Thursday, February 01, 2007

Declaring The Only Gospel

Berawal dari seorang rekan di MRII Taichung memberikan “ sounding “ mengenai film “ THE GOSPEL “ mengajak setiap kita untuk berefleksi secara theologis maupun spiritual. Film ini merupakan hasil dari kontemporerasi Injil Lukas 15:11-32 mengenai hidup manusia yang penuh konflik, pengejaran karier di dalam maupun luar gereja, kisah cinta yang “ complicated “ dan … “ THE PRODIGAL SON “. Menurut saya film ini dikemas sangat berbau “ Hollywood “ dan jika dibandingkan dengan apa yang dipaparkan dalam Injil Lukas 15:11-32 maka sejujurnya banyak “ meaning “ yang tidak nampak dari film tersebut karena gaya kontemporer yang cukup berlebihan. Tetapi meski demikian, ada “ goal “ secara general yang baik yaitu “ The Prodigal Son – He’s Back “.

Pastor Fred Taylor adalah gembala senior dariRevelation Church dan ia begitu bangga kepada anaknya “ David Taylor “ beserta teman baiknya “ Charles Frank “ yang begitu energik dalam melayani Tuhan dan belajar Firman Tuhan. Sebuah tragedi kematian ibundanya membuat David tidak bisa menerima realita bahwa ayahnya masih sibuk di gereja dan terlambat datang ke rumah sakit. David begitu marah dan meninggalkan papanya dan gereja selama 15 tahun. Selama 15 tahun, David hidup di dalam keglamouran sehingga ia menjadi “ Hip Hop Star “. Mendengar ayahnya jatuh sakit, David menjenguknya dan berkecimpung kembali dalam gereja dan saat ayahnya meninggal dunia, ia begitu marah kepada Tuhan dan juga melihat Charles Frank yang mengambil tempat ayahnya dan menyalahgunakan gereja sebagai ajang promosi pribadinya. Akhirnya semuanya “ bertobat “, Pastor Charles Frank bertobat dari egoisme dirinya dan David kembali bertobat ke rumah Tuhan.

