Monday, November 29, 2010

Understanding Your Sloth/ Laziness

Berita-berita Indonesia memberikan rapor merah terhadap anggota-anggota DPR yang sering bolos dalam mengikuti rapat paripurna, tidak cekatan dalam pelaporan kekayaan mereka maupun pengurusan NPWP anggota-anggota DPR, tidak ada inisiatif untuk mengerjakan tugas ideal wakil rakyat untuk membawa aspirasi rakyat untuk digodok dalam rapat wakil rakyat. Mereka cenderung malas, tidak segan2 bolos tanpa sebab dan banyak mereka sudah kehilangan kepekaan untuk bagaimana memperjuangkan aspirasi rakyat demi Indonesia yang lebih adil dan makmur. Kursi-kursi anggota DPR tetap kosong melompong dan kalopun ada orang yang duduk di kursi mereka, kebanyakan dari mereka sudah tidak memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan amanat tugas kenegaraan mereka alias mereka santai dan lebih memilih tertidur dalam ruang rapat. Di berbagai media komunikasi, banyak foto-foto dan tayangan media televisi yang mempertontonkan kekonyolan anggota-anggota DPR yang suka “bolos” maupun yang suka “tidur” di ruang rapat. Meski keadaan anggora DPR begitu memprihatinkan, namun mereka berani menuntut fasilitas-fasilitas wakil rakyat yang serba mewah itu baik dengan menikmati kunjungan-kunjungan luar negeri yang kagak jelas visi misinya apa, menuntut renovasi rumah dinas mewah mereka maupun kenaikan gaji. Sebenarnya virus kemalasan ini bukan hanya melanda pemerintahan saja, namun gereja mengalami hal yang sama. Immanuel Kant dalam bukunya “What is Enlightement?” memaparkan salah satu kegagalan gereja modern adalah gereja jatuh ke dalam “laziness”. Kemalasan untuk berpikir sesuai dengan pikiran Tuhan. Secara teologis, Alkitab banyak berbicara tentang kemalasan yang merusak, mematikan dan terkutuk itu, terutama dari Kitab Amsal (Amsal 6:6, 6:9, 10:26, 13:4, 15:19, 19:15, 19:24, 20:4, 21:25, 22:13, 24:30, 26: 13-16).

Mengutip dari buku “Bebas dari 7 Dosa Maut”, Billy Graham memaparkan bahwa Dosa kemalasan menyebabkan cara hidup negatif yaitu hidup yang terhenti dan tidak efektif yang kesemuanya membuat orang itu tidak layak menjadi pengikut Kristus. Bagi Billy Graham, kemalasan rohani bukan saja dosa terhadap Allah tapi juga dosa terhadap diri sendiri. Kemalasan adalah pembinasa kesempatan dan pembunuh jiwa. Ini statement besar. Seorang yang tekun adalah seorang yang terus menggunakan setiap kesempatan sebanyak mungkin. Dalam hal ini ketekunan hanya dapat dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki jiwa mau berkorban dan rela capek dalam mewujudkan kesempatan demi kesempatan karena ketekunan mereka adalah perjuangan untuk memberikan apa yang paling “the best” untuk dapat menikmati kualitas yang “qualitative difference”. Jika demikian, bagaimana kita memahami vocabulary “kemalasan” dalam spiritualitas kita? Dalam Yakobus 4:17, “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa”. Jadi, kemalasan adalah dosa?

Seringkali kita membiarkan semua hal menghalangi kita melakukan kehendak Tuhan dengan tekun. Kemalasan adalah dosa! disaat kamu malas baca alkitab, kamu berdosa! disaat kamu malas memberitakan injil, kamu berdosa! disaat kamu malas melayani Tuhanm kamu berdosa! Kemalasan selalu mengendorkan kamu, itulah kehebatan dosa! Roma 12:11 menasihati setiap kita agar “janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan”. Iblis sangat menyukai pengikut-pengikut Kristus berdosa di dalam kemalasan mereka dan membangkang pengikutan mereka kepada Kristus dengan kemalasan rohani mereka untuk memberitakan Injil. Jangan malas, saudara! Bangkitlah bagi Kristus! Mari kita tekun melayani Tuhan karena kemuliaan Tuhan adalah worth it bagi kita semuanya untuk kerjakan yaitu melakukan apa yang Tuhan tuntut dalam hidup kita, kita berikan sebaik mungkin sampai ajal kita tiba, sampai kita kembali kepada Tuhan menikmati hidup kekal-Nya.

Dalam Kasih-Nya
Daniel Santoso
Beijing, China

Sunday, November 28, 2010

Pendoa Syafaat yang Tekun

Bapak Tri Wahyudi,Sosok beliau terlalu berkesan di dalam diri saya karena di dalam hidupnya, beliau senantiasa berperan besar menjadi seorang pendoa syafaat yang tekun mendoakan pelayanan hamba-hamba Tuhan. Tahun 2002, masa dimana saya dikirim dari Reformed Institue, Jakarta untuk menjalani masa praktek pelayanan di MRII Yogyakarta selama 2 bulan. Banyak pengalaman-pengalaman indah yang tidak dapat saya lupakan, baik melayani di rumah sakit Bethesda, Persekutuan Reformed di Semarang, mengajar 2 mata kuliah di Sekolah Teologia Reformed Injili Yogyakarta yaitu: “Integrity of Christian Life” dan “Christian Ethics”, mengunjungi Candi Borobudur, Pantai Parang Tritis, Villa Pak Susilo di Kaliurang, mengisi renungan di PMK Melisia Christi, memimpin 2 session di Retreat Remaja GKI Magelang di Wisma Baptis Salatiga, melayani di Mimbar Reformed Injili Indonesia Yogyakarta, termasuk berkenalan dengan beliau, sang pendoa syafaat.

