Tuesday, February 06, 2007

Kerelaan Hamba dan Kuasa Firman

Hidup manusia tidak lepas dari sejarah, momentum-momentum yang terus berjalan sampai hari ini yang memberikan beragam ekspresi manusia dari suka, duka, benci, dengki, iri hati, mengasihi, mengampuni, memperjuangkan, menyelamatkan dan sebagainya. Manusia dan sejarah tidak dapat dipisahkan satu dengan lain. Sejarah dimana Allah menciptakan dunia dan isinya dengan Firman-Nya. Sejarah yang disebabkan keinginan diri manusia tuk menjadi seperti Allah sehingga manusia “ fallen into sin “, tiada solusi bagi manusia untuk kembali seperti semula karena keberdosaan mereka jijik di hadapan Allah, hanya satu solusi yaitu Allah rela inkarnasi ke dalam dunia untuk menyelamatkan manusia kembali kepada-Nya, Oleh karena itu di dalam rencana kekal Allah, Yesus Kristus lahir, mati dan bangkit dari kematian untuk menyatakan Firman Tuhan yang memberikan “ Pengharapan “ kepada manusia. Sejarah bagaimana setiap orang beriman tidak hidup seorang diri tetapi Allah Roh Kudus yang senantiasa menyertai setiap orang pilihan-Nya dengan Firman Tuhan. Bukankah ini menunjukkan Firman Tuhan begitu berkuasa ? Firman-Nya menciptakan manusia, Firman-Nya memberikan pengharapan kepada manusia, Firman-Nya menyertai manusia, Betapa besar kuasa Firman-Nya !

Dalam konteks pelayanan hamba-hamba Tuhan, saya merenungkan betapa besar kehormatan para nabi, para rasul, para pendeta, para penginjil, kaum awam untuk melayani Tuhan di setiap ladang pelayanan mereka masing-masing, tetapi secara pribadi saya memiliki pergumulan teologis mengenai kenapa ada hamba Tuhan yang dipakai dengan begitu berkuasa ? ada hamba Tuhan yang tidak berkuasa dalam pelayanannya ? Dalam hal ini, kuasa yang saya mengerti bukanlah kuasa retorika manusia yang bisa dilatih secara berkala, kuasa yang saya gumulkan juga bukanlah kuasa massa kuantitas yang besar, kuasa yang saya tekankan disini adalah Kuasa Allah atas Firman Tuhan itu sendiri.

Secara pribadi, Saya menggumuli beberapa poin mengapa pelayanan orang kristen kehilangan “ enjoyment “ dan “ power “ padahal sudah memakai nama Allah sebagai meterainya ?

1. Problem terletak pada manusia itu sendiri yang tidak rela untuk ditahtai oleh Firman Tuhan. Sisi satu, Mereka tidak rela duduk diam untuk belajar mengerti kehendak Tuhan maupun perintah Tuhan tetapi bersibuk ria untuk menciptakan diskusi panel yang “ menarik “ untuk membawa jemaat untuk masuk ke dalam kerumitan teologis yang akhirnya memuaskan logika manusia tetapi intuisi mereka kering. Sisi lainnya, Mereka juga tidak rela bekerja secara dinamis untuk mengerti kehendak Tuhan maupun perintah Tuhan sehingga mereka lebih suka menciptakan “ sphere of heaven “ maupun “ heaven songs “ yang secara fenomenal kelihatannya lebih “ down to earth “ tetapi memberikan ruang lebih besar terhadap pembodohan-pembodohan kehidupan spiritual orang beragama karena kehilangan sebuah disiplin rohani untuk rela menerima kehendak dan perintah-Nya sebagai “ pedoman fokus hidup “ mereka sehingga intuisi mereka menjadikan diri mereka liar terhadap “ emotional fenomenal “. Sisi yang paling parah kondisinya yaitu budaya “ cuek “ terhadap setiap pergumulan-pergumulan manusia di dalam sejarah baik secara logika maupun intuisi dan menumpulkan usaha-usaha transformasi yang semestinya dikerjakan oleh kita sebagai orang Reformed yang dipanggil untuk berjuang di dalam mandat Injil maupun mandat budaya. Banyak orang kristen yang jatuh ke dalam semangat dualisme antara sacred dan secular yang harus dibaca sesuai perspektif masing-masing, sebagai contoh kasus – Jemaat MRII Taiwan – China banyak sekali terjun ke dalam dunia pendidikan khususnya Bahasa Mandarin yang kelak membawa mereka untuk berprofesi sebagai guru bahasa mandarin. Jika mereka menganut dualisme maka iman reformed injili tidak dianggap relevan terhadap profesi guru mandarin tersebut. Tetapi justru Reformed Evangelical Theology mengajak setiap manusia untuk melihat kuasa Firman Tuhan atas kehidupan sacred maupun secular. Kita bukan hanya dipanggil untuk mengabarkan Kristus atas Injil saja tetapi kita juga dipanggil untuk mentransformasi kebudayaan untuk kembali kepada Kristus karena Kristus telah mengalahkan dunia. Jika kita masih mengadopsi sistem dualisme di dalam pemikiran akademis kita maka saudara tidak mungkin bisa memahami Bush saat memjawab sebuah pertanyaan simple yaitu siapakah filsuf favorit anda ? yang dijawab oleh Bush yaitu Yesus Kristus. Bagian ini digumulkan oleh seorang penulis senior Indonesia yaitu Goenawan Mohamed. Menurut pendapat Goenawan Mohamed, semestinya seorang kristen lazimnya tidak akan menganggap Yesus seenteng itu tetapi Bush melakukan hal tersebut. Kedudukan Bush sebagai Presiden United States of America menghidupkan “ Bible Study “ di White House, Washington D.C mengusik tokoh-tokoh dualisme, salah satunya yaitu Goenawan Mohamed. Disini Bush memberikan spiritual insight kepada kita bahwa Kristus berada di atas kebudayaan karena Penciptaan Alam Semesta dan Kebudayaan berada dibawah kedaulatan Allah maka God Transformed Culture menjadi spirit perjuangan yang semestinya mempertobatkan setiap manusia untuk kembali bercermin merenungkan dan melaksanakan upaya perjuangan bagaimana budaya harus setia memancarkan keindahan Sang Pencipta Budaya itu sendiri. We need to repent !

