benar dan berkenan di hadapan Allah dalam bentuk yang benar yaitu menaati apa yang Firman Tuhan ajarkan. Gaya hidup sekuler dari orang kristen sangat dirasakan oleh “the drunken priest” dari dunia maya yaitu Mangucup. Ia mengatakan bahwa hari ini handphone dan komputer menjadi anak lembu “digital” kita. Semestinya kita menjadi tuan atas handphone dan komputer, ironisnya kita justru jadi budak dari handphone dan komputer sampai-sampai suami, istri, anak, jemaat, gereja dilalaikan.

3. Penyembahan kepada Allah yang benar tetapi dengan cara “sendiri”. (Matius 15:3). Orang Farisi mencoba menyembah Allah Yahweh dengan sistem hukum mereka sendiri. Sebagai contoh: hukum Taurat menetapkan bahwa hari Sabat harus dikuduskan, dan pada hari itu tidak ada pekerjaan yang boleh dilakukan. Orang Farisi memberikan hukum-hukum kecil atas hukum Taurat dengan definisi-definisi legalisme yang kurang signifikan. Misalnya, membawa beban di hari sabat adalah bekerja, menolong seseorang jatuh ke parit di hari sabat adalah bekerja, menolong orang sakit di hari sabat adalah bekerja. Jadi bekerja di hari Sabat adalah melawan hukum Taurat. Inilah hukum-hukum legalisme Farisi yang ada isinya ribuan tafsiran hukum yang disebut Talmud. Inilah hukum taurat yang dikecam oleh Yesus, bukan 10 Hukum Taurat. Melihat fenomenal Talmud, bagaimana dengan worship dewasa ini? Bukankah hari ini banyak orang mengatakan bahwa kami sedang worshipping God tetapi cara kita masih memakai interpretasi self-centered. Kita tidak rela mengikuti cara Tuhan. Fenomena musik hymne atau musik kontemporer dimengerti bukan sesuai dengan cara Tuhan, tetapi mereka bersitegang menurut asumsi keras mereka masing-masing. Cara sendiri tidak menyelesaikan masalah. Kita harus kembali kepada cara Tuhan melihat Worship. Setiap kali travelling ke berbagai kota, Kathedral menjadi salah satu tempat favorit saya. Semakin saya merenung ,saya semakin meyakini bahwa musik paling indah bukan dari produksi sekuler. Musik paling indah adalah musik gerejawi. Musik yang sakral dan ada pengajaran didalam lagu tersebut. Mereka mengerti musik, mengerti doktrin dibalik musik tersebut, mengajarkan doktrin melalui musik tersebut. Saya bersyukur bisa melihat Andrew Johnston, runner up dari Britain Got Talents 2008. Seorang solois gereja yang membawa musik gereja kepada penonton talent show tersebut. Meskipun saya berbeda keyakinan dengan Johnston, tetapi saya belajar melihat sebuah refleksi bahwa itulah sebenarnya tugas gereja – mengarami dunia dan menjadi terang dunia. Identitas musik gerejawi jelas dalam cara gerejawi yang tunduk kepada Firman. Itulah worship yang sejati.

4. Penyembahan kepada Allah yang benar, dengan cara yang benar, bentuk yang benar tapi dalam sikap yang tidak benar. (Maleakhi 1). Di dalam kitab Maleakhi, Allah mencela bangsa Israel karena mereka mengenal Allah Yahweh tetapi mereka meremehkan ibadah mereka dengan ucapan yang sembrono serta memberikan korban yang “kurang berkenan di hadapan Tuhan”. Korban yang sakit, timpang, cacat dipersembahkan kepada Allah. Dari bagian ini, bagaimana gereja merefleksikannya dalam konteks hari ini? Gereja harus menyadari bahwa gereja harus tahu bentuk, cara dan sikap yang benar dalam worship kepada Allah. Meskipun bentuk dan cara udah benar tetapi sikap tidak benar, Allah tetap tidak terima sikap worship mereka. Bagaimana saudara memandang worshipmu pribadi kepada Allah? Seringkali kita memberikan “excuse” kepada diri sendiri untuk melegalkan sebuah spirit “pokoknya” apa yang ada di dalam diri kita, kita berikan semuanya untuk kemuliaan Tuhan. Bukankah Tuhan melihat hati kita? Memang, Tuhan melihat hati kita tetapi setiap apa yang ada dalam worship kita juga adalah cerminan dari hati kita juga. Seringkali kita gak mau belajar untuk memberikan yang terbaik buat Tuhan, kita hanya melihat apa yang ada padaku yang terbaik, itulah yang kuberikan kepada Allah.