Beliau begitu ramah dan rendah hati mau berkawan dengan saya bahkan memperkenalkan istri dan anak-anaknya seperti saudara sendiri, padahal umur kami jauh berbeda. Kisah pelayanan beliau di Gereja Kristen Jawa, mengambil studi akupuntur dan kemauan belajar teologia Reformed di Sekolah Teologia Reformed Injili Yogyakarta membuat saya tidak dapat melupakan beliau. Setiap kali saya lihat motor vespa melintas, memori saya hanya mengingatkan saya kepada dua pribadi yaitu Frans Magnis Suseno dan Tri Wahyudi. Pak Tri selalu berkata “Saya memang semakin tua, justru saya harus banyak belajar”. Luar biasa! Hari ini banyak anak-anak muda gak mau belajar teologia, malas ke gereja, gak pernah saat teduh, hanya peduli dengan komik-komik bergambar, games-games virtual, shopping barang-barang “sekunder”, anak muda macam demikian lebih baik dibuang ke tempat sampah (kalo boleh pinjam statement dari Soe Hok Gie). Beliau berkata “Oleh karena itu Saya senantiasa doakan Pak Daniel dapat dipakai Tuhan untuk melayani Tuhan, jadi berkat bagi orang lain yang belum kenal Tuhan”. Saat itu, saya hanya berkata “ kami sangat membutuhkan doa-doa seperti bapak. Mohon doakan kami!’. Do you know watt? He did it.

After 2 bulan melayani di Yogyakarta, saya kembali ke Jakarta dengan jam “seiko” yang baru saya beli dari toko loak dekat tugu, Yogyakarta. Tidak lama kemudian, saya menerima secarik surat dari Pak Tri. Apa isinya? Isi doa syafaat beliau untuk saya. Ia juga memberikan doa syafaat agar saya mendoakan ujian praktek akunpuntur beliau. Saya begitu terharu dan berdoa bagi beliau. Tak lama kemudian, datang kembali secarik surat dari Pak Tri. Isinya juga doa syafaat mendoakan pelayanan saya dan doa syafaat untuk saya mendoakan beliau. Saya sungguh tertegun dan saya berdoa bagi pergumulan Pak Tri. Namun, saya baru dapat membalas surat Pak Tri setahun kemudian karena saya telah kembali melayani di Taiwan dan mulai menjajaki medan pelayanan yang baru di China. Setelah itu kami telah “lost contact”. Saya hanya sempat bertanya tentang kabar beliau kepada teman-teman sepelayanan yang dikirim ke Yogyakarta. Saya mendengar beliau justru tetap aktif melayani dan semakin tekun belajar. Saya sungguh-sungguh senang mendengar berita tersebut.

Now, Beliau telah kembali ke rumah Bapa. Meski informasi kepulangannya terlambat 2 bulan kepada saya, saya tak dapat memungkiri bahwa ada kesedihan mendalam dalam diri saya yang membuat saya sungguh merasa terpukul karena saya kehilangan seorang pendoa syafaat yang tekun. Namun, saya sadar bahwa Tuhan hendak memberikan pelajaran penting buat saya untuk bukan terpuruk dalam kesedihan terlalu dalam. Justru Pak Tri telah diselamatkan oleh Kristus. Maka Tidak ada gunanya kita menumpahkan seluruh airmata kita hanya untuk keterhilangan kita. Namun bagaimana kita harus tetap teguh di dalam Kristus untuk tetap melayani dengan lebih “mati-matian” untuk Tuhan dan belajar dari hidup beliau untuk berdoa bagi pelayanan hamba-hamba Tuhan dan tetap semangat belajar dan bekerja di dalam Kebenaran Tuhan.

Terakhir, Ketika saya melihat foto-foto sebelum beliau meninggal dunia, Pak Tri masih memimpin liturgi KKR Regional dan kebaktian MRIIY. Beliau masih enerjik meskipun raut wajah telah menua. Sebuah refleksi sederhana muncul dalam benak saya, wajah saya kelak pasti akan menua, masihkan kita melayani dalam Kebenaran Kristus dengan enerjik? Selamat jalan Pak Tri ... Kami tetap akan mendoakan pelayanan hamba-hamba Tuhan dan berjuang mati-matian melayani Tuhan karena Kristus mengasihi kita semua!

Dalam Kasih-Nya
Daniel Santoso
Beijing, China

Wednesday, November 17, 2010

God is better than Sex

Skandal Seksualitas di kalangan Selebritis telah menjadi nilai merah bagi masyarakat untuk menilai kehidupan selebritis secara positif, dalam hal ini selebritis identik dengan kehidupan yang negatif. Betapa tidak, Selebriti seharusnya dapat menempatkan diri sebagai teladan masyarakat yang turut mengembangkan kehidupan moralitas yang baik dan benar bagi generasi penerus bangsa. Di Indonesia, Skandal Seks Ariel Peter Pan begitu gempar hingga sampai mancanegara, sampai hari ini, Ariel masih berada di dalam tahanan di Bandung.

Di Hongkong, Skandal Seks Edison Chen juga mengemparkan Hongkong dan dunia entertaiment sampai hollywood. Melalui jumpa pers, Edison Chen menyampaikan permintaan maaf kepada setiap perempuan yang telah menjadi korban dalam video-video tersebut dan memohon maaf kepada keluarga korban, keluarga Edison dan seluruh rakyat hongkong. Dirinya begitu kepukul dan ia meninggalkan Hongkong menuju Canada untuk memulihkan dirinya. Tidak sedikit, Selebritis-selebritis yang memiliki moralitas yang rendah dan tidak punya kesadaran untuk menjadi teladan masyarakat. Mereka hanya mau hidup glamour dan diperlakukan seperti King & Queen. Seharusnya, mereka sadar bahwa sebagai public figure harus memiliki hati untuk mendidik masyarakat dan mengarahkan masyarakat untuk hidup di dalam kebaikan dan kebenaran termasuk etika seksualitas. Bagaimana kita seharusnya mendidik generasi muda terhadap free sex?

