Sunday, May 02, 2010

The Value of Friendship

大兵小將 (The Little Big Soldier), sebuah film komedi kolosal mandarin yang bersinar di tahun 2010. Betapa tidak, aktor utama Jackie Chan dan Leehom Wang menjadi daya tarik pasar entertaiment yang sangat menjanjikan keuntungan baik di pasar China, Hongkong maupun dunia internasional. Meskipun, ada sedikit analisa-analisa reviewer gadungan sampai komentator film blockbuster yang profesionnal meragukan film tersebut karena Jackie Chan tidak melakukan banyak gerakan-gerakan action yang spektakuler seperti film-film terdahulunya yaitu Rush Hour atau Rhumble in The Bronx. Tidak sedikit, para reviewers gadungan mempertanyakan kompetensi Leehom Wang, Seorang ABC (American Born Chinese) yang harus tampil dgn pakaian jenderal serta melatih suara pria yang lebih matang dan berwibawa seperti seorang jenderal perang. Mengutip seorang reviewer dari Malaysia, What a weird combination! No matter what, sebuah pesan yang kental muncul dari berbagai macam pesan lainnya yang berada dalam film tersebut yaitu tema friendship. Dalam film tersebut Jackie (Older Soldier) dan Leehom (The Little Big Soldier) berada di dalam kondisi peperangan antar negara, mereka bersama tidak tahu kenapa mereka harus berperang tetapi situasi dan kondisi negara mengharuskan mereka untuk melakukan tugas mulia dalam kenegaraan untuk berperang. Singkat cerita, Jackie dan Leehom, dari strangers menjadi teman, inilah keindahan tema friendship dalam film tersebut.

Bagaimana kita mendefinisikan friendship di dalam kehidupan kita dewasa ini? Sebenarnya, apakah benar kita telah memiliki kehidupan friendship yang sungguh-sungguh sesuai dengan definisi yang sesungguhnya mengenai bagaimana friendship itu seharusnya menjadi hidup dalam kehidupan manusia? Sampai hari ini saya masih mempertanyakan apakah kita sudah menikmati the great value of friendship atau belum? Betapa tidak, ketika kita berbangga kepada dunia bahwa kita memilliki 5000-10000 friends di friends list kita, apakah kita sebenarnya betul-betul punya friendship bersama mereka? Jangan-jangan kita hanyalah collector wajah-wajah cantik dan tampan masuk ke dalam friendlist kita, tetapi sesungguhnya mereka bukanlah teman kita. Itu penipuan yang membuka kedok sendiri bahwa kita sedang mengalami kesepian. Gereja yang berusaha terbuka menerima dunia apa adanya di dalam konteks pelayanan, mereka menggunakan seeker-friendly style of churches. Worship with your own cultures! Worship with Jazz, Worship with Rock, Worship with Cocktails, Worship with Belly Dance? Worship with Legalized Homosexuality? Gereja sedang kesepiankah sehingga ia mencari kuantitas jemaat dengan mengobral prinsip Firman yang seharusnya menjadi jati dirinya untuk Tuhan?

Pemikiran sekuler menilai friendship hanya sebatas personal development dan moral development from the basics of humanistic ideas. Parahnya gereja mngambil “idea” sekuler ini dalam membangun sebuah friendship dengan dunia. Akhirnya, Gereja malah membawa message-message sekuler yang jauh daripada kebenaran Firman Tuhan. Jangan-jangan gerejapun jatuh ke dalam pseudo-friendship! Mengerikan sekali! Kekristenan memberikan dasar friendship paling penting yaitu Allah dan umat-Nya dalam hubungan relasional (1 Yohanes 4:16) dan seharusnya ini menjadi model bagi kita semua (Keluaran 33:11). Dalam kitab Samuel, kita belajar dari hubungan relasional; Daud dan Yonatan yang memiliki hubungan friendship yang pure (bukan homoseksual) di dalam Tuhan (1 Samuel 18:3, II Samuel 9:1-13, I Samuel 20:42, 1 Samuel 23:16-18). DI DALAM TUHAN! Friendship yang mereka bangun bukan dibaca di dalam humanistic ideas tapi mereka membangunnya DI DALAM TUHAN. Oleh karena itu, biblical friendship tidak memberikan hidden motive atau hidden agenda untuk menjadi seorang teman tapi bagaimana friendship tersebut dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Ini konsep yang tidak mudah. Karena di dalam friendship, kita belajar mengasihi Tuhan, love for God, love for God’s sake. St. Bernard de Clairvaux mengatakan bahwa kecenderungan kita adalah kita mengasihi sesuatu for our own sake, Oleh karena tiada seorangpun dapat memberikan love for God, love for God's sake. Hanya Anak Allah yang inkarnasi datang ke dalam dunia, mati diatas kayu salib, dikuburkan dan bangkit dari kematian, naik ke Surga Mulia, Hanya Kristus yang dapat memberikan love for God secara perfectly. Kristus menjadi satu-satunya representative yang memberikan second chances kepada setiap kita untuk dapat memberikan kepada Tuhan segala kemuliaan-Nya, di dalam Kristus. Oleh karena itu, biarlah setiap friendship yang kita bangun didasari dengan sebuah love for God, love for God’s sake di dalam proses disiplin rohani kita, hari demi hari untuk kemuliaan Nama Tuhan, di dalam Kristus.

Dalam Kasih-Nya
Daniel Santoso
Beijing, China

No comments:

Peran Gereja dalam Dunia  Yoh 8:21-29, 30-32 Bagaimanakah seharusnya gereja berperan di dalam dunia ini? Khususnya Hamba Tuhan, jemaat, dan ...