Monday, November 10, 2008

Sola Scriptura

Detik-detik menjelang hari reformasi 2008 seharusnya membuat setiap kita kembali melakukan re-reading terhadap konsep theos maupun logos di dalam hati setiap kita. Mengapa “sola scriptura” begitu berharga? Mengapa semangat “back to the Bible” menjadi penting dalam sejarah?

Seringkali kita menganggap “sola scriptura” berharga atau tidak, hanya demi menikmati kemauan kita sebagai ciptaan. Hasilnya, kita tidak mengerti harga sesungguhnya dari “sola scriptura”. Akibatnya, definisi “sola scriptura” sendiri telah dikaburkan oleh beragam interpretasi-interpretasi inovatif manusia berdosa sehingga mereka menganggap mereka masing-masing telah menemukan definisi yang tepat mengenai “sola scriptura”, padahal mereka melewatkan Allah dari interpretasi inovatif mereka.

Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, manusia mengalami delusion. Pertama, manusia meraba-raba di dalam kegelapan hanya melalui sebuah cahaya kecil yaitu akalnya sendiri. Dalam hal ini manusia hanya melegalkan standar self centered dalam hidup beragama. Kejatuhan gereja di masa lalu adalah penyalahgunaan akal budi demi kebutuhan dana renovasi dari gereja St. Peter, gereja melegalkan penjualan surat indulgensia sebagai “the newest doctrine” yang kelihatannya religius, tetapi tidak setia kepada Allah dan kebenaran-Nya. Akibatnya, orang kaya dapat membeli surat penebusan dosa dan memperoleh “keselamatan” dengan leluasa. Sedangkan, orang miskin tidak dapat membeli surat tersebut karena keterbatasan dana mereka. Pertanyaannya adalah apakah keselamatan diberikan hanya bagi kaum ber-uang saja? Keselamatan ada di tangan siapa? Allah atau gereja?

Kedua, manusia cenderung menyesuaikan diri secara fungsional pada lingkungannya. Doktrin sola scriptura seharusnya dibawa ke dalam intinya yaitu menyingkapkan kepada kita mengenai diri kita sesungguhnya. Apakah kita bersifat spiritual atau natural? Apakah kita dilahirkan dari Allah dan hidup secara rohani atau apakah kita sedang menipu diri kita dan mati secara rohani. Hanya Firman Allah yang mampu membeda-bedakan pikiran-pikiran dan maksud-maksud dari hati. Problemnya adalah kita tidak peduli dengan hidup kita sendiri. Akibatnya hidup manusia banyak diisi bukan dengan “Sola Scriptura” tetapi interpretasi inovatif manusia mengenai “sola scriptura”. Dalam hal ini, manusia lebih suka menimbun konsep sampah ketimbang mengejar konsep yang kekal.contoh: Gereja di era perang dunia II menerima makian dari sini sana karena gereja hanya peduli kepada dirinya sendiri. Mereka menyesuaikan diri mereka ke dalam kenyamanan fisikal. Hitler telah membunuh jutaan orang Yahudi di kamp konsentrasi. Gereja bukan bersuara, justru gereja “silent”. Tidak heran, jika Emmanuel Levinas berteriak “ dimanakah suara gereja saat jutaan kaum Yahudi dibantai? “. Bagaimana dengan GRII? Calvin berkata: Dunia adalah biaraku. Justru kita harus ambil komitmen berani hidup selaras dengan prinsip Firman Tuhan dan menolak pengaruh sekuler baik di dalam gereja maupun di luar gereja. Itulah panggilan kita.

