Sunday, February 07, 2010

Fighting The Virus

Virus H1N1 merajalela di seluruh dunia, dimulai dari “swine flu” dari Mexico sampe seluruh dunia. Di Beijing, lebih dari 42.000 orang “confirmed” terjangkit virus H1N1 dan puluhan orang meninggal dunia akibat virus tersebut. Menurut catatan WHO se-dunia tahun 2009, 400.000 orang terjangkit virus H1N1. Virus tersebut merambat begitu “rapidly”, khususnya musim dingin. Dimana-mana, setiap orang harus “ditembak” dengan detektor panas badan. Vaksinasi dan kebersihan menjadi kunci efektif melawan virus yang berusaha masuk ke dalam tubuh manusia dan mengacaukan daya tahan tubuh manusia sampai berhasil mencabut nyawa manusia. Tidak sedikit, kita berusaha melawan virus dengan menghantam tubuh kita dengan anti-biotik, agar kita tetap sehat, padahal justru kita telah melakukan “abusing” terhadap tubuh kita sendiri. Menurut dokter, anti-biotik hanya didapat diminum kalo memang dibutuhkan. “Cleanliness” adalah hidup sehat yang paling higenis.

Di dalam kehidupan kekristenan, kita juga sedang melihat dosa merajalela di seluruh penjuru dunia, dimulai dari kejatuhan Adam hingga hari ini. Allah menentang dan melawan dosa (Yesaya 63:10). Dosa merupakan satu fakta dan suatu “virus” yang terus menerus tak pernah berhenti. Setelah kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa, “virus” dosa telah berakar dan mencengkeram di dalam segala upaya kehidupan manusia. Manusia dikontaminasi oleh “virus” dosa sehingga mereka hidup berpusat pada kebijakan sendiri dan menolak kebijaksanaan dan kebenaran Allah, Sang Pencipta. Manusia menolak Allah. Akibatnya, dosa ikut mencemari seluruh kehidupan dan kebudayaan yang dijalani oleh manusia. Tetapi karena begitu besar kasih Allah kepada manusia, manusia masih diberikan pengharapan keselamatan yang diberikan hanya melalui Inkarnasi Anak-Nya yang tunggal yaitu Yesus Kristus, Sang Hidup kekal. (Yohanes 3:16).

Seharusnya kita sebagai anak-anak Tuhan memiliki kesensitifan terhadap dosa sehingga kita bukan hidup liar di dalam dosa, tetapi kita berjalan di dalam kuasa Roh Kudus dan tetap berperang melawan dosa di dalam kehidupan kita dan tetap belajar menghidupi kebenaran Allah di dalam hidup kita sehingga hidup dan kebudayaan manusia dihidupi di dalam tatanan kebenaran Allah.. Inilah tugas kita sebagai orang Reformed, memberitakan Injil ke seluruh permukaan bumi (gospel mandate) dan mempengaruhi dunia dengan Firman Tuhan (cultural mandate). Keep Cia Yo!


Dalam Kasih Kristus
Daniel Santoso
Beijing, China

The Need of Living Morality

Hari ini kami sedang berdiri diatas sebuah negara komunis terbesar yang disegani oleh negara adi kuasa Barat, salah satunya Amerika Serikat. Betapa tidak, President Amerika Serikat, Barak Obama datang melakukan kunjungan kenegaraan ke China baru-baru ini, bukan sebagai “cowboy” seperti “american heroes”. Justru Obama datang untuk memohon China guna membuka ruang lebih luas untuk menerima barang-barang dari Amerika Serikat. Seorang sosiolog Amerika Serikat keturunan Jepang, Prof. Francis Fukuyama, penulis buku “The end of history and the last of man” percaya bahwa konsep demokrasi liberal adalah jalan yang terbaik menuju dunia yang makmur. Fukuyama melihat Amerika Serikat tidak bakal mudah bernegoisasi dengan China karena China tidak memiliki “universalistic ideology” sehingga China memiliki peluang besar menjadi “the next powerful country in the world”. Henry Kissinger, orang penting dalam sejarah Amerika Serikat juga pernah memberikan pendapat yang kurang lebih sama bahwa China adalah “scary country” dan China bakal merubah dunia di dalam sesaat waktu. Fakta membuktikan kemajuan ekonomi China yang pesar dalam 15 tahun terakhir menjadikan China sebagai “the real dragon of Asia”. Pertanyaannya, Apakah perkembangan ekonomi China sudah cukup memberikan jaminan bahwa China hidup makmur? Justru tahun 2008, President China, Hu jintao mengatakan tidak cukup. Negara China harus equal dengan “soft power” dengan chinese thought, chinese culture dan chinese values yang dimotori oleh spirit of benevolence (spirit of ren). Ini perubahan radikal yang dialami oleh China dewasa ini. Konsep diatas ditolak oleh pendahulunya, Mao Tze Dong, tetapi bibit “soft power” sudah dimulai oleh Deng Xiao Ping yang lebih “open minded” terhadap “western cultures”.

Spirit of Ren yang memotori perubahan China 15 tahun terakhir ini menjadi kesadaran China di dalam pentingnya moralitas dalam sebuah bangsa. Jika sebuah bangsa tidak memiliki moralitas yang baik maka sebesar apapun bangsa itu akan hancur. Sayangnya, China mengantungkan standar moralitas mereka bukan kepada Allah, tetapi kepada konsep humanisme yang ateis. Bagaimana kita melihat standar Allah?

Matius 6:33 mengajarkan kepada kita untuk mencari dahulu kerajaan Allah dan kebenaran Allah. Mengapa kerajaan Allah dan kebenaran Allah menjadi penting? Karena hanya di dalam kerajaan Allah dan kebenaran Allah ada Kasih yang menyelamatkan mereka kembali kepada Allah.

Dunia semakin hidup di dalam globalisasi sehingga
1. Prinsip value of life manusia hanya didasarkan pada batas fisikal dan fenomenal “sekarang”.
2. Target of life yang manusia jalani hanya untuk memperkaya “gaya hidup” manusia.
3. Aplikasi hidup mereka hanyalah dipandang dari function yang pragmatis saja.

Justru Firman Tuhan mengajarkan setiap manusia untuk meletakkan:
1. Prinsip value of life manusia didasarkan pada “hidup kekal” yang diberikan Allah kepada manusia di dalam spiritualitas.
2. Target of life manusia harus memperkaya hidup manusia dengan makna hidup yang diberikan Allah.
3. Aplikasi hidup manusia harus dilihat dari vocation yang diberikan Allah kepada setiap manusia.

Inilah tugas gereja. Gereja harus berani menggelisahkan jemaat untuk mencari apa yang Tuhan kehendaki, bukan apa yang manusia kehendaki. Justru gereja harus berani menerima tugas yang berat ini dan melakukan perjuangan sengit menantang zaman karena inilah misi penginjilan yang kembali kepada apa yang Tuhan kerjakan melalui Yesus Kristus. Maukah kita berjuang mati-matian menegakkan standar Allah di dalam kerajaan Allah dan kebenaran-Nya bagi dunia ini?

Dalam Kasih-Nya
Daniel Santoso
Guangzhou, China

Peran Gereja dalam Dunia  Yoh 8:21-29, 30-32 Bagaimanakah seharusnya gereja berperan di dalam dunia ini? Khususnya Hamba Tuhan, jemaat, dan ...