2. Kita tidak rela didisiplinkan oleh Firman. Firman Tuhan memiliki “ kekakuan “ dan “ kedinamisan “ yang dapat mengarahkan manusia untuk menjalani kehidupan penuh makna serta melangkah pasti menuju fokus kekekalan yang memberikan pengharapan optimistik yang sejati. Ironisnya, banyak orang kristen sendiri kurang menghargai “ kekakuan “ serta “ kedinamisan “ gerakan dari Firman Tuhan sehingga penghormatan dan respek kita kepada Firman Tuhan kurang memberikan implikasi yang sejati untuk setia kepada Firman-Nya. Disini kita perlu untuk menyelami konsep nilai dan positioning kita terhadap Firman Tuhan, Apakah Firman Tuhan bernilai dalam hidup kita ? Jika Firman Tuhan tidak bernilai maka kita tidak akan mungkin respek terhadap Firman tersebut. Kedua, Bagaimana kita memposisikan diri terhadap Firman Tuhan ? Apakah Firman Tuhan terletak di atas kita ataupun di bawah kita ? Jika Firman Tuhan terletak di atas kita maka kita harus setia kepada Firman karena kita hanyalah hamba Firman yang menerima visi Firman dan melaksanakan secara kontekstual visi Firman tersebut dalam kehidupan manusia baik secara sacred maupun secular. Jika sebaliknya maka kita memiliki kekuatan untuk memperbudak kuasa Firman sehingga kita kelihatannya tuan atas Firman tetapi sebenarnya kita adalah pemberontak Firman Tuhan itu sendiri.

3. Kita lebih mendambakan manusia memiliki “ freedom of expression “ yang luas dan meredam suara kenabian Firman Tuhan terus terjebak ke dalam kesempitan pemikiran Firman Tuhan yang menurut mereka digambarkan mirip seperti katak di dalam tempurung alias kuper. Sebenarnya saat kita berbicara mengenai freedom maka sebenarnya apakah freedom menyelesaikan masalah ? justru kita melihat bahwa freedom terkadang merusak opini-opini klasik yang anggun menjadi opini picisan yang tidak memiliki keanggunan. Terkadang freedom justru bikin liar dunia. Misalnya ; Free Sex di United States of America dari tahun 1930 sampai tahun 2006 telah merusak berapa generasi yang kehilangan kemurniaan di dalam kehidupan seksual mereka dan masuk ke dalam dunia gelap yang “ melegalkan “ dosa manusia menjadi lebih liar dan diterima oleh masyarakat yang membutuhkan “ freedom of expression “ tersebut. Menurut saya, kita harus kembali kepada konsep nilai dari Freedom itu sendiri – meskipun freedom of expression diberikan kepada manusia di seluruh dunia tetapi bukan berarti saudara dan saya merindukan ekspresi yang bebas alias liar menilai diri sendiri yang “ tidak rela “ tetapi justru kuasa Firman Tuhan mampu membawa orang yang sudah “ full spirit “ untuk berjuang mati-matian untuk kemuliaan-Nya. Justru Firman Tuhan memerdekakan saudara dan saya dan Firman Tuhan membebaskan kita untuk dapat melayani Tuhan. Oleh karena itu marilah kita kembali dalam fokus kita untuk melihat Kuasa Firman Tuhan yang real terjadi dan biarlah doa kita terus terpanjatkan melalui bahasa dan vocabulary sederhana kita untuk melayani Tuhan karena Kristus bertahta dalam hidup percaya dan kita belajar konsisten taat kepada-Nya. Jangan saudara takut ! Tetap semangat ! Puji Tuhan !

Dalam Kasih-Nya
Daniel Santoso
Wisma Kinasih, Sukabumi






No comments:

Peran Gereja dalam Dunia  Yoh 8:21-29, 30-32 Bagaimanakah seharusnya gereja berperan di dalam dunia ini? Khususnya Hamba Tuhan, jemaat, dan ...