Saya sangat kecewa terhadap sebagian gereja yang telah kehilangan suara kenabian untuk mendidik generasi-generasi muda untuk setia hidup dalam kebenaran dan hidup dalam kesucian. Maksud saya, ada gereja yang sengaja tidak memerangi free sex malah mendukung free sex dengan “safe sex” alias menggunakan kondom. Inikah panggilan gereja? Sungguh amat memalukan! Gereja seharusnya mengajak jemaat dan masyarakat dunia untuk menghormati seks dan pernikahan, mengendalikan diri dan menjauhi semua tindakan najis dan menjaga kesucian hidup (1Tes 4:4) karena orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah (Ibrani 13:4). Free Sex jelas bertentangan dengan Firman Tuhan, enggak peduli safe sex or not, tetap melanggar etika dan norma di hadapan Allah dan manusia. Jika demikian, bagaimana kita seharusnya hidup dalam kebenaran dan kesucian? Seks itu indah bagi mereka yang “menikah”. Jangan lancang! Jika lancang, kita telah memilih jalan hidup sendiri untuk tidak kembali kepada jalan Tuhan dan cari liang kubur sendiri. Ingatlah, Allah melarang dengan tegas “free sex” yang telah menodai kesakralan arti seksualitas. Jadi, siapapun kita yang telah jatuh ke dalam dosa, kita harus belajar bertobat dengan sepenuh hati dan bertanggungjawab menjaga kesakralan hidup dan cinta kasih yang telah Tuhan anugerahkan kepada manusia ciptaan-Nya untuk menjalankan kehidupan sesuai dengan natur cinta kasih-Nya.

Akhirnya, Edison Chen kembali ke Hongkong. Yup! Artis muda Hongkong yang terjun dalam blantika musik hip hop, dunia akting hongkong maupun hollywood, model dari Levi’s dan model MV kembali mengadakan jumpa pers di CNN Talk Asia dan memaparkan pertanggungjawaban Edison. Rupanya, perubahan hidup baik iman, pemikiran, emosi dan aksi menjadikan setiap kita kembali melihat krusialnya etika seksualitas yang setia kepada Firman Tuhan dalam hidup anak-anak Tuhan.Semoga Edison sungguh-sungguh menekuni apa yang Tuhan kehendaki dan menghidupi sebuah kehidupan yang suci dan bertanggungjawab di hadapan Allah dan di hadapan manusia.

Semoga mereka bukan bertobat hanya "panas-panas tahi ayam". Be Strong in The Lord!

In Christ
Daniel Santoso
Beijing, China

Tuesday, November 16, 2010

Where is Your Citizenship?

Setiap kali saya travelling ke kota-kota besar China seperti Shanghai, Guangzhou, Xiamen, Fuzhou, Tianjin, Zhangzhou, Shenzen, Guiyang dan sebagainya, saya sering mengalami putus asa disaat saya memperkenalkan “citizenship” saya. Ketika saya memperkenalkan diri saya sebagai “Indonesian”, mereka tidak tahu dimana letak geografis Indonesia. Sedih juga, ketika mereka mendengar Indonesia, mereka menganggapnya sebagai India. Rupanya, kejadian yang sama dialami oleh teman2 Indonesia yang berada di negara Barat. Bahkan ada seorang bule yang menebak Indonesia berada di Timur Tengah hahaha. Kebacut!

Rupanya Indonesia tidak populer di masyarakat dunia. Meskipun, kita dapat menghibur diri dengan prestasi bangsa Indonesia dalam olahraga bulu tangkis haha. Padahal tidak sedikit, barang-barang bermerk di luar negeri adalah Made in Indonesia seperti GEOX, Nike, ZARA, etc. Tapi mereka lebih familiar dengan Made in Vietnam, Made in Mauritius, Made in Cyprus, Made in Bangladesh dibandingkan dengan Made in Indonesia.

Masih adakah kebanggaan orang Indonesia ketika diperhadapkan dengan ketidakpopuleran Indonesia di dunia? Rupanya masih ada harapan. Meskipun banyak orang tidak mengenal Indonesia, tapi mereka tahu Pulau Dewata Bali. Bahkan tidak sedikit dari mereka telah berkali-kali mengunjungi Bali, tapi mereka tidak menyadari Bali sebagai bagian dari Indonesia. Mungkin mereka anggap Bali adalah Maldives. Namun, Menjadi ambiguitas bagi kami untuk memperkenalkan diri kami, Apakah kami orang Indonesia atau kami orang Bali (meskipun asli jawa timur haha)? Tentu saja, kita harus tetap mengatakan bahwa kita berkebangsaan Indonesia dan Bali adalah bagian dari Indonesia. Dengan demikian, kita dapat mendidik dunia untuk mengenal Indonesia.

Namun, hari ini saya mau memfokuskan diri terhadap sebuah pertanyaan “where is your citizenship?”. “Citizenship” bukan hanya dibaca secara temporal dalam dunia, tetapi juga dibaca setelah manusia meninggal dunia, mereka bakal kemana? Oleh karena itu, pertanyaan krusial saya adalah “Where is your eternal citizenship?”.

Rasul Paulus dalam Surat Filipi 3:17-21 memaparkan sebuah pengertian bahwa kita memiliki” dual citizenships – a temporary one in earth and an eternal one in heaven.” Pertanyaan ini jarang kita gumulkan secara serius sehingga banyak manusia mengalami keputusasaan yang berkepanjangan terutama bagi mereka yang telah sekarat. Tentu saja, we have no idea ketika melihat kondisi kita sebagai sinner dapat memiliki “citizenship of heaven”. Tidak ada pendiri agama manapun yang dapat memberikan sebuah “payment” agar setiap kita dapat diterima di Surga, kecuali Yesus Kristus- Allah yang rela berinkarnasi ke dalam dunia dan memungkinkan setiap kita semua dapat kembali kepada Allah dengan “citizenship of heaven” di dalam kedaulatan-Nya. Jadi kita tidak boleh hidup sembarangan di dalam dunia karena kita harus hidup meneladani Kristus sebagai patokan bagaimana saudara menghidupi “citizenship of heaven” dalam satu-satunya Juruselamat Dunia, Yesus Kristus. Solideo Gloria.