Ketiga, manusia cenderung percaya bahwa di luar Allah, semua dapat diketahui seperti lampu minyak yang punya energi sendiri. Orang non Kristen menganggap diri memiliki bukti-bukti maupun fakta-fakta logis (menurut mereka), padahal semuanya di dalam “kegelapan”. Sebagian orang anggap agama hanyalah pelengkap sehingga tidak perlu berdebat mengenai Allah dan kebenaran yang mutlak. Ini semangat satanis. Iblis tidak menyangkal Allah, tetapi Iblis menyangkal kemutlakan Allah. Justru orang Kristen harus meyakini sepenuhnya bahwa segala sesuatu “gelap” jika wahyu Allah tidak meneranginya. Tanpa terang Allah maka tiada fakta sejati. Allah adalah Sang Pencipta, Penebus dan Pewahyu. Hanya melalui Allah saja maka saya dapat menikmati Allah dan Kebenaran sejati. Itulah semangat sola scriptura yang diteriakkan oleh Martin Luther bahwa segala sesuatu harus kembali kepada otoritas Alkitab, tanpa-Nya maka manusia kehilangan fakta sejati.

Konklusi : Definisi terbaik adalah kembali kepada Allah (God centered) yang mewahyukan: Kristus sebagai wahyu yang hidup dan Alkitab sebagai wahyu tertulis.

Bagaimana saya dapat meresponi semuanya ini?

Dick Eastman dalam bukunya No Easy Road menulis komentar seorang komunis tentang Injil demikian, “ Injil merupakan senjata untuk membaharui masyarakat yang lebih ampuh daripada pandangan Marxisme yang kami anut. Namun demikian, pada akhirnya kamilah yang akan mengalahkan kalian orang Kristen. Kami orang-orang komunis tidak bermain dengan kata. Kami adalah orang-orang yang realis dank arena kami bertekad untuk mencapai tujuan, maka kami juga tahu bagaimana menyiapkan sarana yang perlu … kami orang komunis hanya mengambil apa yang betul-betul perlu dari gaji dan upah kami. Sisanya kami berikan untuk maksud propaganda. Kami juga menggunakan waktu senggang dan separuh dari liburan kami untuk propaganda tersebut. Sebaliknya, anda hanya memberikan sedikit waktu dan hampir tidak memberikan uang guna menyebarluaskan Injil Kristus … bagaimana orang akan percaya pada nilai Injil yang sangat tinggi itu bila anda tidak menyebarluaskannya, dan tidak mengorbankan waktu dan uang anda untuk maksud itu? Percayalah, kami yang akan menang karena kami percaya akan ajaran komunis dan rela mengorbankan segala-galanya, bahkan nyawa kami sendiri. Tetapi kalian orang Kristen takut mengotori tangan kalian.”

Benak saya mengeluarkan sebuah pertanyaan: inikah fakta orang Kristen hidup di dalam dunia? Orang Kristen lebih sibuk memperkaya diri mereka dengan aksesoris mahal guna memperindah tubuh sementara yang kelak bakal kembali menjadi tanah. Anasir modernisme dengan kapitalisme serta nafsu hedonistic semakin merusak dan memporak-porandakan kehidupan orang Kristen. Sola Scriptura adalah pustaka besar bagi kita melihat otoritas Allah memimpin manusia dan zamannya menuju kebenaran sejati.problemnya: kita tidak kuat. Kita lebih memperkuat ekspresi fenomenal kita bagi Tuhan daripada diam hening menikmati didikan Tuhan serta hajaran Tuhan setiap hari dan memberitakan injil kepada orang yang belum kenal Kristus. Apakah benar statement dari Goenawan Mohamed bahwa orang beragama cenderung sibuk dengan fenomenal (desain bangunan, struktur imperium, etc) dan kehilangan waktu hening dengan Firman, apakah orang beragama sudah seculum? Sola Scriptura! Kembali kepada Firman di dalam kuasa Roh Kudus menyatakan inti pelayanan hanya di dalam nama Kristus, satu-satunya pengharapan dunia.

Dalam Kasih-Nya
Daniel Santoso
Xiamen, China

2 comments:

Anonymous said...

Sola Scriptura? Bung, Apakah benar satu-satunya sumber hikmat? Tangoklah fakta historis menunjukkan bahwa Oleh karena alkitab terjadi peprangan dan bahkan malapetaka bagi kemanusiaan dalam dunia ini. Apalagi secara historis sejak dari jamn Luther, hingga perang Irak sekarang ini, gara-gara alkitab: kelihatan Dunia ini akan terjadi berbagai pelanggaran HAM.

