Saturday, May 17, 2008

All that's left ...

Di atas pesawat Air China, saya membaca Koran “ The Straits Times “ yang memberikan saya bahan perenungan pada hari ini yaitu Sichuan Quake. Lempengan bumi yang bergerak menyebabkan beberapa kota di Sichuan lumpuh, 250.000 luka-luka, 28.881 orang meninggal dunia. Puluhan ribuan orang hilang. Benar-benar gempa yang dasyhat ! hari ini hari kelima dan masih banyak korban baru yang ditemukan. Belum lagi, saya melihat berita mengenai Li Yi, seorang anak perempuan cantik dari Mioba, Beichuan county, berumur 10 tahun yang kaki kanannya diamputasi petugas medis di tempat ia ditemukan guna menyelamatkan jiwanya. Foto Li Yi dengan ekspresi kesakitan, desperate, kecewa, sedih membuat saya mulai kembali merenungkan hidup yang mengalami keterhilangan.

Dalam kitab Ayub 1:20-22, Ayub memberikan proklamasi doctrinal yang absolute tentang Allah di dalam kondisi hidupnya yang “ complicated “.


a. Tuhan memberi, Tuhan mengambil. Disini saya belajar melihat kesementaraan yang ada dalam diri saya baik termasuk keluarga, harta, perjuangan kita karena semua milik Allah. Hidup manusia adalah milik Allah maka manusia tidak memiliki hak mutlak untuk complain kepada Tuhan. Seringkali kita tidak menyukai kondisi seperti ini karena kita tidak memiliki “ kebebasan “ dalam mengunakan hak mutlak yang ada pada diri Tuhan sendiri sehingga akibatnya kita seringkali jatuh ke dalam budaya “ complaining “ tanpa konsep “ positioning “ yang tepat sehingga pergeseran posisi menyebabkan manusia semakin “ liar “ dalam perspektif membaca dengan akurat makna keterhilangan dalam hidup manusia di dalam kehendak-Nya.


b. Telanjang lahir, telanjang mati. Proklamasi doctrinal Ayub ini mengetarkan diri saya di dalam menyadari “ theology of weakness “. Siapakah Ayub ? dia bukan siapa-siapa ! dia hanyalah manusia yang dilahirkan telanjang ( tanpa membawa apa-apa ) dan mati juga dengan telanjang ( tanpa membawa apa-apa ). Itulah manusia ! hari ini kita sudah kehilangan “ theology of weakness “ dalam menilai hidup kita. Hari ini kita lebih banyak bicara mengenai “ successful life style “ dengan pendidikan tinggi, perhiasan mahal, pakaian brand terkemuka, teknologi elektronik canggih ketimbang definisi ketelanjangan hidup dari Ayub. Akibatnya, banyak dari mereka yang terbiasa dengan successful life style mengalami “ culture shock “ saat mereka jatuh ke dalam keterhilangan.


c. Being and Gifts. Ketika kita menerima respek dari seseorang, seringkali kita menilai respek itu dari pemberian demi pemberian yang dinyatakan kepada kita, padahal itu hanyalah masalah supplemen. Ayub menyadari betul bahwa hidupnya adalah dari Allah. Meskipun ia kehilangan kekayaan, orang yang dikasihinya tetapi ia tetap bersandar kepada Being yang memberi semua kelimpahan dalam hidupnya. Luar biasa ! jika doktrin benar, meskipun hidup lebih sulit, kita harus belajar rela menjalaninya karena Being adalah esensi yang paling penting.


Saya mengajak saudara sekalian berdoa untuk korban Sichuan Quake yang mengalami keterhilangan harta maupun orang-orang yang mereka sayangi agar mereka dapat belajar bersandar kepada Tuhan, Sang Being yang memberi dan mengambil hidup manusia karena semua hanya karna Anugrah-Nya buat manusia yang tidak memiliki modal apa-apa selain ketelanjangan dalam lahir dan matinya. Berdoa bagi korban, agar mereka senantiasa menengadah ke atas berdoa memohon Tuhan memberikan kekuatan bertahan hidup serta menyatakan proklamasi iman yang akurat seperti apa yang dikerjakan oleh Ayub. Tuhan memberkati kita semua …


Dalam Kasih-Nya

Ev. Daniel Santoso

Beijing, China

No comments:

Peran Gereja dalam Dunia  Yoh 8:21-29, 30-32 Bagaimanakah seharusnya gereja berperan di dalam dunia ini? Khususnya Hamba Tuhan, jemaat, dan ...