In Christ
Daniel Santoso
Beijing, China

Monday, November 15, 2010

Indonesia Bagian Dari Diri Saya

“Indonesia bagian dari diri saya” ... 10 November 2010, Sebuah kalimat kekeluargaan keluar dari mulut seorang Presiden Amerika Serikat- Barack Hussein Obama, ketika ia membawakan kuliah publik di Universitas Indonesia. Pidato Obama di Universitas Indonesia begitu berkesan bagi mahasiswa-mahasiswa indonesia dan mereka “tersihir” untuk memberikan respon yang “kebanggaan” terhadap figur Obama yang lebih mungkin dinilai lebih “karismatik” dan “popular” dibandingkan dengan figur Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono yang semakin menurun. Masa kecil Obama di Indonesia tahun 1967 menjadi jalan penghubung komunikasi Obama sebagai Presiden Amerika Serikat dengan Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya adalah Islam, untuk memberikan penegasan bahwa Amerika Serikat bukanlah Anti Islam. Amerika Serikat bukanlah musuh Islam. Justru, Amerika Serikat harus belajar konsep demokrasi dan toleransi beragama dari Indonesia dari Indonesia. Obama memaparkan kekekuatan Rebuplik Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika yaitu “Unity in Diversity”. Tidak heran, Pidato Obama sangat diterima baik oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia bagaikan seorang pahlawan nasional yang “pulang kampung nih”. Komentar- komentar positif muncul dari sebagian mahasiswa-mahasiswa dari Universitas Indonesia yang mendengarkan pidato Obama. Bagi sebagian mahasiswa, pidato Obama telah mengkoreksi pemikiran negatif mereka terhadap Amerika Serikat. Namun, ada pendapat berbeda yang menganggap pidato Obama hanyalah sebuah pidato “nostalgic” biasa, tidak ada relevansi yang “progressive” dari pidato Obama di Cairo sampai pidato Obama di Indonesia, bahkan Obama dianggap gagal merealisasikan janjinya kepada dunia islam. But no matter what, tidak ada seorangpun yang dapat memungkiri bahwa Obama punya perhatian tersendiri terhadap bangsa Indonesia. Indonesia adalah bagian dari diri saya, kata Obama. Pertanyaan yang muncul dari benak saya adalah bagian yang mana adalah bagian dari diri seorang Obama?

Pidato Obama memang luar biasa, tetapi secara pribadi saya lebih tersentuh melihat bagaimana seorang pemimpin berpidato melalui hidupnya. Menurut hemat saya, Rev. Dr. Stephen Tong, figur yang saya anggap paling tepat berkata “Indonesia adalah bagian dari diri saya”. Beliau adalah seorang hamba Tuhan Indonesia beretnis Tionghoa yang telah berkotbah lebih dari 600 kota besar di seluruh dunia. Beliau pernah berkata bahwa dirinya pernah diundang untuk menjadi uskup besar di Hongkong, tetapi ia menolak undangan tersebut karena beliau mengasihi Indonesia. Bentuk cinta kasih beliau dicurahkan melalui kehadiran Gereja Reformed Injili Indonesia, Sekolah Theologia Reformed Injili Kaum Awan, Sekolah Tinggi Theologia Reformed Injili, Reformed Institue, Sekolah Kristen Calvin, Sekolah Logos, Reformed Millenium Center, Reformed Center for Religion and Society, Aula Simfonia Jakarta, Museum, KKR Akbar, KKR Regional, etc. Seharusnya beliau bisa saja mengiyakan undangan sebagai uskup besar di Hongkong karena bukankah itu juga memuliakan nama Tuhan? Beliau sadar panggilan hidupnya mengharuskan Indonesia menjadi bagian dari dirinya, meskipun dia tetap keliling dunia berkotbah.

Indonesia bagian dari diri saya. Bagaimana kita melihat Indonesia hari ini? Indonesia sedang berjuang untuk mengikuti kemajuan teknologi dunia, tantangan globalisasi dunia, dialog agama dan kebudayaan dunia serta memerangi terorisme dan pertahanan keamanan dunia. Betapa tidak, dunia semakin kompetitif dalam menjalani era globalisasi maupun usaha glokalisasi tiap negara dalam usaha membangun ekonomi dunia. Contoh terbaik adalah China. Sejak Deng Xiao Ping membuka diri kepada dunia, China semakin mengalami kemajuan yang sangat pesat hingga sekarang, posisi China menjadi penentu ekonomi dunia, bukan negara Barat. Meski demikian, Presiden China, Hu Jian Tao mengatakan bahwa China sudah maju secara ekonomi, sekarang waktunya China membenahi moralitas. Dalam hal ini China ada kepekaan terhadap kesadaran moral yang dibutuhkan oleh China. Bagaimana dengan Indonesia? Seharusnya Indonesia takut akan Allah karena Indonesia meletakkan prioritas prinsip mereka di dalam pengertian Pancasila, yaitu sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Menurut pendapat beberapa kaum awam, justru Pancasila hanyalah dipandang sebagai sebuah prinsip kenegaraan ideal yang cenderung telah dilupakan dan dianggap kurang relevan menjadi dasar pemikiran negara bagi petinggi-petinggi negara kita sehingga mereka berani bermain di dalam area “aspirasi rakyat” untuk mencari profit bagi diri sendiri maupun kepentingan partai. Tidak heran, rakyat Indonesia telah kehilangan rasa hormat dan respek terhadap petinggi-petinggi negara baik dari anggota DPR sampai Presiden. Pergumulan “Indonesia bagian dari diri saya” seharusnya ada dalam diri kita sebagai seorang Indonesian baik tinggal di Indonesia maupun di luar Indonesia. Sebagai Orang Kristen, kita harus terus mengingat bahwa Tuhan Yesus telah memberikan panggilan inkarnasional kepada setiap anak-anak Tuhan untuk menjadi garam dan terang dunia, yaitu memberitakan Injil dan mengalami penyertaan Tuhan bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat Dunia, Satu-satunya jalan, kebenaran dan hidup yang membawa manusia kembali kepada Allah! Panggilan Inkarnasional ini bukan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Indonesia saja, tapi seluruh dunia butuh Kristus. Mari kita bersama-sama menggumuli panggilan inkarnasional ini untuk membawa standar Allah menjadi patokan utama bagi dunia untuk memuliakan Tuhan di setiap inci kehidupan manusia (Kuyper), dimulai dari diri kita. Indonesia bagian dari diri saya. Solideo Gloria!