Sebuah intermezzo, Hari ini saya sedang merenungkan sebuah risalah dari pemikir Indonesia yang telah dikenal naik nasional maupun internasional, Goenawan Mohamad. Dalam bukunya, Tuhan & Hal-Hal yang Tak Selesai, Goenawan Mohamed menuliskan di hal 71 … di lorong yang berliku di sekitar kanal-kanal di Rosse Buurt, orang lewat setiap hari, sebagian acuh tak acuh, sebagian menatap, hampir semuanya tidak terkejut, melihat para pelacur duduk atau berdiri seperti boneka toko pakaian dengan kutang terus terang dan rok minimal … Amsterdam tak mengutuk. Mungkin kota ini tak hendak mengutuk dan mengusir mereka sejak 500 tahun yang lalu, ketika para kelasi dari pelbagai bangsa mulai datang memenuhi nafsu syahwatnya di bandar ini. Kini wilayah yang terletak tak sampai satu kilometer dari Istana Ratu itu tampak lumrah … sebuah tanda bahwa pada akhirnya dosa bukanlah urusan kantor walikota. Dari jembatan yang menyeberangi salah satu kanal disisi lama kota itu tampak sosok Oude Kerk, “Gereja Tua” seperti hantu Gothis. Dibangun abad 13, ia bukan lagi tempat ibadah, tapi ruang konser dan pameran tahunan World Press Photo- juga saksi, dengan agama maupun tanpa agama, tak dapat memusnahkan perselingkuhan dan percabulan ….

Bagaimana saudara merenungkan tulisan diatas? Realistis! Jika gereja tidak mengajarkan kebenaran yang benar untuk menyembah Allah yang benar, dengan bentuk yang benar, dengan cara yang benar, dengan sikap yang benar, cepat atau lambat …gereja bukan lagi tempat ibadah, tetapi tempat pertunjukan badut-badut “rohani” yang menjadi saksi kerusakan worship manusia kepada Allah. Kiranya Tuhan menolong kita semua … be a good worshipper.

Bersambung …

Dalam Kasih-Nya
Daniel Santoso
Beijing, China

Examine Your Worship 1

Tema “Worship” tidak pernah habis-habisnya dibicarakan oleh jemaat kristen baik dari gereja konservatif sampai gereja “emerging”. Seakan-akan “Worship” tidak pernah menjadi tema yang memuaskan semua orang dari berbagai denominasi, khususnya kristen. Sayangnya, perbincangan “Worship” yang kelihatan menarik itu hanyalah membicarakan sebuah permasalahan aplikatif yaitu boleh atau tidak, khususnya dalam pemakaian lagu-lagu kontemporer dan alat musik kontemporer dalam gereja. Worship bukanlah sebuah aktivitas rohani yang kita kerjakan di gereja dalam temporal waktu 1-2 jam saja. Dalam Markus 12:28-33, Tuhan Yesus memberikan perintah untuk: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan segenap akal budimu dan dengan segala kekuatanmu … Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama daripada kedua hukum ini”.Pernahkah setiap kita mengutamakan definisi dari kebenaran ini lebih daripada urusan musik?

Dalam Bahasa Ibrani, istilah “Worship” memakai istilah “Shachah” artinya to bow down. Dalam bahasa Yunani, istilah “Worship” memakai istilah “'προσκυνέω- Proskuneo”. Menurut New American Standard Bible, “Proskuneo” diterjemahkan menjadi “to bow down, bow down before and bowing before” atau secara literal “to blow a kiss.” Dalam Injil Matius 28:9 “memeluk kaki-Nya” dan Markus 15:19 “sujud menyembah-Nya”, bagian ini bukan dipahami secara literal tetapi menunjukkan respon anak-anak Tuhan di hadapan Allah untuk “giving honor and respect to God” (Kejadian 19:1,Keluaran 18:7). Berbicara tentang respek, banyak kebudayaan yang menekankan “giving honor and respect” seperti orang Tiongkok dan orang Jepang. Dalam kebudayan Tiongkok dan Jepang, saat mereka menjalani hidup sesuai tradisi adalah kehormatan tertinggi bagi mereka. Jika ada tradisi asing masuk ke dalam kehidupan mereka, kewaspadaan penuh disiagakan demi kelestarian tradisi yang mereka hormati. Hari ini, bagaimana orang kristen memandang “Worship” mereka? Apakah mereka betul-betul tersungkur di hadapan Tuhan dan memberikan penghormatan dan respek kepada Allah dengan penuh kewaspadaan terhadap dunia? Atau mereka menjalankan ibadah dengan “pokoknya” beribadah kepada Allah?

