Monday, July 27, 2009

Examine Your Worship 1

Tema “Worship” tidak pernah habis-habisnya dibicarakan oleh jemaat kristen baik dari gereja konservatif sampai gereja “emerging”. Seakan-akan “Worship” tidak pernah menjadi tema yang memuaskan semua orang dari berbagai denominasi, khususnya kristen. Sayangnya, perbincangan “Worship” yang kelihatan menarik itu hanyalah membicarakan sebuah permasalahan aplikatif yaitu boleh atau tidak, khususnya dalam pemakaian lagu-lagu kontemporer dan alat musik kontemporer dalam gereja. Worship bukanlah sebuah aktivitas rohani yang kita kerjakan di gereja dalam temporal waktu 1-2 jam saja. Dalam Markus 12:28-33, Tuhan Yesus memberikan perintah untuk: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan segenap akal budimu dan dengan segala kekuatanmu … Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama daripada kedua hukum ini”.Pernahkah setiap kita mengutamakan definisi dari kebenaran ini lebih daripada urusan musik?

Dalam Bahasa Ibrani, istilah “Worship” memakai istilah “Shachah” artinya to bow down. Dalam bahasa Yunani, istilah “Worship” memakai istilah “'προσκυνέω- Proskuneo”. Menurut New American Standard Bible, “Proskuneo” diterjemahkan menjadi “to bow down, bow down before and bowing before” atau secara literal “to blow a kiss.” Dalam Injil Matius 28:9 “memeluk kaki-Nya” dan Markus 15:19 “sujud menyembah-Nya”, bagian ini bukan dipahami secara literal tetapi menunjukkan respon anak-anak Tuhan di hadapan Allah untuk “giving honor and respect to God” (Kejadian 19:1,Keluaran 18:7). Berbicara tentang respek, banyak kebudayaan yang menekankan “giving honor and respect” seperti orang Tiongkok dan orang Jepang. Dalam kebudayan Tiongkok dan Jepang, saat mereka menjalani hidup sesuai tradisi adalah kehormatan tertinggi bagi mereka. Jika ada tradisi asing masuk ke dalam kehidupan mereka, kewaspadaan penuh disiagakan demi kelestarian tradisi yang mereka hormati. Hari ini, bagaimana orang kristen memandang “Worship” mereka? Apakah mereka betul-betul tersungkur di hadapan Tuhan dan memberikan penghormatan dan respek kepada Allah dengan penuh kewaspadaan terhadap dunia? Atau mereka menjalankan ibadah dengan “pokoknya” beribadah kepada Allah?

Dalam Keluaran 30:34, Allah berfirman kepada Musa “Ambillah wangi-wangian, yakni getah damar, kulit lokan dan getah rasamala, wangi wangian itu serta kemenyan yang tulen, masing-masing sama banyaknya. Semuanya ini haruslah kaubuat menjadi ukupan, suatu campuran rempah-rempah, seperti buatan tukang campur rempah-rempah, digarami, murni dan kudus …”

Pertama, Worship adalah mengenai apa yang Tuhan mau, bukan yang manusia suka. Hari ini banyak dari kita suka datang ke gereja bukan mengutamakan apa yang Tuhan mau, tetapi mereka hanya mencari apa yang mereka mau. Ketika saya melihat mendengar sebuah kabar bahwa saat rekan pelayanan kami di beijing mau masuk ke apartemen sekretariat MRII Beijing untuk beribadah, ia melihat sekumpulan anak-anak Indonesia berada di lokasi dekat sekretariat, Saat mereka melihat apartemen kami, penilaian mereka adalah tempatnya jelek banget maka mereka pulang meninggalkan lokasi. Saat salah satu rekan kami memberitahukan hal tersebut kepada saya, ada sebuah perasaan sedih … bukan karena supaya ada yang bisa dengar khotbah yang saya sampaikan, tetapi mereka datang bukan untuk mencari Tuhan dan Kebenaran-Nya, mereka mencari fasilitas gereja yang baik untuk mereka, mereka mencari suasana ibadah yang baik buat mereka, mereka mencari program gereja yang bagus dan menarik untuk diikuti, mereka mencari kenikmatan kursi empuk dalam kebaktian. Pertanyaannya adalah apakah Tuhan berkenan atas motivasi seperti itu?

Kedua, Worship tanpa kekudusan adalah tidak diperkenan Allah. (Keluaran 30:38).34-38) Wewangian hanya ada di ruang tabernakel karena itulah tempat kudus Tuhan. Wewangian menjadi simbol worship yang membedakan tabernakel dengan dunia. dimanakah kekudusan dalam worship kita semua hari ini? Kita terlalu santai dan longgar dalam menjalankan worship kepada Allah yang kudus. Ada yang mengatakan, Tidak ada standar mutlak yang kita tanamkan dalam Worship kita kepada Tuhan, pokoknya Tuhan lihat hati dan motivasi kita, itu cukup? Tidak! Ikut standar Tuhan maka kita baru dapat melayani dengan hati dan motivasi benar. Kekudusan Allah dimengerti oleh setiap kita di dalam confession, mengakui dosa cemar,

Ketiga, Ibadah dimulai dari hati yang hancur dan hati penuh penyesalan di hadapan Allah. Kesadaran diri berdosa adalah seruan pembongkaran diri kita di hadapan Allah bahwa kita manusia berdosa yang datang kepada Tuhan, bukan karena manusia dapat menemukan Allah, justru Allah telah datang terlebih dahulu dan menemukan kita. Kenapa kita harus melakukan pengakuan dosa setiap kita beribadah di dalam gereja? Justru kita harus mengenal Allah dan diri kita secara seiring maka kita akan mengingat perbedaan kualitatif antara Allah dan manusia, sehingga kita belajar untuk rendah hati menyembah Allah.

