Monday, November 15, 2010

Indonesia Bagian Dari Diri Saya

“Indonesia bagian dari diri saya” ... 10 November 2010, Sebuah kalimat kekeluargaan keluar dari mulut seorang Presiden Amerika Serikat- Barack Hussein Obama, ketika ia membawakan kuliah publik di Universitas Indonesia. Pidato Obama di Universitas Indonesia begitu berkesan bagi mahasiswa-mahasiswa indonesia dan mereka “tersihir” untuk memberikan respon yang “kebanggaan” terhadap figur Obama yang lebih mungkin dinilai lebih “karismatik” dan “popular” dibandingkan dengan figur Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono yang semakin menurun. Masa kecil Obama di Indonesia tahun 1967 menjadi jalan penghubung komunikasi Obama sebagai Presiden Amerika Serikat dengan Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya adalah Islam, untuk memberikan penegasan bahwa Amerika Serikat bukanlah Anti Islam. Amerika Serikat bukanlah musuh Islam. Justru, Amerika Serikat harus belajar konsep demokrasi dan toleransi beragama dari Indonesia dari Indonesia. Obama memaparkan kekekuatan Rebuplik Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika yaitu “Unity in Diversity”. Tidak heran, Pidato Obama sangat diterima baik oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia bagaikan seorang pahlawan nasional yang “pulang kampung nih”. Komentar- komentar positif muncul dari sebagian mahasiswa-mahasiswa dari Universitas Indonesia yang mendengarkan pidato Obama. Bagi sebagian mahasiswa, pidato Obama telah mengkoreksi pemikiran negatif mereka terhadap Amerika Serikat. Namun, ada pendapat berbeda yang menganggap pidato Obama hanyalah sebuah pidato “nostalgic” biasa, tidak ada relevansi yang “progressive” dari pidato Obama di Cairo sampai pidato Obama di Indonesia, bahkan Obama dianggap gagal merealisasikan janjinya kepada dunia islam. But no matter what, tidak ada seorangpun yang dapat memungkiri bahwa Obama punya perhatian tersendiri terhadap bangsa Indonesia. Indonesia adalah bagian dari diri saya, kata Obama. Pertanyaan yang muncul dari benak saya adalah bagian yang mana adalah bagian dari diri seorang Obama?

Pidato Obama memang luar biasa, tetapi secara pribadi saya lebih tersentuh melihat bagaimana seorang pemimpin berpidato melalui hidupnya. Menurut hemat saya, Rev. Dr. Stephen Tong, figur yang saya anggap paling tepat berkata “Indonesia adalah bagian dari diri saya”. Beliau adalah seorang hamba Tuhan Indonesia beretnis Tionghoa yang telah berkotbah lebih dari 600 kota besar di seluruh dunia. Beliau pernah berkata bahwa dirinya pernah diundang untuk menjadi uskup besar di Hongkong, tetapi ia menolak undangan tersebut karena beliau mengasihi Indonesia. Bentuk cinta kasih beliau dicurahkan melalui kehadiran Gereja Reformed Injili Indonesia, Sekolah Theologia Reformed Injili Kaum Awan, Sekolah Tinggi Theologia Reformed Injili, Reformed Institue, Sekolah Kristen Calvin, Sekolah Logos, Reformed Millenium Center, Reformed Center for Religion and Society, Aula Simfonia Jakarta, Museum, KKR Akbar, KKR Regional, etc. Seharusnya beliau bisa saja mengiyakan undangan sebagai uskup besar di Hongkong karena bukankah itu juga memuliakan nama Tuhan? Beliau sadar panggilan hidupnya mengharuskan Indonesia menjadi bagian dari dirinya, meskipun dia tetap keliling dunia berkotbah.

Indonesia bagian dari diri saya. Bagaimana kita melihat Indonesia hari ini? Indonesia sedang berjuang untuk mengikuti kemajuan teknologi dunia, tantangan globalisasi dunia, dialog agama dan kebudayaan dunia serta memerangi terorisme dan pertahanan keamanan dunia. Betapa tidak, dunia semakin kompetitif dalam menjalani era globalisasi maupun usaha glokalisasi tiap negara dalam usaha membangun ekonomi dunia. Contoh terbaik adalah China. Sejak Deng Xiao Ping membuka diri kepada dunia, China semakin mengalami kemajuan yang sangat pesat hingga sekarang, posisi China menjadi penentu ekonomi dunia, bukan negara Barat. Meski demikian, Presiden China, Hu Jian Tao mengatakan bahwa China sudah maju secara ekonomi, sekarang waktunya China membenahi moralitas. Dalam hal ini China ada kepekaan terhadap kesadaran moral yang dibutuhkan oleh China. Bagaimana dengan Indonesia? Seharusnya Indonesia takut akan Allah karena Indonesia meletakkan prioritas prinsip mereka di dalam pengertian Pancasila, yaitu sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Menurut pendapat beberapa kaum awam, justru Pancasila hanyalah dipandang sebagai sebuah prinsip kenegaraan ideal yang cenderung telah dilupakan dan dianggap kurang relevan menjadi dasar pemikiran negara bagi petinggi-petinggi negara kita sehingga mereka berani bermain di dalam area “aspirasi rakyat” untuk mencari profit bagi diri sendiri maupun kepentingan partai. Tidak heran, rakyat Indonesia telah kehilangan rasa hormat dan respek terhadap petinggi-petinggi negara baik dari anggota DPR sampai Presiden. Pergumulan “Indonesia bagian dari diri saya” seharusnya ada dalam diri kita sebagai seorang Indonesian baik tinggal di Indonesia maupun di luar Indonesia. Sebagai Orang Kristen, kita harus terus mengingat bahwa Tuhan Yesus telah memberikan panggilan inkarnasional kepada setiap anak-anak Tuhan untuk menjadi garam dan terang dunia, yaitu memberitakan Injil dan mengalami penyertaan Tuhan bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat Dunia, Satu-satunya jalan, kebenaran dan hidup yang membawa manusia kembali kepada Allah! Panggilan Inkarnasional ini bukan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Indonesia saja, tapi seluruh dunia butuh Kristus. Mari kita bersama-sama menggumuli panggilan inkarnasional ini untuk membawa standar Allah menjadi patokan utama bagi dunia untuk memuliakan Tuhan di setiap inci kehidupan manusia (Kuyper), dimulai dari diri kita. Indonesia bagian dari diri saya. Solideo Gloria!

In Christ
Daniel Santoso
Beijing, China

Peran Gereja dalam Dunia  Yoh 8:21-29, 30-32 Bagaimanakah seharusnya gereja berperan di dalam dunia ini? Khususnya Hamba Tuhan, jemaat, dan ...