Anonymous said...

MENGAPA TIDAK SOLA SCRIPTURA?

Sebelum dibahas, ada baiknya disepakati dulu ttg pemakaian istilah agar tidak terjadi ke-salah mengerti-an dalam diskusi yg diakibatkan perbedaan persepsi penggunaan istilah.

PEMAKAIAN ISTILAH

Adalah tidak tepat mengkontraskan antara Alkitab dgn Tradisi karena Alkitab pada hakekatnya adalah juga merupakan sebuah Tradisi (dalam hal ini Tradisi tertulis). Mengapa Alkitab disebut sbg Tradisi? Perlu diingat terlebih dahulu pengertian dari Tradisi. Apa itu Tradisi? Tradisi adalah sejumlah ajaran yg berasal dari seseorang/sekelompok tertentu yg kemudian diwariskan & diajarkan dari generasi ke generasi. Maka dari itu tepatlah bila Alkitab dikatakan adalah sebuah Tradisi. Bukankah kebenaran ajaran Alkitab yg berasal dari para rasul & para nabi diwariskan & diajarkan dari generasi ke generasi hingga saat ini? Namun telah menjadi kesepakatan tidak tertulis dalam berbagai diskusi (terutama dgn rekan protestan) yg membahas ttg Sola Scriptura, bahwa ketika dipakai istilah "Tradisi" adalah mengacu pada Tradisi (bentuk) Lisan, sedangkan utk Tradisi (bentuk) tertulis digunakan istilah "Alkitab/kitab suci". Gereja Katolik sendiri dalam katekismusnya menggunakan istilah "Tradisi Rasuli/Tradisi Suci" utk menunjuk pada Tradisi (bentuk) Lisan tsb sedangkan utk Tradisi (bentuk) tertulis digunakan istilah "Kitab suci (Sacred scripture)" Jadi utk kepentingan praktis dalam berdiskusi, maka digunakan istilah "Tradisi" utk menunjuk pada Tradisi (bentuk) lisan dan istilah "Alkitab/Kitab suci" utk menunjuk pada Tradisi (bentuk) tertulis. Sekarang mari kita membahas masalah Sola Scriptura dgn membaca ayat Alkitab berikut :

PEMBAHASAN

2 Tes 2:15

"Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis."

"Therefore, brethren, stand fast, and hold the TRADITIONS which ye have been taught, whether by word, or our epistle."

"ara oun adelfoi sthkete kai krateite taV PARADOSEIV aV edidacqhte eite dia logou eite di epistolhV hmwn"