In Christ
Daniel Santoso
Beijing, China

Thursday, November 04, 2010

Kristus, Reformasi dan Kebangunan Rohani

Kebangunan Reformasi tidak dapat dilepaskan dari Yesus Kristus sebagai satu-satunya daya tarik sejati bagi setiap manusia dapat mendengar, mencari, menemukan, menyaksikan dan memberitakan kesakralan serta kebenaran Allah yang memberikan pengharapan sejati bagi jamannya. Celakanya, banyak orang mengakui dirinya kristen tapi tidak mengenal Yesus Kristus dengan akurat. Apalagi, Hari Reformasi, tidak didengar lagi dengungan kotbah reformasi yang diteriakkan di dalam gereja, apalagi di luar gereja. Gereja lebih memilih masuk ke dalam kenikmatan “Kebangunan Rohani” menurut definisi mereka. Peringatan Reformasi sudah tidak dianggap penting. Now, Kebangunan Rohani dianggap “necessity” dalam kekristenan. Kelihatannya logis, Namun dewasa ini, banyak KKR-KKR diadakan di seluruh dunia, tetapi sungguhkah “Kebangunan Rohani Sejati” itu terjadi? Banyak KKR Palsu yang telah membius jutaan orang bukan lagi mencari Yesus Kristus, satu-satunya jalan, kebenaran dan hidup sebagai fokus utama, melainkan berharap lebih kaya, kesehatan lebih terjamin, hidup jauh dari kesulitan, entertaiment yang memuaskan selera, perut kenyang dengan makanan penuh selera. Alamak, inikah kebangunan rohani sejati? Bukan! Kebangunan Rohani tidak dapat dilepaskan dari Kristologis yang sejati dan Semangat Reformasi. Bagaimana kita memahami hal-hal tersebut?

YESUS

Bagaimana saudara mendefinisikan Yesus Kristus? Jawabannya adalah You cannot! Why, karena kita harus kembali kepada Alkitab sebagai satu-satunya sumber yang otoritatif memberikan kebenaran yang pasti mengenai siapakah Yesus, karena Alkitab adalah Firman Tuhan yang “dinafaskan” dari Allah. Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan menuju kepada Bapa (Yohanes 14:6 – ucapan Yesus dan Kisah Para Rasul 4:12 – ucapan Rasul Petrus) maka Tuhan memberikan panggilan kepada setiap anak-anak Tuhan untuk memberitakan Injil dan mengalami penyertaan Tuhan (Matius 28:19-20) sebagai pemberita Injil/ kristen. Istilah “kristen” pertama kali muncul dalam Kisah Para Rasul 11:26, 26:28 dan I Petrus 4:16) dan mereka terpanggil untuk menjalankan kewajiban untuk mengimani Injil dan memberitakan Injil bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan manusia dapat kembali kepada Bapa. Seorang teolog Amerika, Josh Mcdowell, dalam bukunya “More Than Carpenter’ menulis sebuah pertanyaan: Why Jesus is so Different? Mcdowell menjawab: Because No ones claim to be God, but Jesus did. Inilah keunikan kekristenan. Jika keunikan tidak ada dalam kekristenan, maka kekristenan sama saja dengan agama-agama kepercayaan lainnya. Kristus, satu-satunya jalan, kebenaran dan keselamatan hidup yang bukan karena perbuatan baik tetapi karena anugerah Tuhan (Titus 3:4-8). Problemnya, banyak gereja dan orang kristen sendiri berani lancang melakukan reinterpretasi terhadap Firman Tuhan yang absolut dan tidak dapat diganggu gugat demi “market-oriented philosophy”. Mengutip Pdt. Dr. Stephen Tong, Inilah kebobrokan yang paling bobrok dalam abad 20 yaitu: membuang Firman Tuhan.

GERAKAN REFORMASI

Martin Luther (1483-1546), seorang biarawan dari ordo Agustinian dan professor theology di Catholic University of Wittenberg yang dianggap sebagai “the turning point of reformation”. Akan tetapi benarkah Luther pencetus reformasi sejati? Padahal, Teologi Martin Luther bukanlah teologi yang baru. Sudah ada “the morning star of reformation” mendahului Luther. William Ockham (1288-1348), Ia mendeklarasikan bahwa “God is known by faith in his revelation, not by reason examining his creation”. Hanya kembali wahyu Allah maka kita dapat mengenal Allah yaitu kembali kepada Alkitab. John Wycliffe (1324-1384), Ia memperjuangkan semangat reformasi di England untuk membawa semangat “back to the Bible” bukan hanya dinikmati oleh kaum elit rohani dan kaum bangsawan, tetapi bagi semua orang termasuk rakyat jelata. Inilah perjuangan reformasi. Dilematisnya, hari ini setiap orang kristen memiliki Alkitab tetapi mereka kurang sungguh-sungguh bercermin di hadapan Tuhan melalui saat teduh mereka setiap hari. Dalam hal ini orang kristen yang malas baca Alkitab juga harus bertobat!

Martin Luther, Ia membaca Alkitab, menemukan konsep sentralitas teologinya dalam konsep iman dan janji Tuhan yang bersumber dari Yesus Kristus yaitu:
a. Sola Scriptura – Hanya Alkitab satu-satunya kacamata tanpa dosa yang akurat.
b. Sola Gratia – 100% anugerah Allah diberikan baik kepada orang kristen maupun non kristen.
c. Sola Fide – Saat kita menerima Firman, itu anugerah Allah. Kita belajar mengimani Firman karena semua adalah pemberian Allah.
d. Solus Christus – Allah yang mana? Hanya melalui Yesus Kristus satu-satunya Allah yang menyatakan jalan, kebenaran dan hidup.
e. Solideo Gloria – takut akan Tuhan adalah awal dari segala pengetahuan dan
segala kemuliaan hanya bagi Allah dan biarlah setiap kita dapat menikmati Dia.

