Saturday, February 13, 2010

Memory from Shibuya

Chinese New Year tahun ini dingin sekali.Angin bertiup begitu kencangnya bersama dengan ayunan daun pada pohon-pohon yang ditemani dengan kumpulan es yang tertimbun di bawah kaki pohon. Setelah persekutuan doa selesai, hari ini kami menikmati makan siang pesanan kami sambil menonton sebuah film sad story- Hachi: A Dog’s Tale (2009). Sebuah film sentimentil antara seorang professor musik, Parker Wilson (Richard Gere) dan seekor anjing jepang “akita” yang membawa hanyut setiap penonton film tersebut ke dalam arus tema filsafat dan spiritualitas oriental yang kental. Betapa tidak, kekentalan konsep family dan loyalty yang diutamakan oleh Japanese culture-pun dapat kita lihat dengan jelas dalam film tersebut. Bahkan, Richard Gere menjiwai betul peran penyayang anjing hingga seakan-akan hati mereka telah menjadi satu dan menjadi milik berdua (Majikan dan Anjing kesayangan) sampai maut menjemput salah satunya-pun, loyalty masih tetap dipertahankan. Sungguh amat mengagumkan! Is it a joke? Rupanya, kisah diatas adalah kisah “true story” di Jepang tahun 1924. Kisah Professor Hidesamuro Ueno dari University of Tokyo dengan anjing “akita” bernama Hachiko sungguh berbekas dalam sejarah nasional negara Jepang. Dimana Ueno pergi maupun pulang bekerja dari stasiun Shibuya, disitulah Hachiko mengantar dan menjemput tuannya dengan setia. Sampai suatu hari, Ueno jatuh kena stroke ketika ia sedang mengajar di University of Tokyo. Ueno meninggal dan tidak pernah kembali ke stasiun Shibuya. Meskipun demikian, Hachiko tetap bersikeras menunggu majikannya setiap jam 4 sore hingga stasiun tutup selama 10 tahun. Singkat cerita, Hachiko mati dalam keadaan kedinginan menunggu majikan yang ditunggunya bertahun-tahun. Kematian Hachiko menjadi berita nasional di Jepang dan akhirnya patung bronze Hachiko diletakkan di stasiun Shibuya sebagai reminder of devotion and loves. Tubuh anjing tersebut diawetkan untuk disimpan dan dipamerkan di National Science Museum of Japan. Sampai hari ini, banyak para orang tua dan para guru memakai kisah Ueno dan Hachiko ini sebagai simbol nasional guna mengajarkan kepada anak-anak mengenai apa arti sebuah love, compassion dan loyalty. Kedua, selain mereka memfokuskan ajaran tersebut mengenai bagaimana generasi muda belajar mengenai konsep loyalty di dalam keluarga maupun negara, mereka juga belajar memahami binatanag bukan hanya sebuah simple creatures tetapi binatang mampu memberikan lesson of love kepada manusia dan membuat mereka mengerti apa arti sebuah love, compassion and loyalty.

Meskipun film diatas sangat baik untuk memberikan edukasi kepada generasi muda untuk mengerti konsep love, compassion and loyalty, sayang semuanya itu hanyalah sebuah lesson humanistik untuk bagaimana membereskan etika manusia dan belajar bagaimana manusia memberikan apresiasi terhadap binatang, tetapi bukan kepada Sang Pencipta. Seharusnya kita semakin menyadari bahwa theological aspek adalah prioritas utama yang harus kita introspeksi, bukan psikologikal aspek maupun humanistic mindset. Tuhan adalah Kasih dan Dasar Kasih hanya dapat diberikan dari Allah, melalui Yesus Kristus (Yohanes 3:16). Sebagai orang kristen, kita percaya bahwa konsep love yang sehati tidak dapat lepas dari doktrin Kristus (Yohanes 13:35, I Yohanes 3:14, I Yohanes 5:2-3). Konsep compassion orang kristen juga didasari dari konsep God centered bahwa Allah adalah full of compassion for people (Mazmur 86:15) dan Yesus memiliki compassion tersebut bagi orang yang terhilang (Matius 9:36), orang sakit (Matius 14:14) dan orang yang kelaparan (Matius 15:32). Bagaimana dengan saudara dan saya? Sudahkah engkau mengenali konsep love dan compassion dari Allah? (1 Petrus 3:8-12). Loyalty juga tidak dapat dilepaskan dari konsep God centered karena setiap kita telah diberikan spirit of loyalty dari Allah untuk konsentrik kepada-Nya yaitu setia kepada Kristus. Inilah fondasi dalam karakter kristen (1 Petrus 2:9-12). Kita adalah “chosen people” diberikan “royal priesthood”, dipanggil sebagai “holy nation” yang menyatakan kemuliaan Allah. Bukankah ini yang Yesus Kristus kerjakan di dalam dunia? Segala sesuatu yang Yesus Kristus lakukan sesuai dengan makna kasih yang Allah maksud untuk setiap kita belajar menikmati kasih-Nya dan membagikan kasih-Nya kepada others. Memang, semua ini perlu sebuah proses yang tidak langsung “click” tetapi biarlah kita dapat menikmati perjalanan kita menyelami kasih-Nya, belas kasih-Nya dan kesetiaan-Nya dengan “knowing Him” (II Korintus 10:5, 3:1-7) dan “set your heart and mind” (Markus 8:38, Filipi 4:6-9) dengan berserah total kepada Tuhan (Mazmur 37, Roma 8:6-8). Dalam hal ini, prinsip keallahan harus menjadi starting point dalam mengerti kebesaran konsep love, compassion dan loyalty sejati. Oleh karena itu, kita perlu belajar “firmly” percaya kepada konsep Firman Tuhan sebagai satu-satunya kebenaran Allah dan panggilan hidup kita berbagian di dalam kerajaan Allah untuk melayani Tuhan sampai kedatangan Tuhan kedua kali. Segala kemuliaan hanya bagi Dia. Solideo Gloria.

Dalam Kasih-Nya
Daniel Santoso
Beijing, China

No comments:

Peran Gereja dalam Dunia  Yoh 8:21-29, 30-32 Bagaimanakah seharusnya gereja berperan di dalam dunia ini? Khususnya Hamba Tuhan, jemaat, dan ...