Ayat ini berangkat dari realita bahwa pada mulanya ajaran Kristus yg disampaikan oleh para rasul adalah melalui pengajaran secara lisan. Sebelumnya, Kristuspun mengajar para murid2Nya secara lisan. Kristus bahkan tidak menghasilkan satu lembar kertaspun yg berisi tulisanNya. Kumpulan pengajaran2 dari para Rasul yg disampaikan secara lisan inilah yg disebut sebagai Tradisi (Tradisi Lisan). Kemudian beberapa dari ajaran2 dari para rasul tsb kemudian dituliskan kedalam bentuk tertulis (berupa surat2 dari rasul kpd suatu jemaat misalnya). Namun sayang, adalah tidak mungkin memasukan semua ajaran para rasul tsb kedalam bentuk tertulis. Yohanes menulis bhw masih banyak yang dikerjakan oleh Yesus yg tidak mungkin bila semuanya harus dicatat, dunia ini tidak akan mampu menampung kitab2 yg berisi semua ajaran Yesus tsb (Yoh 21:25). Sebagian yg tidak tertulis tetap berada dlm ajaran2 Tradisi (Tradisi Lisan). Oleh sebab itu Paulus menasehati agar kita berpegang teguh pada ajaran (Inggris : Traditions, Yunani : Paradosis) baik yg tertulis (yaitu Alkitab) maupun yg tidak tertulis (Tradisi/Tradisi Lisan). Dan dari konsep inilah Gereja (Katolik) mengenal dua sumber iman yaitu Alkitab (yg adalah merupakan Tradisi tertulis) dan Tradisi (Tradisi lisan). Baik Alkitab maupun Tradisi Rasuli keduanya berisi warisan ajaran iman dari para Rasul yg dipercayakan kpd Gereja. Gereja memelihara kebenaran iman dari dua sumber tsb dan keduanya diperlakukan sama oleh Gereja. Keduanya memiliki otoritas yg sama dan wajib diimani.Harap dibedakan antara Tradisi (Tradisi Lisan) (huruf " T " besar) dgn tradisi gerejawi (huruf " t" kecil). Sepanjang suatu masalah menyangkut hal2 doktrinal maka ia termasuk dalam ajaran Tradisi (Tradisi Lisan) sedangkan masalah2 seperti jenis liturgi, disiplin gerejawi, kegiatan ungkapan ekspresi iman adalah merupakan tradisi gerejawi. Bedanya Tradisi (Tradisi Lisan/Tradisi Rasuli) karena menyangkut doktrin kebenaran iman, maka ajaran dalam Tradisi (Tradisi Lisan) tidak dpt berubah (Irreformable dan Irrevocable), sedangkan tradisi gerejawi karena tidak menyangkut doktrin kebenaran iman, maka dapat diubah/berubah dan bahkan dimungkinkan suatu daerah memiliki tradisi gerejawi yg berbeda dgn daerah lain


MASALAH OTORITAS TRADISI & KITAB SUCI

Beberapa rekan protestan mungkin berkata bahwa mereka pada hakekatnya menerima Tradisi namun mereka tidak bisa menyamakan otoritas ajaran Tradisi sama & sejajar dgn otoritas Alkitab. Konsekuensi dari sikap ini adalah bahwa segenap pengajaran Tradisi harus dilihat sesuaikah dgn pengajaran Kitab Suci. Jadi kebenaran & penerimaan pengajaran Tradisi bergantung dari kesesuaian dgn kebenaran Kitab Suci. Otoritas Tradisi berada dibawah otoritas Kitab Suci.
Bagaimana menanggapi pernyataan ini? Bahwa Gereja Katolik tidak masalah bila pengajaran Tradisi harus di cross check dgn pengajaran Kitab Suci. Keduanya pasti tidak mungkin saling bertentangan karena keduanya berasal dari sumber yg sama. Namun mari kita melihat pada proses kanonisasi...

Bahwa ketika para Bapa Gereja melakukan kanonisasi, baik umat Katolik maupun protestan sama-sama mengimani akan adanya peran/inspirasi Roh Kudus. Namun bagaimana pada akhirnya para Bapa Gereja bisa menetapkan kitab A,B,C kanonik, kitab X,Y,Z tidak kanonik? Apakah para Bapa Gereja mendengar suara2 tertentu (sebagai bentuk manifestasi inspirasi Roh Kudus) yg memberitahu mereka mana kitab yg kanonik, mana yg tidak? TIDAK !!! Di depan tumpukan kitab2 yg ada, para Bapa Gereja akhirnya harus membaca kandungan pengajaran masing2 kitab tsb, apakah sesuai atau tidak. Sesuai - Tidak Sesuai dgn apa? Tentu saja dengan ajaran Tradisi (Tradisi Lisan) yg mereka terima dari para Rasul. Agar lebih jelas berikut saya beri contoh :


MISALKAN pada saat itu Tradisi mengajarkan bhw Kristus tidak disalib, melainkan yudaslah yg disalib, maka kitab2 yg berisi ajaran/kisah penyaliban Kristus akan dianggap tidak kanonik, sebaliknya kitab2 yg berisi ajaran/kisah penyelamatan Kristus dari peristiwa salib akan dianggap kanonik. NAMUN kenyataan berkata sebaliknya. Mengapa injil Barnabas akhirnya dinyatakan tidak kanonik? Karena Tradisi mengajarkan kpd para Bapa Gereja bhw Kristus benar2 disalibkan demi pengampunan dosa umat manusia. Sehingga injil Barnabas yg mengisahkan kisah penyelamatan Kristus dianggap tidak kanonik.