Beberapa pergumulan spiritual yang saya alami setelah saya melihat film kontemporer ini yaitu sebagai berikut :
1. Apakah HIP HOP yang membawa orang datang ke gereja atau KRISTUS ? Memang kita dapat melihat background film bagi African American Christian dalam Black Church di Atlanta dimana HIP HOP dan JAZZ adalah keseharian mereka. Musik mereka terkesan terlalu expressive daripada “ Ron Kenoly “ maupun “ Alvin Slaughter “ dari Integrity Music ( atau mungkin satu community ? ). Saya mengajak saudara sekalian tuk memikirkan bagaimana gereja berperan di dalam “ culture “ ? Gereja dipanggil bukan untuk “ dipengaruhi “ oleh culture tetapi “ mempengaruhi “ culture. Saya kira ini hal ini penting untuk setiap kita gumulkan karena jika gereja dipengaruhi oleh culture maka jangan-jangan culture menjadi raja dalam gereja. No way ! Jika culture menjadi raja maka kekreatifan manusia menjadi raja maka kembali gereja bukan lagi berlandaskan kepada “ God Centered “ tetapi jatuh ke asas “ self centered “. Gereja berdiri tegak atas pengakuan bahwa Yesus adalah Anak Allah yang hidup ! Kita bukan dipanggil untuk menyenangkan jemaat tetapi kita dipanggil untuk mengembalakan jemaat membawa mereka kepada jalur yang benar. Saya tidak habis-habisnya berkata-kata di atas mimbar bahwa seringkali kita membawa “ perspektif – perspektif “ ke dalam gereja padahal perspektif tidak memiliki hak untuk menggantikan tempat dari “ Prinsip “. Prinsip tetaplah Prinsip dan Perspektif tetaplah Perspektif. Janganlah kita memutarbalikan prinsip menjadi perspektif dan perspektif dijadikan prinsip, akibatnya fatal dalam menentukan mana yang benar dan mana yang salah.
2. Apakah semua hamba Tuhan pasti memiliki motivasi murni dalam menggembalakan jemaat-Nya ? Dari film tersebut, kita menemukan bahwa Pastor Charles Frank memiliki motivasi yang mengerikan yaitu menjadi “ spiritual celebrity “. Setelah mengantikan Pastor Fred Taylor, ia mengubah gereja menjadi begitu modis dan Pastor Charles Frank teracuni oleh “ kenikmatan dalam power “ dan jatuh ke dalam “ self promotion “. Apakah ini hanya problem dari Pastor Charles Frank ? ini problema semua hamba Tuhan, jika hamba-hamba Tuhan tidak setia kepada Tuhan maka hidup mereka akan gampang sekali dikendalikan oleh “ POWER – MONEY – WOMAN “. Saya mengingat Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa hamba Tuhan yang mengharapkan kenikmatan itu bukan hamba alias binatang ! Adalah benar statement yang keras tersebut ! Hari ini banyak hamba Tuhan maunya cepat-cepat sukses jadi hamba Tuhan terkenal, mereka bangun organisasi penginjilan meniru hamba-hamba Tuhan besar seperti BGEA, RZIM, STEMI, etc dan mengharapkan seluruh dunia bisa mengenal mereka. Mereka lupa bahwa hamba-hamba Tuhan yang dipakai Tuhan adalah orang yang mengalami proses “ in making “ dalam Tuhan. Sayangnya banyak hamba Tuhan tidak menghiraukan proses pertumbuhan “ in making “ tersebut sehingga banyak hamba Tuhan begitu rentan jatuh ke dalam dosa “ POWER – MONEY – WOMAN “. Mereka lebih suka “ instant “ dalam perjalanan mereka sebagai hamba Tuhan. Saya tertarik kepada ungkapan dari Karl Marx, kenapa banyak orang mau jadi hamba Tuhan ? karena mereka kepingin menjadi selebritis. Hamba Tuhan, mulai pakai baju bersih, jas rapi dan sepatu mengkilap, jika bukan hamba Tuhan, profesi apa yang pakai pakaian demikian jika bukan orang kaya ? ia memberikan sindiran yang mengelitik saya karena image hamba Tuhan dinilai jadi kaum borjuis tetapi lewat jalan “ tikus “. Kedua, setiap statement yang hamba Tuhan ucapkan apakah pasti murni dari Tuhan ? Dewasa ini, banyak gereja yang sudah kurang memiliki keberanian untuk menegur dosa jemaat sehingga mereka jatuh ke dalam satu ekstreme untuk menyenangkan jemaat agar uang kolektenya bisa banyak dan mengalir terus menerus. Apa-apaan ini ? Mereka khotbah sesuai dengan apa yang disukai oleh jemaat maka tidak heran gereja mereka secara kuantitas kelihatan banyak dan bertumbuh karena mereka menyukainya. Hamba Tuhan yang mental seperti ini tidak beda dengan salesman yang menawarkan barang dengan bahasa yang indah-indah sehingga konsumen tergiur dan membelinya. Berarti hamba Tuhan jual kata-kata donk biar dapat “ fulus “ ? Dimanakah hamba-hamba Tuhan bermental “ kesucian “ berani menegur dosa saudara dan saya ? Dimanakah hamba-hamba Tuhan yang memiliki semangat seperti Jonathan Edwards, Martyn Llyod Jones, John Sung di abad ini ?
Adapepatah Hokien mengatakan “ Janganlah engkau menjual kata-kata untuk bekerja tetapi bekerjalah dengan keringatmu ! “. Menjadi peringatan kepada kita sebagai hamba Tuhan agar dalam pekerjaan kita, kita bukan “ menjual Firman “ tetapi “ Firman “ hidup dalam kita dan bekerja melayani Tuhan bagi kemuliaanNya. Awalnya Pastor Charles Frank jatuh ke dalam dosa “ POWER – SELF PROMOTION “ tetapi saat waktu-Nya tiba, ia tidak dapat berdalih bahwa dirinya telah berdosa dan Tuhan masih berbelas kasihan memanggilnya kembali kepada motivasi suci yang sesungguhnya dan melayani dengan “ semangat pelayanan “ dari Tuhan. Tuhan bekerja memanggil jemaat-jemaat dari berbagai background bahkan dari gangster pun bertobat dan David Taylor pun “ bertobat “ kembali kepada Tuhan. Itulah belas kasihan Tuhan buat mereka dan itupun berlaku bagi saudara dan saya … dimanakah engkau hari ini ?


Dalam Kasih Kristus
Ev. Daniel Santoso
Taipei , Taiwan, ROC
Keep Your " Fire " Burning

No comments:

Peran Gereja dalam Dunia  Yoh 8:21-29, 30-32 Bagaimanakah seharusnya gereja berperan di dalam dunia ini? Khususnya Hamba Tuhan, jemaat, dan ...