Dalam Keluaran 30:34, Allah berfirman kepada Musa “Ambillah wangi-wangian, yakni getah damar, kulit lokan dan getah rasamala, wangi wangian itu serta kemenyan yang tulen, masing-masing sama banyaknya. Semuanya ini haruslah kaubuat menjadi ukupan, suatu campuran rempah-rempah, seperti buatan tukang campur rempah-rempah, digarami, murni dan kudus …”

Pertama, Worship adalah mengenai apa yang Tuhan mau, bukan yang manusia suka. Hari ini banyak dari kita suka datang ke gereja bukan mengutamakan apa yang Tuhan mau, tetapi mereka hanya mencari apa yang mereka mau. Ketika saya melihat mendengar sebuah kabar bahwa saat rekan pelayanan kami di beijing mau masuk ke apartemen sekretariat MRII Beijing untuk beribadah, ia melihat sekumpulan anak-anak Indonesia berada di lokasi dekat sekretariat, Saat mereka melihat apartemen kami, penilaian mereka adalah tempatnya jelek banget maka mereka pulang meninggalkan lokasi. Saat salah satu rekan kami memberitahukan hal tersebut kepada saya, ada sebuah perasaan sedih … bukan karena supaya ada yang bisa dengar khotbah yang saya sampaikan, tetapi mereka datang bukan untuk mencari Tuhan dan Kebenaran-Nya, mereka mencari fasilitas gereja yang baik untuk mereka, mereka mencari suasana ibadah yang baik buat mereka, mereka mencari program gereja yang bagus dan menarik untuk diikuti, mereka mencari kenikmatan kursi empuk dalam kebaktian. Pertanyaannya adalah apakah Tuhan berkenan atas motivasi seperti itu?

Kedua, Worship tanpa kekudusan adalah tidak diperkenan Allah. (Keluaran 30:38).34-38) Wewangian hanya ada di ruang tabernakel karena itulah tempat kudus Tuhan. Wewangian menjadi simbol worship yang membedakan tabernakel dengan dunia. dimanakah kekudusan dalam worship kita semua hari ini? Kita terlalu santai dan longgar dalam menjalankan worship kepada Allah yang kudus. Ada yang mengatakan, Tidak ada standar mutlak yang kita tanamkan dalam Worship kita kepada Tuhan, pokoknya Tuhan lihat hati dan motivasi kita, itu cukup? Tidak! Ikut standar Tuhan maka kita baru dapat melayani dengan hati dan motivasi benar. Kekudusan Allah dimengerti oleh setiap kita di dalam confession, mengakui dosa cemar,

Ketiga, Ibadah dimulai dari hati yang hancur dan hati penuh penyesalan di hadapan Allah. Kesadaran diri berdosa adalah seruan pembongkaran diri kita di hadapan Allah bahwa kita manusia berdosa yang datang kepada Tuhan, bukan karena manusia dapat menemukan Allah, justru Allah telah datang terlebih dahulu dan menemukan kita. Kenapa kita harus melakukan pengakuan dosa setiap kita beribadah di dalam gereja? Justru kita harus mengenal Allah dan diri kita secara seiring maka kita akan mengingat perbedaan kualitatif antara Allah dan manusia, sehingga kita belajar untuk rendah hati menyembah Allah.