Keempat, Worship leader dan Musician harus memiliki roh yang sama melayani Tuhan, hikmat, pengertian, pengetahuan dan skill untuk mengerjakan pelayanan. Allah layak menerima pelayanan yang terbaik., termasuk musik. Mereka harus tahu pelayanan musik yang terbaik dan instrumen musik yang terbaik, bukan yang menurut mereka baik. Terkadang mereka menganggap mereka dapat melayani melalui apa yang mereka suka, Itu tidak cukup! Segala sesuatu memang baik tetapi apakah setiap hal yang baik dalam hidup kita adalah benar diperkenan oleh Tuhan? Kita terlalu banyak mengeraskan hati di saat Tuhan menolak apa yang kita sukai sehingga kita mengambil jalan pintas bahwa Allah khan transforming culture, jadi semua culture khan bisa dipakai untuk kemuliaan Tuhan? Itulah excuse yang selalu kita dengungkan pada saat kita sudah sampai pada jalan buntu dalam melegalitaskan kesukaan kita. Apalagi kalo kita gembar gembor mengatakan bahwa kita harus merobohkan dan membangun kembali culture. Pertanyaan saya sederhana saja, kita bangun apa? Dengan apa? Bagaimana kita membangunnya? Jangan-jangan kita banyak gembar gembor tapi sendirinya tidak tahu lagi gembar gemborin apa! Kalau musik dangdut kita mau robohkan dan bangun kembali, tapi hasilkan dangdut rohani, itu bukan merobohkan dan membangun kembali tetapi merenovasi dangdut jadi rohani. Kalo demikian, apanya yang dirobohkan? Worship leader dan Musician harus tahu jelas kenapa mereka harus melayani dengan musik gereja yang benar karena mereka adalah pelayan Tuhan yang mengerjakan apa yang diperkenan oleh Tuhan, bukan diri mereka. Jika tidak, celakalah mereka! Bukan melayani dengan apa yang mereka bisa saja, tetapi belajar menyangkal diri tuk belajar memberikan yang lebih baik kepada Tuhan.


Kelima, Worship tidak dipakai untuk entertaiment ataupun bisnis. Entertaiment maupun bisnis memiliki potensi besar menjadi allah lain di dalam kehidupan kita sebagai manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Justru dalam hukum Taurat, Perintah 1 berbunyi “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku”. Salah satu bagian dalam worship yang memiliki potensi menjadi allah dalam hidup kita adalah musik. Suatu hari saya mengunjungi Campus Bookstore, Taipei, Taiwan, banyak dvd-dvd rohani yang memakai “praise and worship” hanya dalam konser musik akbar, saya perhatikan satu persatu baik dari Singapore, Indonesia, Taiwan, Amerika Serikat, Australia. Inilah tersentak dengan sebuah kalimat dalam hati “inilah semangat emerging church” … mereka menekankan worship kepada Allah, itu baik tetapi mereka tidak menekankan Firman Tuhan lebih utama, itu tidak benar! Alkitab mengajarkan setiap nabi dan rasul bukan untuk “praise and worship” tetapi mengajarkan Firman Tuhan, memberitakan Firman Tuhan, mengembalakan dengan Firman Tuhan. Inilah substansi “Worship” yang sebenarnya. Kesedihan saya adalah banyak anak muda tidak rela menerima konsep substansi yang kaku ini. Mereka lebih suka “Worship” dihubungkan dengan style “spirit of sharing the Word of God” dengan pengalaman pribadi dan perasaan mereka sebagai pemuda kristen. Dalam hal ini, musik menjadi sarana mereka untuk mengekpresikan “Worship” menurut pengalaman dan emosional mereka. Ini salah kaprah! Justru Yesus mengajarkan bagaimana penyembah yang benar harus menyembah dengan Roh dan Kebenaran (Yohanes 4:23). Dalam hal ini, “Worship” harus selaras dengan “The Word of God”. Jika saudara melihat ke dalam sejarah musik gerejawi, saudara akan menemukan bahwa komponis-komponis hymnes adalah formal pastor (Charles Wesley, John Newton, Horatius Bonar, Issac Watts,etc) dan kaum awam yang memiliki “theological learning” (Fanny Crosby, Kenneth Morris, Albert Osborn,etc). Jika saudara lihat hasil komposisi musik mereka bukan untuk bisnis maupun memperoleh profit. Justru musik yang mereka hasilkan didasarkan dari Roh Tuhan yang memberitakan Firman kepada mereka sehingga mereka berespon melalui theological learning and music. Jadi, musik bukan hanya dihasilkan dari melodi melankolik dan rythmn kita tetapi bagaimana Roh Kudus memimpin pikiran dan emosi saya memimpin saya untuk menulis komposisi musik untuk kemuliaan nama Tuhan melalui Alkitab. Puji Tuhan! Belajarlah dari sejarah maka kita akan banyak menemukan musik hymnes lebih doktrinal daripada sebagian musik kontemporer hari ini. Jadi, mau jadi musikus gereja, belajar teologi baik-baik untuk memuliakan Tuhan dengan lebih benar di hadapan Allah.

Bersambung …

Dalam Kristus
Daniel Santoso
Beijing, China

No comments:

Peran Gereja dalam Dunia  Yoh 8:21-29, 30-32 Bagaimanakah seharusnya gereja berperan di dalam dunia ini? Khususnya Hamba Tuhan, jemaat, dan ...