Luther pernah mengunjungi Roma, kota para martir, lalu Luther membeli surat indulgensia untuk menyelamatkan kakeknya. Melalui memanjatkan doa bapa kami dan menjalankan ritual asketis di tangga gereja. Setelah melakukan semuanya itu, ia merenungkan kembali atas apa yang telah ia lakukan di Roma. Akhirnya Luther bercermin kembali di hadapan Firman Tuhan dan ia menemukan kesalahan-kesalahan fatal di dalam gereja baik dalam konsep keselamatan dan konsep positioning gereja. Kenapa Luther berani melakukan hal ini? Luther tidak berjuang untuk kesenangan sendiri. Ia melihat ajaran Firman Tuhan yang telah diselewengkan oleh gereja “established” sehingga ia berani menempelkan 95 tesis di gerbang gereja Schloakirche di Wittenberg untuk melawan konsep purgatory, penjualan surat penebusan dosa orang yang sudah meninggal dunia (surat indulgensia) dan sebagainya. Luther menerima serangan baik dari dalam gereja maupun luar gereja. Kondisi gereja Katolik pada abad ke 16 menjadi semakin bergeser, gereja mengajarkan bahwa untuk mendapatkan pengampunan Tuhan atas dosa-dosa yang telah dilakukan seseorang, seseorang harus melakukan work of penance menjadi perantara antara pendosa dan Tuhan, Bahkan gereja pada puncak kegelapannya “menjual” anugerah pengampunan dan pembenaran oleh Tuhan demi memperoleh dana untuk gereja St. Peter Basilica di Vatikan. Itulah kesalahan fatal yang dilakukan oleh Paus Leo X yang memiliki ambisi untuk merenovasi Catheral of St. Peter Basilica. Butuh biaya besar maka memperalat teologi keselamatan. Pertanyaan reflektif bagi kita semua adalah Teologi mempengaruhi situasi atau Situasi mempengaruhi teologi? Bahkan Paus Leo Xmengundang biarawan kondang bernama Johann Tetzel untuk memimpin KKR-KKR keliling Eropa demi menjual surat indulgensia dan mengumpulkan dana untuk renovasi St. Peter Basilica. Akhirnya, Johann Tetzel ditentang oleh Martin Luther. Meskipun Pihak Vatican mendukung Tetzel, dia didakwa telah menggelapkan dan mencuri uang oleh Karl Von Miltitz hingga Tetzel down dan akhirnya dia menjauhi publik sampai Tetzel meninggal dunia. Jadi, Luther meneriakkan “Sola Scriptura” untuk membawa gereja, hamba Tuhan, jemaat Tuhan, pemerintah, rakyat jelata kembali kepada otoritas Allah melalui Firman-Nya, bukan gereja.

Saya baru membaca sebuah artikel dari Fr. John Whiteford yang berjudul “Sola Scriptura: in the vanity of their minds” yang memberikan kritik terhadap “Sola Scriptura”, bahwa denominasi Protestan telah lari terlalu jauh dari tradisi gereja (katolik). Whiteford menganggap “Sola Scriptura” telah menyebabkan perpecahan gereja yang melahirkan beragam denominasi-denominasi yang kelihatannya sama-sama membaca Alkitab, tetapi berbeda di dalam aplikasi pribadi dan komunitas denominasi masing-masing. Whiteford mengatakan bahwa gereja semestinya melawan ajaran-ajaran bidat, tetapi justru gereja memproduksi denominasi-denominasi bidat. Konklusi dari whiteford adalah gereja kacau karena “Sola Scriptura”. bagaimana opini saudara mengenai hal ini?

“Sola Scriptura” dicetuskan oleh Martin Luther, bukan melawan Allah diatas gereja. Luther justru melawan gereja yang telah salah menafsirkan otoritas gereja atas kebenaran Allah. Luther mempercayai Firman Allah cukup memberikan “defense” melalui Diri-Nya sendiri. John Piper mengatakan bahwa Firman Allah bukanlah perkataan yang mati atau tidak efektif. Justru, didalamnya ada kehidupan dan perkataan itu membuahkan hasil. Apa yang dilakukan oleh Firman yang hidup dan efektif ini? menyingkapkan siapa diri kita sesungguhnya maka kita perlu bercermin di hadapa Firman-Nya dan pekerjaan Roh Kudus memimpin kita untuk mengenal kebenaran-Nya dengan “back to the bible”.

Bagi Gereja Roma Katolik, Sola Scriptura bukan solusi, tetapi justru problem karena Alkitab bukanlah self-interpreting sehingga hasilnya chaos. Bagi Gereja Roma Katolik, kita perlu mendasarkan prinsip teologis di dalam II Tesalonika 2:15 bahwa gereja memiliki otoritas atas Firman Tuhan yang diturunkan baik secara oral maupun tertulis oleh para rasul. Dalam hal ini, gereja mengangkat pentingnya magisterium dalam kebenaran. Itulah sebab gereja roma Katolik menganggap “Sola Scriptura” adalah bidat. bagaimana menurut saudara? Reformed tidak menolak gereja punya otoritas untuk mengajarkan Firman Tuhan, justru Reformed harus tekun menjalankan aktivitas rohani tersebut. Di dalam I Timotius 3:15 menyatakan gereja adalah pilar dan fondasi dari kebenaran. apa itu kebenaran? kebenaran adalah Yesus Kristus. bagaimana kita dapat mengenal Yesus Kristus? Alkitab. Gereja harus memberitakan kebenaran dan membawa jiwa-jiwa tersesat percaya kepada Yesus Kristus, satu-satunya juruselamat dunia. Tetapi gereja tidak mendapatkan wahyu maupun otoritas untuk memerintah ajaran Alkitab. Hanya Kristus, sebagai kepala gereja satu-satunya yang berhak memerintah dan “menafaskan” Kebenaran kepada gereja dan orang benar. problemnya, gereja terlalu berani mengotori kesucian prinsip Firman Tuhan dengan “human interpretation” sehingga posisi otoritas gereja menjadi “false”. James White memberikan contoh di dalam Matius 22, ketika Yesus berdebat dengan kaum Saduki (menolak konsep kebangkitan), Yesus berani memberikan kritikan pedas kepada mereka karena mereka tidak kembali kepada kebenaran yang “dinafaskan” Allah, melainkan meragukan Firman serta membuang keutuhan Firman ke dalam recycle bin sampai empty. Yesus berkata, "You are in error because you do not know the Scriptures, nor the power of God, for in the resurrection, they neither marry nor are given in marriage but are as the angels in Heaven. But concerning the resurrection of the dead have you not read what God spoke to you, saying 'I am the God of Abraham, the God of Isaac and the God of Jacob.'" James White memberikan explanation bahwa perspektif Yesus adalah perspektif yang “biblical” dan “senafas” dengan Firman Allah. Scripture is God speaking to man. It is theopneustos. God-breathed. inilah keunikan “Sola Scriptura”. Mazmur 119:89 "Your word, Oh, Lord, is eternal. It stands firm in the heavens." Jadi, siapa yang sesungguhnya bikin kacau?