Keempat, Worship leader dan Musician harus memiliki roh yang sama melayani Tuhan, hikmat, pengertian, pengetahuan dan skill untuk mengerjakan pelayanan. Allah layak menerima pelayanan yang terbaik., termasuk musik. Mereka harus tahu pelayanan musik yang terbaik dan instrumen musik yang terbaik, bukan yang menurut mereka baik. Terkadang mereka menganggap mereka dapat melayani melalui apa yang mereka suka, Itu tidak cukup! Segala sesuatu memang baik tetapi apakah setiap hal yang baik dalam hidup kita adalah benar diperkenan oleh Tuhan? Kita terlalu banyak mengeraskan hati di saat Tuhan menolak apa yang kita sukai sehingga kita mengambil jalan pintas bahwa Allah khan transforming culture, jadi semua culture khan bisa dipakai untuk kemuliaan Tuhan? Itulah excuse yang selalu kita dengungkan pada saat kita sudah sampai pada jalan buntu dalam melegalitaskan kesukaan kita. Apalagi kalo kita gembar gembor mengatakan bahwa kita harus merobohkan dan membangun kembali culture. Pertanyaan saya sederhana saja, kita bangun apa? Dengan apa? Bagaimana kita membangunnya? Jangan-jangan kita banyak gembar gembor tapi sendirinya tidak tahu lagi gembar gemborin apa! Kalau musik dangdut kita mau robohkan dan bangun kembali, tapi hasilkan dangdut rohani, itu bukan merobohkan dan membangun kembali tetapi merenovasi dangdut jadi rohani. Kalo demikian, apanya yang dirobohkan? Worship leader dan Musician harus tahu jelas kenapa mereka harus melayani dengan musik gereja yang benar karena mereka adalah pelayan Tuhan yang mengerjakan apa yang diperkenan oleh Tuhan, bukan diri mereka. Jika tidak, celakalah mereka! Bukan melayani dengan apa yang mereka bisa saja, tetapi belajar menyangkal diri tuk belajar memberikan yang lebih baik kepada Tuhan.


Kelima, Worship tidak dipakai untuk entertaiment ataupun bisnis. Entertaiment maupun bisnis memiliki potensi besar menjadi allah lain di dalam kehidupan kita sebagai manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Justru dalam hukum Taurat, Perintah 1 berbunyi “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku”. Salah satu bagian dalam worship yang memiliki potensi menjadi allah dalam hidup kita adalah musik. Suatu hari saya mengunjungi Campus Bookstore, Taipei, Taiwan, banyak dvd-dvd rohani yang memakai “praise and worship” hanya dalam konser musik akbar, saya perhatikan satu persatu baik dari Singapore, Indonesia, Taiwan, Amerika Serikat, Australia. Inilah tersentak dengan sebuah kalimat dalam hati “inilah semangat emerging church” … mereka menekankan worship kepada Allah, itu baik tetapi mereka tidak menekankan Firman Tuhan lebih utama, itu tidak benar! Alkitab mengajarkan setiap nabi dan rasul bukan untuk “praise and worship” tetapi mengajarkan Firman Tuhan, memberitakan Firman Tuhan, mengembalakan dengan Firman Tuhan. Inilah substansi “Worship” yang sebenarnya. Kesedihan saya adalah banyak anak muda tidak rela menerima konsep substansi yang kaku ini. Mereka lebih suka “Worship” dihubungkan dengan style “spirit of sharing the Word of God” dengan pengalaman pribadi dan perasaan mereka sebagai pemuda kristen. Dalam hal ini, musik menjadi sarana mereka untuk mengekpresikan “Worship” menurut pengalaman dan emosional mereka. Ini salah kaprah! Justru Yesus mengajarkan bagaimana penyembah yang benar harus menyembah dengan Roh dan Kebenaran (Yohanes 4:23). Dalam hal ini, “Worship” harus selaras dengan “The Word of God”. Jika saudara melihat ke dalam sejarah musik gerejawi, saudara akan menemukan bahwa komponis-komponis hymnes adalah formal pastor (Charles Wesley, John Newton, Horatius Bonar, Issac Watts,etc) dan kaum awam yang memiliki “theological learning” (Fanny Crosby, Kenneth Morris, Albert Osborn,etc). Jika saudara lihat hasil komposisi musik mereka bukan untuk bisnis maupun memperoleh profit. Justru musik yang mereka hasilkan didasarkan dari Roh Tuhan yang memberitakan Firman kepada mereka sehingga mereka berespon melalui theological learning and music. Jadi, musik bukan hanya dihasilkan dari melodi melankolik dan rythmn kita tetapi bagaimana Roh Kudus memimpin pikiran dan emosi saya memimpin saya untuk menulis komposisi musik untuk kemuliaan nama Tuhan melalui Alkitab. Puji Tuhan! Belajarlah dari sejarah maka kita akan banyak menemukan musik hymnes lebih doktrinal daripada sebagian musik kontemporer hari ini. Jadi, mau jadi musikus gereja, belajar teologi baik-baik untuk memuliakan Tuhan dengan lebih benar di hadapan Allah.

Bersambung …

Dalam Kristus
Daniel Santoso
Beijing, China

Peran Gereja dalam Dunia  Yoh 8:21-29, 30-32 Bagaimanakah seharusnya gereja berperan di dalam dunia ini? Khususnya Hamba Tuhan, jemaat, dan ...