MISALKAN pada saat itu Tradisi mengajarkan bhw Yesus hanya memiliki satu natur saja maka tentu kitab2 yg mengajarkan dwinatur Kristus akan dianggap tidak kanonik, sebaliknya kitab2 gnostik akan dianggap kanonik. NAMUN sekali lagi kenyataan berkata sebaliknya. Karena Tradisi mengajarkan keilahian & kemanusiaan (dwinatur) Kristus, maka injil/kitab gnostik-lah yg kemudian dianggap tidak kanonik.

Peran inspirasi Roh Kudus disini adalah mengingatkan para Bapa Gereja akan ajaran Tradisi (Tradisi Lisan) yg mereka terima dari para Rasul. Menyadari bagaiama proses kanonisasi inilah, maka jelas Gereja (Katolik) tidak mungkin dapat berposisi utk menerima sola scriptura dimana ajaran Tradisi otoritasnya diletakan berada dibawah (subordinat) dari otoritas Kitab Suci. Apakah kalau begitu Gereja Katolik meletakan otoritas Tradisi diatas otoritas Alkitab? Tidak. Gereja meletakannya keduanya sama otoritatifnya sebab keduanya berasal dari sumber Ilahi yg sama namun yg berbeda dalam moda transmisi penyampaiannya. Oleh karenanya keduanya tidak mungkin saling bertentangan (kontradiksi).

Dalam Sola Scriptura terkadang ada yg mengemukakan prinsip bhw otoritas Gereja harus berada dibawah otoritas Alkitab. Ini juga sulit diterima oleh Gereja Katolik mengingat proses kanonisasi dan penetapan daftar kanon adalah oleh Gereja. Otoritas Gerejalah yg menetapkan daftar kanon kitab suci. Namun itu tidak berarti Gereja dpt bertindak seenaknya. Gereja menyatakan dirinya sbg pelayan Firman Tuhan baik yg ada dlm Alkitab maupun dlm Tradisi (Tradisi Lisan). Otoritas Gereja diwujudkan dlm penafsiran kitab suci & ajaran Tradisi.

Kemudian ada yg mungkin keberatan dgn mengatakan bahwa Tradisi sebagai ajaran yg disampaikan scr lisan bisa berbahaya karena bisa diubah-ubah ibarat permaianan membisikan suatu kalimat dari org pertama hingga org kesepuluh. Well ini masalah pada otoritas mana yg dipercaya. Apakah yg tertulis (Alkitab/Kitab Suci) juga tidak bisa disangsikan? Tentu sangat bisa. Gampang saja : Tau darimana surat Roma adalah surat tulisan Paulus?Jangan2 surat tsb adalah surat seorang bidat yg memakai/meminjam nama Paulus. Tau darimana surat Petrus adalah surat yg ditulis oleh Petrus? Jangan2 surat tsb adalah surat seorang bidat yg memakai/meminjam nama Petrus. Bukankah sudah diketahui bahwa aliran bidat sering meminjam nama para Rasul atau murid Para Rasul utk menamai kitab tulisan mereka? Kita sbg umat HANYA bisa percaya kepada Gereja yg mewartakan keotentikan surat2 tsb sbg benar2 tulisan dari para Rasul atau murid para Rasul. Demikian juga thd ajaran Tradisi yg diwartakan Gereja, umat Katolik mempercayai bahwa ajaran Tradisi tsb adalah ajaran otentik dari para Rasul.

Salam
(Bobfel2004@yahoo.com)

Peran Gereja dalam Dunia  Yoh 8:21-29, 30-32 Bagaimanakah seharusnya gereja berperan di dalam dunia ini? Khususnya Hamba Tuhan, jemaat, dan ...