Dalam Anugerah Allah, Luther mendapatkan pengertian yang benar melalui Roma 1:17 bahwa manusia hanya hidup oleh iman saja (Justification by faith alone) dan mengandung dua aspek penting yaitu pengampunan dosa dan pendeklarasian status sebagai orang benar di hadapan Allah. Manusia telah jatuh ke dalam dosa maka imej manusia telah terdistorsi oleh dosa. Siapapun manusia, mereka tidak dapat melepaskan diri dari belenggu dosa, apalagi menyelamatkan sesamanya manusia dari belenggu dosa. It doesn’t work!

SEMANGAT REFORMASI
Hanya melalui penebusan dosa di dalam Kristus maka ada keselamatan hidup kekal dan kita hidup dengan “new status” yaitu menjadi orang benar. Automaticly? Di dalam dunia, “new status” tersebut kita jalani dalam “ progressive sanctification” hidup menyerupai Kristus sampai kedatangan Tuhan Yesus kedua kalinya, baru kita diubahkan (1 Korintus 15:49). Dasar pembenaran Allah adalah ketaatan sempurna Kristus dalam menjalankan perintah Allah yang secara anugerah diberikan Allah kepada orang berdosa seperti anda (Roma 5:19). Everthing harus kembali kepada God-centered. Itulah semangat reformasi yang membangunkan setiap anak-anak Tuhan yang tertidur untuk berjuang melayani jaman ini sesuai kehendak Tuhan.

FAKTA

Dalam Gereja, banyak ajaran yang kacau balau karena kelancangan mereka melakukan reinterpretasi yang jauh dari kebenaran Tuhan sehingga tidak sedikit gereja, hamba tuhan dan jemaat Tuhan yang menjadi batu sandungan bagi orang lain. Mereka melayani tapi bukan menurut kehendak Tuhan, tetapi menuruti kehendaknya sendiri. Kenapa Anton Lavey dapat berubah dari penganut kristen akhirnya menjadi pendiri gereja setan? Karena kemunafikan pelayan Tuhan yang kelihatan religius tapi akhirnya ketahuan kalo dibalik kereligiusan mereka, ada penipuan. Tidak heran, Anton Lavey lebih memilih “jujur” dalam hidup bersama setan daripada orang kristen yang “menipu” dengan kedok kristen padahal pecandu dosa.

Luar Gereja, banyak orang sudah tidak peduli lagi akan Allah dan menjadi free thinkers. Mereka menganggap lebih baik jalani hidup baik-baik, itu cukup! Banyak orang menganggap agama telah membuat mereka confusing dan tidak sedikit dari mereka telah dikecewakan oleh ulah orang beragama dan mempermainkan kekristenan seperti Bobby Henderson. Seorang pemuda yang menjadikan agama kekristenan menjadi parodi melalui “pastafarianism movement” dari The Flying of Spaghetti Monster.

Ini sebagian dari keadaan manusia jaman ini. So, bagaimana kita meresponinya? Alkitab berkata “Mintalah, maka semua akan diberikan pada-Mu”. Marilah kita memohon kebangunan rohani hadir bagi jaman ini. Marilah kita bertekuk lutut berdoa bagi setiap orang kristen agar mereka bukan jadi batu sandungan tapi batu karang yang teguh, beriman dan aktif memberitakan Kristus ke seluruh dunia dan mengalami penyertaan-Nya. Mari kita berdoa bagi orang non kristen agar Tuhan berbelas kasihan memberikan kesempatan bagi mereka untuk mendengar Injil, bertobat, mengakui dosa dan menerima Kristus sebagai juruselamat pribadinya.Biarlah kita berseru kepada Tuhan untuk memohon kebangunan rohani terjadi di jaman ini.

KEBANGUNAN ROHANI
Pdt. Dr. Stephen Tong memaparkan tanda-tanda kebangunan rohani:
1. Ada Visi Sejati – kebangunan sejati hanya datang dari visi yang benar dari Tuhan karena visi adalah suatu sharing Tuhan Allah yang membukakan rahasia rencana kekal-Nya dan apa yang Ia mau kerjakan di bumi bagi umat-Nya. Visi berarti kita melihat rencana kekal Allah. Tanpa Visi, kita binasa. Ada Visi, Ada Pengharapan, Ada kehidupan.
2. Ada Firman Sejati – Kebangunan sejati terjadi ketika kita kembali mendengar suara dari Firman Tuhan untuk mengarahkan apa yang dilihat.
3. Ada Iman Sejati – Kebangunan membentuk iman kepercayaan yang sejati yaitu dalam doktrin/ pengajaran yang benar yang akan membentuk iman kepercayaan.
4. Ada Pemikiran Sejati – Kepercayaan sejati akan disusul dengan pemikiran-pemikiran yang benar. Dr. Tong mendefinisikan iman adalah kembalinya rasio untuk setia kepada kebenaran, berhenti berbuat dosa dan hidup suci sesuai kehendak Tuhan.
Adakah visi sejati, Firman sejati, iman sejati, pemikiran sejati pada zaman ini? Hanya dalam KRISTUS, Satu-satunya Juruselamat Sejati, Satu-satunya Reformator Sejati dan Satu-satunya Pembangun Kerohanian Sejati. Mari kita datang kepada-Nya dengan haus akan air hidup-Nya. Selamat memperingati hari Reformasi.

