Wednesday, April 06, 2011

A Warning to rich peoples

Sebuah pertanyaan reflektif mengenai keberadaan Allah dilayangkan kepada orang-orang terkaya di Amerika Serikat. Bill Gates, CEO Microsoft mengambil sikap agnostik dan menganggap urusan “pergi ke gereja” adalah tindakan yang tidak efisien karena menurutnya, ia dapat melakukan banyak pekerjaan dalam “satu jam” saja. Warren Buffet, CEO Berkshire Hattaway dikenal sebagai seorang yang too mathematical, too logical dan dirinya tidak banyak peduli terhadap kehidupan spiritual. George Soros, Chairman dari Soros Fund Management dan Open Society Institues lebih tegas menyatakan dirinya atheist. Contoh, George Soros, seorang spekulan pasar uang yang telah meraup untung 1,2 milyar dollar menjatuhkan poundsterling sehingga Inggris mengalami inflasi besar-besaran di tahun 1982 karena ulahnya. Belum lagi, Tahun 1997-1998, Soros termasuk salah satu orang yang turut “bermain” dalam pasar uang sehingga Asia Tenggara mengalami krisis moneter, termasuk Indonesia yang akibat inflasi, hutang Indonesia sebesar Rp. 1500 triliun. Cacian muncul dari mulut Mahathir Mohamad, Mantan Perdana Menteri Malaysia yang mengatakan bahwa “mendagangkan uang adalah tindakan yang tidak bermoral”. Tidak sedikit, Soros dianggap “vampir” yang serakah dan haus kekuasaan karena tindakan Soros telah merugikan banyak negara dan sebagian masyarakat dunia. Muncul di benak saya, keinginan untuk mempelajari sedikit soal filsafat Soros. Rupanya beliau banyak menerapkan gagasan serta metode epistemologi dari Karl Popper.

Karl Popper, seorang filsuf postmodernisme yang percaya bahwa satu ilmu tidak mungkin dapat memadai tanpa ilmu-ilmu yang lain. Popper percaya bahwa pengetahuan yang kritis bukan diperoleh melalui verifikasi, namun falsifikasi. Jadi, bagi Popper, kebenaran adalah problem of setting, lalu gimana kita dapat melakukan problem of solving, maka logika falsifikasi dipakai untuk menemukan sebuah konklusi bahwa tidak ada kebenaran yang sempurna, yang ada hanyalah “verisimilitude” atau menyerupai kebenaran. Kebenaran dapat dikatakan ilmiah, apabila tiada kebenaran tandingan yang “corraborated”. Kalau ada, maka kebenaran yang kurang ilmiah harus dikatakan sebagai kesalahan. Semangat positif dari pemikiran Popper adalah bahwa kegagalan merupakan awal dari keberhasilan, namun setiap kegagalan pasti lebih benar? Atau masih ada ruang dapat salah? Dalam hal ini, teori falsifikasi tetap lemah dalam penentuan posisi sebagai kebenaran karena kebenaran dapat dikatakan sebagai kebenaran, masih di dalam sebuah “kesepakatan” akademis yang relatif.
George Soros banyak mengadopsi pemikiran Popper dalam penerapan epistemologis bahwa sifat manusia bisa salah (falliable). Knowledge manusia bertumbuh bukan karna “verifikasi” (pembenaran) tetapi dari “falsifikasi” (penyangkalan). Soros menolak pasar sebagai titik sempurna. Justru pasar tidak sempurna dan tidak pasti maka itulah tempat bermainnya. Side Effectnya, Tidak ada ruang kosong, tidak ada netralitas dan efek dari permainan globalisasi adalah penderitaan banyak orang. Sebab, Soros hanya konsentrasi kepada epistemologi tetapi mengabaikan etika.

Matius 19:23-24 berbunyi demikian “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Sorga”. Sebuah ayat dari Perjanjian Baru yang memberikan sebuah pengertian bahwa tidak mudah bagi orang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga, malah hiperbola dipakai “seekor unta” lebih mudah masuk melalui lubang jarum. Bagaimana kita membaca ayat ini? Apakah Alkitab melakukan “demonize” terhadap orang kaya? Jika kita kembali kepada Alkitab, kita akan menemukan kebenaran bahwa Allah tidak menentang setiap orang kaya, tetapi problem yang ditentang oleh Allah adalah problem sebagian orang kaya yang lebih mencintai uang daripada Allah (Lukas 12:13-21, 1 Timotius 6:6-10). Mereka mencintai uang dan harta kekayaan di dalam kerusakan total dirinya sebagai manusia berdosa yang telah kehilangan kemuliaan Allah dan mereka menjadikan uang dan harta kekayaan sebagai idola mereka, padahal Sepuluh Perintah Allah mencatat bahwa jangan ada padamu allah-allah lain di hadapan-Ku (Keluaran 20:3). Dalam hal ini, mereka harus bertobat, kembali kepada Allah dan bagaimana mereka menjalani kehidupan mereka dengan “takut akan Tuhan” dan melakukan penyelarasan sesuai dengan originalitas Allah, otoritas Allah dan selera Allah dalam Firman Tuhan. Itulah Kebenaran Allah yang tidak perlu ditentukan oleh “kesepakatan” kita dalam menentukan metode verifikasi maupun falsifikasi, melainkan inisiatif Allah menyatakan kebenaran satu-satunya yang memimpin manusia untuk mengikuti kebenaran Allah bersamaan dengan mengkoreksi kesalahan-kesalahan yang selama ini kita adopsi sebagai filsafat hidup kita secara continue di dalam pekerjaan Roh Kudus untuk menyadarkan orang kaya untuk hidup dan mati untuk Yesus Kristus.

Dalam Kasih-Nya
Daniel Santoso
Beijing, China

No comments:

Peran Gereja dalam Dunia  Yoh 8:21-29, 30-32 Bagaimanakah seharusnya gereja berperan di dalam dunia ini? Khususnya Hamba Tuhan, jemaat, dan ...