Friday, February 15, 2008

The True Love and Broken Valentine in February

Valentine, sebuah hari yang paling ditunggu-tunggu oleh pangeran-pangeran cinta dari ukuran XS, S, M,L, XL, XXL, XXXL sampai XXXXL untuk mencurahkan isi hatinya kepada putri-putri yang beragam kecantikan maupun sizenya juga. Di mana hotel-hotel mewah mengadakan “ valentine party “ bagi kaum muda dengan entertainment romantic disertai alunan lagu-lagu mellow artis ibukota tuk menghayati sebuah makna kasih di antara dunia insan manusia yang berbeda di atas meja makan yang “ berbunga mawar “. Tidak heran kalo vocabulary “ love “ mendapat rating paling tinggi di bulan Februari ini karena itulah yang diingini manusia dalam sisa hidupnya ( secara general ). Tetapi pertanyaannya apakah “ message utama “ dari Valentine ? Jika kita kembali kepada sejarah legenda Athena maka “ love “ dan “ prosperity “ tema besar yang didengungkan oleh Dewa Lupercus. Pemuja dewa Lupercus memberikan korban kambing kepadanya lalu minum anggur di kuil lalu keluar ke jalan-jalan menyentuhkan anggur tersebut pada perempuan-perempuan yang supaya dapat jodoh ataupun dapat melahirkan anak. Ada juga undian bagi laki-laki ambil untuk membawa pulang seorang perempuan yang dijadikan istri selama satu tahun ( hari pemujaan berikutnya ). Bagaimana gereja menanggapi hal ini ?

Jelas, Gereja tidak menyetujui aktivitas-aktivitas bejat Dewa Lupercus karena mereka telah menghujat kesakralan “ love “ dan “ marriage “ dan melakukan re-reading terhadap “ love “ yang diinterpretasi sebagai “ pergaulan bebas alias kumpul kebo “. Menurut ensklopedia, seorang guru gnostik bernama Valentinus membela gereja karena dirinya menghargai makna “ love – kasih dan penebusan dosa “ dan “ marriage – tempat pelaminan yang kudus “. Kisahnya seringkali membawa kita terhanyut ke dalam perjuangan cinta Valentinus terhadap anak seorang penjaga penjara yang memenjarakanya karena membela “ love “ dan “ marriage “ sejati. Di saat Kaisar Claudius melarang tentaranya untuk menikahi calon pendampingi mereka dengan alasan “ biar tetap jantan, gak lembek “ sehingga valentinus tidak setuju terhadap Kaisar Claudius menikahkan mereka secara diam-diam sehingga ditangkap dan dihukum mati.

Kesimpulan yang dapat kita adopsi adalah memperjuangkan “ the true meaning “ dari “ love “ dan “ marriage “. Akan tetapi, alangkah sayangnya, realitas hari valentine dewasa ini mengulangi ritual kebejatan yang sama dengan legenda Dewa Lupercus. Valentine menjadi “ celebration “ untuk mengumbar “ desire “ tanpa kontrol untuk bergaul bebas dan liar di dalam seksualitas maupun pesta pora demi kesenangan tubuh fisikal dalam menikmati “ hedonism ala epicurus “ sekuat tenaganya. Inikah “ love “ yang sebenarnya ? inikah “ celebration of valentine “ yang manusia banggakan selama ini ? Jika demikian, manusia betul-betul kasihan sekali karena :

1. Tidak ada lagi takut kepada Tuhan atas “ Love “ dan “ Marriage “. Manusia anggap Tuhan jauh di sana padahal Tuhan merekam setiap aktivitas maupun pemikiran bejat mereka menindas “ Love “ and “ Marriage “.

2. Matinya hati nurani karena manusia menindasnya dengan “ Desire “. Violence diciptakan oleh manusia sendiri untuk membuktikan dirinya “ bebas “. Kasihan sekali !

3. Liar alias kehilangan self control atas seonggokan daging yang ada pada manusia. Disini manusia bukan Tuan atas seonggokan daging tapi seonggokan dagingnya menjadi tuan atas manusia. Mengerikan sekali !

4. Membuka diri kepada konsep-konsep kafir yang dianggap memberikan kebebasan kepada manusia padahal konsep tersebut menghancurkan manusia menjadi “ binatang “ alias barbar, bukan manusia. Dalam hal ini islam sangat selektif, melarang valentine ! hanya akui Adha dan Israj Miraj ! bagaimana dengan kekristenan ? perjuangkan “ love “ dan “ marriage “ yang “ sacred “ dalam hidup manusia karena semuanya itu memuliakan Nama-Nya.

Keep “ remind “ us

Ev. Daniel Santoso

Beijing, People Rebuplic of China

Peran Gereja dalam Dunia  Yoh 8:21-29, 30-32 Bagaimanakah seharusnya gereja berperan di dalam dunia ini? Khususnya Hamba Tuhan, jemaat, dan ...