By His Love
Daniel Santoso
Xiamen, China

Wednesday, November 03, 2010

The Only Focus

Bagaimana kita menghidupi perjalanan hidup kita sebagai anak-anak Tuhan di dalam dunia yang terus berubah ini? Tidak sedikit dari kita yang telah bergereja, mendengar kotbah serta menerima pendidikan teologi sekalipun, tetapi kita merasa “kurang iman” dalam menjalani hidup kita dalam dunia untuk Tuhan. Why? Seringkali kita melihat adanya ”gap” kehidupan anak-anak Tuhan di jaman sekarang dengan kehidupan para rasul dan nabi yang hidup ribuan tahun yang lalu. Kita dapat melihat bagaimana Allah memakai Musa mengeluarkan bangsa Israel keluar dari Mesir, bahkan penyertaan Tuhan begitu nyata dengan adanya tiang awan dan tiang api-Nya yang senantiasa memimpin perjalanan bangsa Israel menuju tanah perjanjian Allah. Kita dapat melihat bagaimana Sadrakh, Mesakh dan Abednego diikat oleh serdadu raja Nebukadnezar karena mereka tidak mau tunduk di hadapan Baal dan Nebukadnezar, tetapi ada penyertaan Tuhan yang membebaskan mereka dan mereka tidak mati dalam luapan dapur api tersebut, malah mereka hidup ditemani oleh utusan Allah. Pengalaman rohani mereka begitu “real” sehingga mereka jelas melihat penyertaan Tuhan atas hidup mereka. Namun, bagaimana dengan kita hari ini? Bukankah kita menemukan adanya “gap”, mengapa mereka bisa menikmati Tuhan dengan “real”, sedangkan saya kok tidak? Pertanyaan ini muncul di dalam sebuah student fellowship yang saya hadiri beberapa hari yang lalu di Cheng Chi University, Taipei, Taiwan. Mereka membahas buku “Knowing God” yang ditulis oleh J.I Packer, bagi saya, “Knowing God” adalah high recommended utk semua orang kristen untuk membacanya.

Memang kita sering melakukan perbandingan/komparasi antara kehidupan rasul dan nabi dengan kehidupan kita di dalam dunia ini sehingga kita cenderung melihat “gap” dalam mengerti karya-karya Allah dalam kehidupan anak-anak Tuhan sehingga tercipta banyak diskusi panel penuh pertanyaan-pertanyaan yang mempertanyakan inkonsistensi Tuhan dalam berkarya di dalam kehidupan orang percaya. Akan tetapi, hasil diskusi panel manusia hanyalah berputar-putar di area yang “blur” baik dalam membandingkan “event”, “people”, “context”, “special cases”, apalagi soal “messages behind the scenes”. Tidak ada jawaban yang memuaskan hati. Akibat tidak puas, banyak manusia yang menjadi “free thinkers”, sibuk berinovasi dalam memberikan “statements” yang kelihatan logis dan kelihatan bertanggungjawab sesuai kepuasan pikiran manusia tapi jauh dari kebenaran Tuhan. Seringkali kita lupa atau lebih tepat “sengaja melupakan” sebuah realita yang tercatat di dalam Kejadian 3 yaitu Kejatuhan manusia ke dalam dosa (hamartia – meleset dari sasaran). Kejatuhan manusia ke dalam dosa menyebabkan rusak totalnya hubungan Allah-manusia, termasuk standar seluruh aksi manusia. Jika kita mengabsolutkan standar seluruh aksi kita yang berdosa ini, maka kita sedang melukai dan mengkhianati Allah. Tuhan tidak berkenan atas tindakan manusia yang tidak setia kepada kebenaran Tuhan. Tuhan berkenan atas tindakan manusia yang setia kepada kebenaran Tuhan yaitu Back to The Bible. Jadi, apa yang seharusnya kita imani? One for sure ... Firman Tuhan mengajak saudara untuk setia memfokuskan diri kepada Allah, bukan sibuk mencari “persamaan” dalam situasi, kondisi, latar belakang, konteks, hidup orang percaya dalam zaman Alkitab dengan zaman sekarang. Zaman memang berubah tetapi Allah tidak pernah berubah.

Allah tidak berubah (Maleakhi 3:6). Namun, banyak kecurigaan yang muncul dalam mengerti Allah tidak berubah ketika Alkitab mencatat “Allah yang berubah” (Kejadian 6:6-7, Keluaran 3:14, Yunus 3:10). Sungguhkah ada kontradiksi dalam diri Allah? Ketika Allah mengatakan bahwa Ia tidak pernah berubah, Ia sedang membicarakan masalah natur dan karakter-Nya. Tetapi tidak berarti bahwa Ia tidak bisa merubah cara kerja-Nya dengan manusia sepanjang sejarah.

Ketika kita melihat Allah merubah pikiran-Nya (menyesal), kita melihatnya dari sudut pandang seorang manusia. John Calvin mengatakan bahasa yang dipakai adalah bahasa bayi "baby talk". Karena Allah tahu segala sesuatu dari kekekalan, Ia selalu tahu rencana-rencana tertinggi yang akan Ia kerjakan; termasuk juga rencana untuk "menyesal dan berubah pikiran". Ia telah melihat hasil pekerjaan Yunus di Niniwe. Penduduk Niniwe bertobat dan Allah merubah pikirannya dari penghancuran yang seharusnya datang kepada penduduk Niniwe. Tentu saja, Allah tahu hal ini (penyesalan orang Niniweh) akan terjadi dan menetapkan bahwa peringatan harus diberikan dalam rangka membawa mereka ke dalam penyesalan.

Inilah fokus kita seharusnya yaitu kembali kepada “message” yang dinyatakan oleh Allah yaitu keselamatan hanya di dalam pekerjaan-Nya yang digenapi dalam pribadi Yesus Kristus sebagai penebus fokus orang percaya untuk kembali kepada Allah yang sejati.Sudahkah fokus saudara menengadah kepada-Nya? Biarlah Roh Tuhan bekerja membawa setiap kita kembali kepada fokus utama yang sejati. Tuhan memberkati.

Dalam Kristus
Daniel Santoso
Taipei, Taiwan, ROC

Peran Gereja dalam Dunia  Yoh 8:21-29, 30-32 Bagaimanakah seharusnya gereja berperan di dalam dunia ini? Khususnya Hamba Tuhan, jemaat, dan ...