Saturday, February 13, 2010

The Death of Alexander McQueen

Hari ini, China merayakan Chinese New Year dengan begitu maraknya sehingga semuanya ramai dengan suara petasan, canda tawa keluarga besar yang terekspresi lepas, salam congratulations and prosperity diucapkan memberikan “support” keluarga maupun kolega mereka agar dapat memperoleh “lucky” dalam hidupnya. Rupanya, suasana di China hari ini berbeda dengan suasana dunia mode di belahan Eropa hari ini. Kamis lalu, seorang desainer terkemuka asal Inggris, Alexander McQueen yang dikenal sebagai “berandal mode Inggris” ditemukan tewas akibat gantung diri. Menurut beberapa laporan polisi, Alexander McQueen dicurigai sengaja mengantung dirinya akibat depresi kehilangan ibundanya yang meninggal awal Februari kemarin. Banyak teman-teman Mcqueen menyayangkan akhir reputasi McQueen yang sedang menikmati puncak keberhasilan dan ketenarannya sebagai seorang desainer terkemuka di seluruh dunia. Di dalam perspektif Fashion, McQueen dikenal nyentrik dengan penampilan yang “merombak citra mode Inggris” dari anggun menjadi lebih “sarkastik”. Keberaniannya menciptakan inovasi yang “gila” membuat banyak selebritis mencarinya, beberapa diantaranya Sandra Bullock, Madonna, Naomi Champbell, etc. Prestasi popularitasnya juga mengantarnya ke kancah Kerajaan Inggris, dimana Ratu Elizabeth memberikan gelar kepada McQueen yaitu “Commander of British Empire”. Luar biasa! Setelah kematiaan McQueen, pertanyaan yang banyak ditanyakan oleh para jurnalis adalah siapakah penerus Alexander McQueen design akan pergi? Sejak tahun 2000, brand ini telah dijual kepada Gucci. Akan tetapi, siapakah yang bakal melahapnya? Versace? Ungaro? Atau akan menurun seperti prestasi dari Valentino?

Kehilangan ibunda yang ia sayangi menjadikan dirinya ditekan oleh “pressure” yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengambil sebuah keputusan konyol yang bodoh yaitu membunuh dirinya sendiri (self-caused death). Kekristenan jelas menentang perbuatan-perbuatan seperti ini. Hidup manusia memang tidak bisa lepas dari pressure. Akan tetapi, manusia tidak diberikan hak untuk mengambil sendiri nyawanya, karena manusia tidak memiliki “right to make this decission”. Tindakan membunuh dirinya termasuk telah melakukan hal yang keji di hadapan Allah, karena hidup manusia harus dipertanggungjawabkan kepada Allah karena Ia adalah Sang Pencipta. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa dan tidak ada seorangpun dapat melaksanakan hidup dengan baik, maka adakah pengharapan bagi manusia untuk hidup tenang tanpa melakukan perbuatan konyol seperti McQueen?

Intermezzo, Minggu lalu setelah saya berkhotbah di Mimbar Reformed Injili Indonesia Beijing, saya mengunjungi Haidian Christian Church dan mengikuti English Worship. Saya sungguh terkesan dengan kesaksian seorang mahasiswa chinese yang dulunya atheist dan ia banyak membaca buku untuk berusaha mematahkan konsep keberadaan Allah sampai akhirnya ia mempertanyakan makna hidupnya jika tidak ada Tuhan. Ia langsung menyadari bahwa hidup begitu fragile karena everthing telah terpolusi oleh dosa sehingga apapun tindakan manusia semuanya tidak bakal memberikan jaminan sekuritas yang dapat dipertanggungjawabkan. Ia mengatakan jika hidup manusia hanya dipahami di dalam konteks “existence” maka manusia tidak dapat melihat pengharapan yang dapat memberikan jaminan sekuritas yang sejati. Hanya pengertian hidup yang “eternity” baru dapat memberikan jaminan sekuritas yang sejati yaitu Allah sendiri. Which Gods, anyway? Hanya satu-satunya Allah yang di dalam eternal plan telah merencanakan anugerah keselamatan Allah kepada manusia melalui Yesus Kristus sebagai satu-satunya juruselamat dunia. Akhirnya ia memahami bahwa pengharapan hidup baru dapat dimengerti ketika dirinya bertobat kepada Allah, di dalam nama-Nya yaitu Yesus Kristus. Pengharapan itu hanya dapat diperoleh pada saat kita kembali kepada pusat kehidupan manusia yaitu kembali kepada Sang Pencipta yaitu Allah sendiri. Allah yang memberikan anugerah kepada manusia untuk dapat kembali melihat makna hidup yang sesungguhnya dan mengecap keindahan hidup sejati bukan di dalam existence saja, tetapi juga di dalam eternity. Kembali bertobat kepada Allah dan berserah total kepada anugerah Allah yang memberikan pengharapan bagi mereka untuk kembali mencicipi hidup yang memuliakan nama Tuhan. Bunuh diri adalah mendekatkan diri pada api neraka. Bertobat di hadapan Allah, membunuh dosa- mendekatkan diri pada Tiang awan dan Tiap api-Nya, berani menjalani hidup di dalam penyertaan-Nya. Haleluyah.

Dalam Kasih-Nya
Daniel Santoso
Beijing, China

No comments:

Peran Gereja dalam Dunia  Yoh 8:21-29, 30-32 Bagaimanakah seharusnya gereja berperan di dalam dunia ini? Khususnya Hamba Tuhan, jemaat, dan ...